Revisi LP Atrial Fibrilasi (Intan Juliani) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ATRIAL FIBRILASI (AF)



Disusun Oleh: Intan Juliani Agustin, S.Kep 4006200057 Pembimbing Akademik



(Hery Prayitno, M.Kep)



PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XVI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG 2021



LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ATRIAL FIBRILASI (AF) I.



Definisi Atrial Fibrilasi atau Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal. Aktivitas listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan atrium bekerja terus menerus menghantarkan impuls ke nodus AV sehingga respon ventrikel menjadi ireguler. Atrial fibrilasi dapat bersifat akut maupun kronik dan umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun (Berry and Padgett, 2012). Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu gangguan pada jantung yang paling umum (ritme jantung abnormal) yang ditandai dengan irama denyut jantung iregular dan peningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial fibrilasi (AF) merupakan suatu takikardi supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi sehingga terjadi gangguan fungsi mekanik atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa darah jantung.



II.



Etiologi Menurut (Berry and Padgett, 2012) penyebab fibrilasi atrium adalah : 1.



Penyebab penyakit kardiovaskuler a.



Penyakit jantung iskemik



b. Hipertensi kronis c.



Kelainan katup mitral (stenosis mitral)



d. Perikarditis



2.



e.



Kardiomiopati, gagal jantung, Sindrome WPW, dan LVH



f.



Tumor intracardiac



Penyebab non kardiovaskuler a.



Kelainan metabolik : -



Tiroksikosis



-



Alkohol akut/kronis



b. Penyakit pada paru



c.



-



Emboli paru



-



Pneumonia



-



PPOM



-



Kor pulmonal



Gangguan elektrolit : Hipokalemia, Magnesium, dan Calsium



d. Simpatomimetik obat-obatan dan listrik e. III.



Kelainan endokrin : Hipertiroid, Feokromositoma



Manifestasi Klinik 1.



Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau “berdebar” dalam dada).



2.



Perasaan tidak nyaman di dada (nyeri dada).



3.



Sesak napas/dispnea.



4.



Pusing, atau sinkop (pingsan mendadak) yang dapat terjadi akibat peningkatan laju ventrikel atau tidak adanya pengisian sistolik ventrikel.



5.



Kelelahan, kelemahan/kesulitan berolahraga/beraktifitas. Namun, beberapa kasus atrial fibrilasi bersifat asimptomatik (National Collaborating Center for Chronic Condition, 2006). Trombus dapat terbentuk dalam rongga atrium kiri atau bagian lainnya karena tidak adanya kontraksi atrium yang mengakibatkan stasis darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya emboli pada sirkulasi sistemik terutama otak dan ekstremitas sehingga atrial fibrilasi menjadi salah satu penyebab terjadinya serangan stroke (Philip and Jeremy, 2007)



IV.



Patofisiologi Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik di lapisan dinding atrium diantara vena pulmonalis atau vena cava junctions merupakan pencetus AF. Daerah ini dalam keadaan normal memiliki aktifitas listrik yang sinkron, namun pada regangan akut dan aktifitas



impuls yang cepat, dapat menyebabkan timbulnya after-depolarisation lambat dan aktifitas triggered. Triggered yang dijalarkan kedalam miokard atrium akan menyebabkan inisiasi lingkaran-lingkaran gelombang reentry yang pendek (wavelets of reentry) dan multiple. Lingkaran reentry yang terjadi pada AF tedapat pada banyak tempat (multiple) dan berukuran mikro, sehingga menghasilkan gelombang P yang banyak dalam berbagai ukuran dengan amplitudo yang rendah (microreentrant tachycardias). Berbeda halnya dengan flutter atrium yang merupakan suatu lingkaran reentry yang makro dan tunggal di dalam atrium (macroreentrant tachycardias). AF dimulai dengan adanya aktifitas listrik cepat yang berasal dari lapisan muskular dari vena pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung terus dengan adanya lingkaran sirkuit reentry yang multipel. Penurunan masa refrakter dan terhambatnya konduksi akan memfasilitasi terjadinya reentry. Setelah AF timbul secara kontinu, maka akan terjadi remodeling listrik (electrical remodeling) yang selanjutnya akan membuat AF permanen. Perubahan ini pada awalnya reversibel, namun akan menjadi permanen seiring terjadinya perubahan struktur, bila AF berlangsung lama. Atrium tidak adekuat memompa darah selama AF berlangsung. Walaupun demikian, darah akan mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak 20 – 30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh daya pompa jantung. Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-paru dan tubuh. Terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. trombus ini



meningkatkan resiko terjadinya stroke emboli dan gangguan hemostasis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF.



AF akan



meningkatkan agregasi trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya AF. V.



Gambar



VI.



Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang 1.



Laboratorium : a. Enzim jantung meningkat bila dicurigai terdapat iskemia jantung. b. Elektrolit : K, Na, Ca, Mg akan mengalami penurunan c. PT/APTT adalah pemeriksaan koagulasi.



2.



Pemeriksaan EKG : Merupakan standar baku cara diagnostik AF a. Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi (bisa normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial fibrilasi slow ventricular respons (SVR