Referat Neuralgia Trigeminal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN REFERAT AGUSTUS 2021



NEURALGIA TRIGEMINAL



Disusun oleh : Muhammad Alif Fatur Rahman B



(C014202281)



Pembimbing : dr. Irbab Hawari Supervisor : dr. Susi Aulina Sp. S BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR



i



2021 HALAMAN PENGESAHAN Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa : 1. Nama NIM Judul refarat



: Muhammad Alif Fatur Rahman B : C014202281 : Neuralgia Trigeminal



Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.



Makassar, Supervisor



Agustus 2021



Pembimbing



dr. Susi Aulina Sp. S



dr. Irbab Hawari



ii



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan hidayahNyalah sehingga penyusunan refarat ini boleh berjalan dengan lancar hingga selesai. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada para supervisor dan juga pembimbing refarat kami yang senantiasa memberikan arahan dan bimbingannya bagi kami sehingga hasil penyusunan refarat ini dapat memiliki kualitas yang baik. Ucapan terima kasih tak lupa pula penulis haturkan kepada rekan-rekan sejawat sekalian, yang telah mendukung baik berupa saran-saran maupun membantu teknis penyelesaian refarat ini. Refarat dengan topik ‘Neuralgia Trigeminal” merupakan suatu tulisan yang memuat hal-hal detail klinis dari penyakit neuralgia trigeminal dengan berlandaskan referensi-referensi yang ilmiah. Dalam refarat ini dibahas segala aspek dimulai dari definisi hingga terapi dan prognosis terkait kasus neuralgia trigeminal. Diharapkan dengan adanya refarat ini, maka mahasiswa kedokteran yang sedang menjalani pendidikan profesi dapat menjadikan refarat ini sebagai salah satu bacaan untuk mempelajari aspek-aspek terkait neuralgia trigeminal. Kiranya refarat ini boleh bermanfaat bagi pembaca yang membutuhkan. Salam ...



Penulis



iii



DAFTAR ISI SAMPUL................................................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii KATA PENGANTAR............................................................................................iii DAFTAR ISI..........................................................................................................iv PEMBAHASAN A. Pendahuluan....................................................................................................1 B. Definisi............................................................................................................2 C. Anatomi dan Fisiologi.....................................................................................3 D. Epidemiologi...................................................................................................5 E. Etiologi dan Patofisiologi................................................................................5 F. Klasifikasi.......................................................................................................7 G. Manifestasi Klinis.......................................................................................... 7 H. Diagnosis Klinis..............................................................................................8 I.



Diagnosis Banding..........................................................................................11



J.



Tata Laksana...................................................................................................13



K. Prognosis.........................................................................................................16 Daftar Pustaka........................................................................................................17



iv



NEURALGIA TRIGEMINAL A. Pendahuluan Neuralgia trigeminal adalah kelainan yang ditandai oleh serangan nyeri berat paroksismal dan singkat dalam cakupan persarafan satu atau lebih cabang nervus trigeminus, biasanya tanpa bukti penyakit saraf organik.1. Penyakit ini menyebabkan nyeri wajah yang berat. Penyakit ini juga dikenal sebagai tic doulourex atau sindrom Fothergill.2 Neuralgia trigeminal pertama dijelaskan oleh dokter Arab bernama Jurjani pada abad ke delapan. Jurjani juga merupakan orang pertama yang mengajukan teori kompresi vaskular pada neuralgia trigeminal. Dokter Prancis, Nicoulaus Andre, memberikan penjelasan yang detail mengenai neuralgia trigeminal pada tahun 1756 dan menciptakan istilah tic doulourex. Dokter Inggris, John Fothergill juga menjelaskan sindrom ini pada pertengahan tahun 1700an, dan kelainan ini kadang disebut sebagai penyakit Fothergill . Pengetahuan mengenai neuragia trigeminal berkembang perlahan selama abad ke dua puluh. Pada tahun 1960an, pengobatan yang efektif dengan obat dan operasi mulai tersedia.2 Neuralgia trigeminal merupakan kelainan yang jarang pada serabut sensoris dari nervus trigeminus (nervus kranial ke-5), yang menginervasi wajah dan rahang. Neuralgia pada penyakit ini disertai dengan nyeri yang berat dan menusuk pada rahang dan wajah, biasanya pada satu sisi dari rahang atau pipi, yang biasanya terjadi dalam beberapa detik. Nyeri sebelum pengobatan dirasakan berat, namun



demikian



neuralgia



trigeminal



bukan



termasuk



penyakit



yang



membahayakan nyawa. Sebagaimana diketahui, terdapat dua nervus trigeminus, satu untuk setiap sisi dari wajah, neuralgia trigeminal sering mengenai salah satu sisi dari wajah dan tergantung pada nervus trigeminus yang mana yang terkena.2 Nyeri neuralgia trigeminal adalah unilateral dan mengikuti distribusi sensoris dari nervus kranial V, khas mengenai daerah maksila (V.2) atau mandibula (V.3). Pemeriksaan fisis biasanya dapat mengeliminasi diagnosa alternatif. Tanda dari disfungsi nervus kranialis atau abnormalitas neurologis yang lain menyingkirkan



1



diagnosis dari neuralgia trigeminal idiopatik dan mungkin menandakan nyeri sekunder yang dirasakan akibat lesi struktural.3



B. Definisi Neuralgia trigeminal adalah suatu peradangan pada saraf trigeminal yang menyebabkan rasa sakit yang hebat dan kejang otot di wajah. Serangan intens, nyeri wajah seperti kejutan listrik dan dapat terjadi secara mendadak atau dipicu dengan menyentuh area tertentu dari wajah. Namun hingga saat ini penyebab pasti dari trigeminal neuralgia masih belum dipahami sepenuhnya4. Neuralgia trigeminal menurut IASP (International Association for the Study of Pain) ialah nyeri di wajah yang timbulnya mendadak, biasanya unilateral. Nyerinya singkat dan berat seperti ditusuk disalah satu atau lebih cabang nervus trigeminus. Sementara menurut International Headache Society trigeminal neuralgia adalah nyeri wajah yang menyakitkan, nyeri singkat seperti tersengat listrik pada satu atau lebih cabang nervus trigeminus. Nyeri biasanya muncul akibat stimulus ringat seperti mencuci muka, bercukur, gosok gigi, berbicara 4.



Tabel 1. Definisi Trigeminal Neuralgia menurut IASP dan IHS. Sumber :Nurmikko TJ dan Eldridge PR. Trigeminal neuralgia-pathophysiology, diagnosis, and current treatment. British Journal of Anaesthesia. UK : 2001.







Definisi menurut IASP Tiba-tiba,







Definisi menurut HIS Nyeri unilateral pada wajah,







Biasanya unilateral







Nyeri seperti sengatan listrik yang







Sifat nyeri hebat



berdistribusi ke salah satu atau







Menusuk



lebih dari nervus 6.







Berulang







Berdistribusi di salah satu







Nyeri biasanya ditimbulkan oleh hal-hal sepele seperti mencuci muka,



atau lebih cabang dari nervus 5.



bercukur,



merokok,



berbicara, dan menggosok gigi. Namun juga dapat terjadi secara mendadak. C. Anatomi dan Fisiologi



2



Saraf Trigeminal atau saraf kranial ke V memberi persarafan pada kulit wajah, konjungtiva dan kornea, mukosa dari hidung, sinus-sinus dan bagian dari rongga mulut, juga sebagian besar dari duramater. Saraf ini keluar dari bagian lateral pons berupa akar saraf motoris dan saraf sensoris5.



Gambar 1. Anatomi Saraf Kranialis dan Saraf Trigeminal (Kauffman, 2011)



Akar saraf yang lebih kecil, yang disebut juga portio minor nervus trigeminal, merupakan akar saraf motoris. Berasal dari nukleus motoris dari saraf trigeminal dibatang otak terdiri dari serabut-serabut motoris, terutama mensarafi otot-otot pengunyah. Akar-akar saraf sensoris ini akan melalui ganglion trigeminal (ganglion gasseri) dan dari sini keluar tiga cabang saraf tepi yaitu cabang optalmikus, cabang maksilaris dan cabang mandibularis5.



3



Gambar 2. Percabangan Nervus Trigeminal (Kauffman, 2011) 1) Nervus opthalmicus bersifat sensoris murni. Berjalan ke depan pada dinding lateral sinus cavernosus dalam fossa crania media dan bercabang tiga; n. lakrimalis, frontalis, dan nasosiliaris, yang masuk ke orbita melalui fissure orbitalis superior. Saraf ini disebarkan ke kornea mata, kulit dahi dan kepala, kelopak mata, mukosa sinus paranasales, dan cavum nasi5 2) Nervus maxillaries bersifat sensoris murni. Meninggalkan cranium melalui foramen rotumdum dan kemudian disebarkan ke kulit muka di atas maxilla, gigi rahang atas, mukosa hidung, sinus maxillaries dan palatum5 3) Nervus mandibularis bersifat motoris dan sensoris. Radiks sensoris meninggalkan ganglion trigeminal dan berjalan keluar cranium melalui foramen ovale. Radiks motoris n. trigeminus juga keluar dari cranium melalui foramen yang sama dan bergabung dengan akar sensoris membentuk truncus n. mandibularis. Serabut sensoris n.mandibularis mensarafi kulit pipi dan kulit atas mandibula dan sisi kepala. Juga mensarafi articulation temporomandibularis dan gigi rahang bawah, mukosa pipi, dasar mulut, dan bagian depan lidah. Serabut motoris n.mandibularis mensarafi otot-otot pengunyah5



D. Epidemiologi



4



Banyak literatur yang menyebutkan bahwa 60% penderita neuralgia adalah wanita. Insidensi kejadian untuk wanita sekitar 5,9 per 100.000 wanita; untuk pria sekitar 3,4 kasus per 100.000 pria. Kejadian juga berhubungan dengan usia, dimana neuralgia banyak diderita pada usia antara 50 sampai 70 tahun, walaupun kadang – kadang ditemukan pada usia muda terutama jenis atipikal atau sekunder. Berdasarkan laporan yang ada, usia paling muda yaitu 12 bulan terkena neuralgia trigeminal dan pada anak lain terjadi pada usia 3 sampai 11 tahun. Faktor ras dan etnik tampaknya tidak terpengaruh terhadap kejadian neuralgia trigeminal. Angka prevalensi maupun insidensi untuk Indonesia belum pernah dilaporkan . Bila insidensi dianggap sama dengan Negara lain maka terdapat ± 8000 penderita baru pertahun. Akan tetapi mengingat harapan hidup orang Indonesia makin tinggi maka diperkirakan prevalensi penderita Neuralgia Trigeminal akan meningkat6. E. Etiologi dan Patofisiologi Saat ini ada tiga etiologi yang paling populer. Teori pertama berdasarkan pada penyakit sistemik yang berhubungan, kedua adalah trauma langsung pada saraf dan teori ketiga merambat asal polietiologik penyakit. Penyakit sistemik yang berhubungan seperti gangguan dari vaskularisasi, multipel sklerosis diabetes melitus, rematoid, dan lain-lain. Pada trauma langsung pada saraf dibagi menjadi dua bagian yaitu trauma pada bagian perifer dan sentral. Teori yang ketiga yaitu polyetiologic, faktor yang mungkin dapat berpengaruh dan menimbulkan demielinisasi dan disatrofi7 Patofisiologi Neuralgia Trigeminal ini dibagi menjadi mekanisme sentral dan mekanisme perifer. Mekanisme perifer yang terjadi antara lain ditemukannya peregangan atau kompresi nervus V, ditemukannya malformasi vaskular pada beberapa penderita Neuralgia Trigeminal, adanya tumor dengan pertumbuhan yang lambat, adanya proses inflamasi pada nervus V. Mekanisme sentral penyebab Neuralgia Trigeminal salah satunya adalah multipel sklerosis dimana terjadi demielinisasi secara meluas sehingga dapat mengenai saraf trigeminus. Biasanya tidak ada lesi yang spesifik pada nervus trigeminus yang ditemukan8 Teori patofisiologi yang dipakai pada saat ini adalah kompresi pada nervus trigeminus. Neuralgia Trigeminal dapat disebabkan karena pembuluh darah yang



5



berjalan bersama nervus trigeminus menekan jalan keluar cabang- cabang nervus trigeminus pada batang otak , misalnya foramen ovale dan rotundum. Penekanan yang paling sering terdapat pada ganglion gasseri, yaitu ganglion yang mempercabangkan 3 ramus nervus trigeminus. Pembuluh darah yang berdekatan dengan ganglion gasseri tersebut akan menyebabkan rasa nyeri ketika pembuluh darah tersebut



berdenyut dan bersentuhan dengan ganglion. Kompresi oleh



pembuluh darah ini lama kelamaan akan menyebabkan mielin dari nervus tersebut robek/ rusak. Seperti yang diketahui, mielin membungkus serabut saraf dan membantu menghantarkan impuls dengan cepat. Sehingga pada mielin yang rusak, selain penghantaran impuls tidak bagus, akan terjadi rasa nyeri sebagai akibat dari kerusakan jaringan mielinnya. Sedangkan pada multipel sklerosis dapat pula terjadi Neuralgia Trigeminal karena adanya proses demielinisasi dari sistem saraf pusat sehingga dapat mengenai nervus trigeminus. Pada orang yang menderita tumor yang mengenai nervus trigeminus, dapat pula terjadi Neuralgia Trigeminal karena tumor menekan nervus trigeminus. Mielin yang rusak dapat menyebabkan degenarasi akson sehingga terjadi kerusakan saraf secara menyeluruh. Kerusakan mielin ini juga mempengaruhi hilangnya sistem inhibisi pada saraf tersebut, sehingga impuls yang masuk tidak diinhibisi dan terjadi sensibilitas yang lebih kuat dari yang seharusnya dirasakan Patofisiologi utama dari penyakit ini belum diketahui secara jelas. Melihat gejala klinis dari penyakit ini, gejala yang terutama dirasakan adalah nyeri pada area penjalaran nervus trigeminus. Oleh karena itu, Neuralgia Trigeminal digolongkan dalam nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik sendiri mekanismenya belum jelas. Biasanya nyeri trigeminal ini disebabkan karena (postherpetik neuralgia), post traumatik dan post operatif9.



F. Klasifikasi



6



postherpetik



IHS (International Headache Society) membedakan Neuralgia Trigeminal menjadi Neuralgia Trigeminal klasik dan Neuralgia Trigeminal simptomatik. Termasuk Neuralgia Trigeminal klasik adalah semua kasus yang etiologinya belum diketahui (idiopatik). Sedangkan Neuralgia Trigeminal simptomatik dapat diakibatkan karena tumor, multipel sklerosis atau kelainan di basis kranii5 Perbedaan Neuralgia Trigeminal idiopatik dan simptomatik. 1) Neuralgia Trigeminal Idiopatik : a. Nyeri bersifat paroksimal dan terasa diwilayah sensorik cabang frontalis, sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis. b. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul antara beberapa detik sampai menit. c. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama. d. Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering terkena dibanding laki-laki. 2) Neuralgia Trigeminal Simptomatik : a. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus atau nervus infra orbitalis. b. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul kembali. c. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf kranial, berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ). d. Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak terbatas pada golongan usia5 G. Manifestasi Klinis Neuralgia Trigeminal memberikan gejala dan tanda sebagai berikut : 1) Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam, seperti menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar yang berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit tetapi kurang dari dua menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya ada interval bebas nyeri, atau hanya ada rasa tumpul ringan5.



7



2) Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus dan unilateral. Tersering nyeri didaerah distribusi nervus mandibularis (V2) 19,1% dan nervus maksilaris (V3) 14,1% atau kombinasi keduanya 35,9% sehingga paling sering rasa nyeri pada setengah wajah bawah. Jarang sekali hanya terbatas pada nervus optalmikus (V3) 3,3%. Sebagian pasien nyeri terasa diseluruh cabang nervus trigeminus (15,5%) atau kombinasi nervus maksilaris dan optalmikus (11,5%). Jarang ditemukan kombinasi nyeri pada daerah distribusi nervus optalmikus dan mandibularis (0,6%) (Passos, 2012). 3) Neuralgia Trigeminal dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius seperti perabaan ringan, getaran, atau stimulus mengunyah. Nyeri pada Neuralgia Trigeminal dapat mengalami remisi dalam satu tahun atau lebih. Pada periode aktif neuralgia, karakteristik terjadi peningkatan frekuensi dan beratnya serangan nyeri secara progresif sesuai dengan berjalannya waktu10. Sekitar 18% penderita dengan Neuralgia Trigeminal, pada awalnya nyeri atipikal yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia trigeminal. Nyeri terasa tumpul, terus-menerus pada salah satu rahang yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stimulus termal dapat menimbulkan nyeri berdenyut sehingga sering dianggap sebagai nyeri dental10. H. Diagnosis Klinis Neuralgia trigeminal didiagnosis melalui anamnesis dan pemeriksaan neurologis terhadap nervus trigeminus. Pada saat ini belum ada tes yang dapat diandalkan



dalam



mendiagnosa



neuralgia



trigeminal.Diagnosa



neuralgia



trigeminal dibuat berdasarkan anamnesis pasien secara teliti dan pemeriksaan fisik yang cermat11. Anamnesis Pada anamnesis yang perlu diperhatikan adalah lokalisasi nyeri , kapan dimulainya nyeri , menentukan interval bebas nyeri, menentukan lamanya , respons terhadap pengobatan, menanyakan riwayat penyakit lain seperti ada penyakit herpes atau tidak, dsb11.



8



Perasaan nyeri seperti terbakar atau tertusuk-tusuk. Biasanya unilateral dan berada di daerah wajah. Nyeri timbul paroksismal. Lokasi nyeri sering di penjalaran saraf cabang maksilaris dan mandibularis. Diagnosis biasanya disusun berdasar riwayat, tetapi keluhan biasanya sulit dibedakan dengan neuralgia glossofaringeal. Nyeri terinduksi ketika ‘trigger zone’ aktif, misalnya pada saat makan, berbicara, sentuhan ringan, ataupun terkena angin dingin. Ketika serangan berakhir, nyeri dapat hilang sama sekali dan tidak ada gejala. Wajah sebelah kanan lebih sering terkena serangan dibanding yang sisi kiri12,13. Nyeri yang dialami memiliki sifat menyebar sepanjang satu atau lebih cabang Nervus trigeminus, tersering pada cabang mandibularis atau maksilaris. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba, kuat, tajam , superficial, serasa menikam atau membakar.Intensitas nyeri hebat, biasanya unilateral.Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari-hari seperti makan, mencukur, dan membasuh wajah 11,14. Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali15. Kriteria diagnostik pada neuralgia trigeminal idiopatik, antara lain : 1. Bersifat paroxysmal, beberapa detik sampai 2 menit melibatkan 1 atau lebih cabang N. Trigeminus dan memenuhi kriteria 2 dan 3. 2. Nyeri paling sedikit 1 memenuhi kriteria berikut : a.



Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam.



b. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus. 3. Jenis serangan Stereotyped pada masing – masing individu. 4. Tidak ada defisit neurologik. 5. Tidak berkaitan dengan gangguan lain.17 Kriteria diagnostik pada neuralgia trigeminal simptomatik, antara lain : 1. Bersifat paroxysmal, beberapa detik sampai 2 menit melibatkan 1 atau lebih cabang N. Trigeminus dan memenuhi kriteria 2 dan 3. 2. Nyeri paling sedikit 1 memenuhi kriteria berikut : a.



Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam.



b. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus. 3. Jenis serangan Stereotyped pada masing – masing individu.



9



4. Lesi penyebab adalah selain kompresi pembuluh darah, juga kelainan struktural yang nyata terlihat pada pemeriksaan canggih dan atau eksplorasi fossa posterior.17 Pemeriksaan fisis Hal-hal yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan fisis adalah defisit atau hilangnya sensori trigeminal, atrofi muskulus mastikatorik fasial, dan gangguan refleks kornea12.Dalam menegakkan diagnosis penting untuk mengetahui jenis neuralgia trigeminal yang dialami



14



. Pada pemeriksaan fisik neurologi dapat



ditemukan sewaktu terjadi serangan, penderita tampak menderita sedangkan diluar serangan tampak normal. Reflek kornea dan tes sensibilitas untuk menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral.Membuka mulut dan deviasi dagu untuk menilai fungsi otot masseter (otot pengunyah) dan fungsi otot pterygoideus.Pada neuralgia trigeminal biasa didapatkan sensibilitas yang terganggu pada daerah wajah17. Diagnosis klinis yang benar merupakan faktor terpenting untuk terapi yang tepat. Riwayat merupakan alat penting untuk diagnosis. Ini penting untuk membedakan cephalgia otonom trigeminal (misalnya cluster headache, shortlasting unilateral neuralgiform headache attacks with conjunctival injection and tearing [SUNCT], hemicrania paroksismal), khususnya pasien dengan nyeri cabang pertama saja 18. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti CT scan kepala atau MRI kepala. CT scan kepala dari fossa posterior bermanfaat untuk mendeteksi tumor yang tidak terlalu kecil dan aneurisma. MRI sangat bermanfaat karena dengan alat ini dapat dilihat hubungan antara saraf dan pembuluh darah juga dapat mendeteksi tumor yang masih kecil, MRI juga diindikasikan pada penderita dengan nyeri yang tidak khas distribusinya atau waktunya maupun yang tidak mempan pengobatan11. Indikasi lain misalnya pada penderita yang onsetnya masih muda, terutama bila jarang – jarang ada saat – saat remisi dan terdapat gangguan sensisibilitas yang obyektif. Selain itu harus diingat, bahwa neuralgia trigeminal yang klasik



10



dengan hanya sedikit atau tanpa tanda-tanda abnormal ternyata bisa merupakan gejala – gejala dari tumor fossa posterior11. Diagnosis neuralgia trigeminal sepenuhnya berdasarkan klinis. Pencitraan dengan CT-Scan atau MRI diindikasikan apabila sulit membedakan neuralgia trigeminal klasik dan simtomatik. MRI sebagian besar menunjukkan adanya kompresi akar saraf trigeminal oleh pembuluh darah yang berkelok-kelok atau aberant vessels ada yang klasik dan tampak lesi struktural seperti tumor pada yang simtomatik13. I. Diagnosis banding Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang muncul dan kondisi lainnya yang membedakan bentuk lain dari nyeri wajah, nyeri kepala, dan nyeri yang berasal dari rahang, gigi, atau sinus. Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai trigeminal neuralgia, tetapi adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama.19 Sindrom Kosten yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang bawah dan pelipis saat mengunyah dapat menyerupai trigeminal neuralgia tetapi hanya dipicu oleh proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis temporomandibular dan mal oklusi gigi.20 Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis. Sindrom yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering ditemukan pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan menetap, sering kali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebar ke bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisik tidak ditemukan dan pemberian analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan antidepresan dan obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik mungkin. Adapun penyakit dengan keluhan nyeri daerah wajah dijelaskan dalam tabel berikut. Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan



11



berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal yang lebih lama.20 Tabel 2. Diagnosis Banding Neuralgia Trigeminal (Manish, 2013)



Diagnosis Banding



Faktor yang Persebaran



Karakteristik Klinis



Meringankan/ Memperburuk



 Laki- laki/ perempuan = 1:3,



Titik-titik



Trigemina persarafan



 Lebih dari 50 tahun,



rangsang sentuh,



l



 Paroksismal (10-30 detik),



mengunyah,



Neuralgia



Daerah cabang II dan III nervus



nyeri bersifat menusuk-



senyum, bicara,



trigeminus,



nusuk atau sensasi terbakar,



dan menguap



unilateral



persisten selama bermingguminggu atau lebih,  Ada titik-titik pemicu,  Tidak ada paralisis motorik



Neuralgia



Unilateral



Fasial



atau bilateral,



Atipik



pipi atau



maupun sensorik.  Lebih banyak ditemukan



Tidak ada



pada wanita usia 30-50 tahun  Nyeri hebat berkelanjutan



angulus



umumnya pada daerah



nasolabialis,



maksila



hidung bagian dalam Neuralgia



Unilateral,



 Riwayat herpes



Sentuhan,



Post



pada daerah



 Nyeri seperti sensasi



pergerakan



herpetiku



persebaran



m



cabangoftalm ikus nervus V



Sindrom



Unilateral,



terbakar, berdenyut-denyut  Parastesia, kehilangan sensasi sensorik keringat  Sikatriks pada kulit  Nyeri berat berdenyut12



Mengunyah,



Costen



dibelakang



denyut diperberat oleh



tekanan sendi



atau di depan



proses mengunyah,



temporomandibul



 Nyeri tekan sendi temporo-



telinga, Migren



ar



pelipis, wajah mandibula. Orbito Nyeri kepala sebelah



Alkohol pada



frontal,



beberapa kasus



rahang atas, angulus nasolabial



J. Tatalaksana Telah disepakati bahwa penanganan lini pertama untuk Neulalgia Trigeminal adalah terapi medikamentosa. Tindakan bedah hanya dipertimbangkan apabila terapi medikamentosa mengalami kegagalan 1) Terapi Farmakologi Peneliti-peneliti dalam bidang nyeri neuropatik telah mengembangkan beberapa pedoman terapi farmakologik. Dalam guidline EFNS ( European Federation of Neurological Society ) disarankan terapi Neuralgia Trigeminal dengan carbamazepin ( 200-1200 mg sehari ) dan oxcarbamazepin ( 600-1800mg sehari ) sebagai terapi lini pertama. Sedangkan terapi lini kedua adalah baclofen dan lamotrigin. Neuralgia trigeminal sering mengalami remisi sehingga pasien dinasehatkan untuk mengatur dosis obat sesuai dengan frekuensi serangannya. Dalam pedoman AAN-EFNS ( American Academy of Neurology- European Federation of Neurological Society ) telah disimpulkan bahwa: carbamazepin efektif dalam pengendalian nyeri , oxcarbazepin juga efektif, baclofen dan lamotrigin mungkin juga efektif. Studi open label telah melaporkan manfaat terapi obat-obatan anti epilepsi yang lain seperti clonazepam, gabapentin, phenytoin dan valproat (Mark, 2010). Karbamazepine merupakan pengobatan lini pertama dengan dosis pemberian 200-1200 mg/hari dan oxcarbamazepin dengan dosis pemberian 6001800 mg/hari sesuai dengan pedoman pengobatan. Tingkat keberhasilan dari karbamazepin



jauh



lebih



kuat



dibandingkan



13



oxcarbamazepin,



namun



oxcarbamazepin memiliki profil keamanan yang lebih baik. Sementera pengobatan lini kedua dapat diberikan lamotrgine dengan dosis 400 mg/ hari, baclofenac 40 – 80 mg/hari, dan pimizoid 4 – 12 mg/hari (Mark, 2010).. Selain itu ada juga pilihan pengobatan alternative, yaitu dengan memberikan obat antiepilepsi yang telah dipelajari dalam kontrol kecil dan studi terbuka yang disarankan untuk menggunakan fenitoin, clonazepam, gabapentin, pregabalin, topiramate, levetiracetam, dan valproate (Mark, 2010).. a) Karbamazepine Karbamazepine bekerja dengan cara menghambat aktivitas neuronal pada kanal natrium, sehingga dapat mengurangi rangsangan neuron. Karbamazepine memperlihatkan efek analgesik yang selektif misalnya pada tabes dorsalis dan neuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa. Sebagian besar penderita Neuralgia Trigeminal mengalami penurunan sakit yang berarti dengan menggunakan obat ini. Karena potensi untuk menimbulkan efek samping sangat luas, khususnya gangguan darah seperti leukopeni, anemia aplastik dan agranulositosis maka pasien yang akan diterapi dengan obat ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan nilai basal dari darah dan melakukan pemeriksaan ulang selama pengobatan (Sharav, 2012) Pemberian karbamazepine dihentikan jika jumlah leukosit abnormal (rendah). Jika efek samping yang timbul parah, dosis karbamazepine perhari dapat dikurangi 1-3 pil perhari, sebelum mencoba menambah dosis perharinya lagi. Karbamazepine diberikan dengan dosis berkisar 200-1200 mg, dimana hampir 70% memperlihatkan perbaikan. Dosis dimulai dengan dosis minimal 1-2 pil perhari, secara bertahap dapat ditambah hingga rasa sakit hilang atau mulai timbul efek samping. Selama periode remisi dosis dapat dikurangi secara bertahap. Karbamazepine dapat dikombinasi dengan fenitoin atau baklofen bila nyeri membandel, atau diubah ke oxykarbazepine (Mark, 2010). b) Oxykarbamazepin Oxykarbamazepine



merupakan



ketoderivat



karbamazepine



dimana



mempunyai efek samping lebih rendah dibanding dengan karbamazepine dan dapat meredakan nyeri dengan baik. Pada umumnya dosis dimulai dengan 2 x



14



300 mg yang secara bertahap ditingkatkan untuk mengontrol rasa sakitnya. Dosis maksimumnya 2400-3000 mg perhari. Efek samping yang paling sering adalah nausea, mual, dizziness, fatique dan tremor. Efek samping yang jarang timbul yaitu rash, infeksi saluran pernafasan, pandangan ganda dan perubahan elektrolit darah. Seperti obat anti-seizure lainnya, penambahan dan pengurangan obat harus secara bertahap (Mark, 2010). c) Lamotrigine Lamotrigin berefek pada saluran natrium, menstabilkan membran saraf dan menghambat pelepasan rangsangan neurotransmitter. Dosis awal 25 mg/hari secara perlahan meningkat sampai dosis 200 - 400 mg/hari dibagi dua dosis. Efek samping dapat berupa pusing, mual, penglihatan kabur dan ataksia. Sekitar 710% pasien dapat terjadi ruam pada kulit selama terapi 4 - 8 minggu. Dapat juga terjadi kelainan berupa deskuamasi atau terkait gejala parah demam atau limfadenopati indikasi Stevens - Johnson sindrom yang membutuhkan penghentian segera (Mark, 2010).. d) Phenitoin Phenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Sifat anti konvulsi obat ini berdasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus kebagian lain di otak. Penggunaan phenitoin harus hati-hati dalam mengkombinasikan dengan karbamazepine karena dapat menurunkan dan kadangkadang menaikkan kadar phenitoin dalam plasma, sebaiknya diikuti dengan pengukuran kadar obat dalam plasma (Kauffman, 2011). Phenitoin dapat mengobati lebih dari setengah penderita Neuralgia Trigeminal dengan dosis 300-600 mg dibagi dalam 3 dosis perhari. Efek



samping



yang



ditimbulkannya



adalah



nystagmus,



dysarthria,



ophthalmoplegia dan juga mengantuk serta kebingungan. Efek lainnya adalah hiperplasia gingiva dan hypertrichosis (Mark, 2010). e) Gabapentin Dosis yang dianjurkan 1200-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama efektifnya dengan karbamazepine tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Dosis awal biasanya 3x300 mg/hari dan ditambah hingga dosis maksimal. Reaksi yang



15



buruk paling sering adalah somnolen, ataksia, fatique dan nystagmus. Seperti semua obat, penghentian secara cepat harus dihindari (Mark, 2010). 2). Terapi Pembedahan Beberapa situasi yang mengindikasikan untuk dilakukannya terapi pembedahan yaitu (Gupta, 2009) : a. Ketika pengobatan farmakologik tidak menghasilkan perbaikan. b. Ketika pasien tidak dapat mentolerir pengobatan dan gejala semakin buruk. c. Adanya gambaran kelainan pembuluh darah pada MRI. Tindakan operatif yang dapat dilakukan a. Prosedur Ganglion Gasseri, b. Terapi Gamma Knife c. Dekompresi Mikrovaskuler. Pada prosedur perifer dilakukan blok pada nervus trigeminus bagian distal ganglion gasseri yaitu dengan suntikan streptomisin, lidokain, alkohol . Prosedur pada ganglion gasseri ialah rhizotomi melalui foramen ovale dengan radiofrekuensi termoregulasi, suntikan gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam kavum Meckel. Terapi gamma knife merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada radiks nervus trigeminus di fossa posterior. Dekompresi mikrovaskuler adalah kraniotomi sampai nervus trigeminus difossa posterior dengan tujuan memisahkan pembuluh darah yang menekan nervus trigeminus (Mark, 2010).



K. Prognosis Setelah serangan awal, Neuralgia Trigeminal dapat muncul kembali selama beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun berikutnya. Setelah itu serangan bisa menjadi lebih sering, lebih mudah dipicu, dan mungkin memerlukan pengobatan jangka panjang. Kondisi ini dapat berkembang menjadi sindrom nyeri kronis, dan pasien dapat menderita depresi dan kehilangan fungsi sehari-hari. Pasien dapat memilih untuk membatasi kegiatan yang memicu rasa sakit, seperti mengunyah,



16



sehingga pasien mungkin kehilangan berat badan dalam keadaan ekstrim (Manish, 2013).



DAFTAR PUSTAKA 1. Walton, Sir John. Brain’s Disease of Nervous System. New York: Oxford Universiy Press; 1985.p.110-2 2. Turkingston, Carol A. Trigeminal Neuralgia. In: Stacey L C and Brigham N, editors. The Gale Encyclopedia Of Neurological Disorder. Detroit: Thomson Gale; 2006.p.875-7. 3. Huff S J. Trigeminal Neuralgia. [Online] 2010 [cited 2011 January 31]:[1 screen]. Available from: URL: http://emedicine.org/trigeminal-neuralgia.htm 4. Nurmikko TJ dan Eldridge PR. Trigeminal neuralgia-pathophysiology, diagnosis, and current treatment. Brithish Journal of Anaesthesia. UK : 2017 5. Kauffman AM and Patel M. 2011, Your complete guide to trigeminal



neuralgia.



CCND



Winnipeg.



Tersedia



pada:



http://www.umanitoba.ca/cranial_nerves/trigeminal_neuralgia/manuscript/. (Diakses 23 Februari 2019) 6. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar - Ed 5. Dian Rakyat. Jakarta : 2013. 7. Joffroy, A, et al. 2011. Trigeminal neuralgia Pathophysiology and treatment.



Dept. of Neurosurgery, Erasmus Hospital, University of Brussels (ULB). Tersedia pada https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11379271. (Diakses 22 Februari 2019) 8. Gintautas S, Joudzybalys G, Wang HL. 2012. Aetiology and pathogenesis of



trigeminal neuralgia: a comprehensive review. J Oral Maxillofac; 3(4): 1-7 Tersedia Pada : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3886096/. (Diakses 22 Februari 2019) 9. Frederickson, A. M., Gold, M. S., & Sekula Jr, R. F., 2017. Pathogenesis of Trigeminal Neuralgia. In Microvascular Decompression Surgery (pp. 59-66).



17



Springer Netherlands. Article R, Hasan S, Khan NI, Sherwani OA, Bhatt V, Trigeminal neuralgia : an overview of literature with emphasis on.3(11):235 10. Inoue T, Hirai H, 2011, Diagnosis and management for trigeminal neuralgia



caused



solely



by



venous



compression.



Tersedia



pada



https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28108856. (Diakses 23 Februari 2019) 11. Siddiqui, MN, et al. Pain Management : Trigeminal Neuralgia. Hospital Physician : 2017 12. Brust JC. Current Diagnosis and Treatment – Neurology - Ed 2. McGrawHill. US : 2012.05. 13. Pappagallo M. The Neurological Basis of Pain. McGrawHill. US : 2005. 14. Obermann M. Treatment Options in Neuralgia Trigeminal. Department of Neurology of Duisburg-Essen. Germany : 2010. 15. JoffroyA, et al. Trigeminal neuralgia Pathophysiology and treatment. Dept. of Neurosurgery, Erasmus Hospital, University of Brussels (ULB). Belgium : 2017 16. Sjahrir, Hasan. Konsensus Nasional II Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri Kepala. PERDOSSI ; 2017 17. Lumbantobing SM, et al. NeurologiKlinik – PemeriksaanFisikdan Mental. 2017 ; 51-53 18. Cohen AS, et al. Short-lasting unilateral neuralgiform headache attacks with conjunctival injection and tearing (SUNCT) or cranial autonomic features (SUNA) - a prospective clinical study of SUNCT and SUNA. Brain 129. 2017 19. Rabinovich A, Fang Y, Scrivani S. Diagnosis and Management of Trigeminal Neuralgia. Columbia Dental Review 2017; 5: 4-7. 20. Manish KS. 2013. Trigeminal neuralgia. Medscape. Tersedia pada URL:



http://emedicine.medscape.com/article/1145144-overview



(Diakses



22



Februari 2019) 21. Mark Obermann, 2010. Treatment optionts in trigeminal



neuralgia.



Therapeutics Advances in Neurological Disorders; 3(2): 107-115. Tersedia https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3002644/. Februari 2019)



18



(Diakses



23



19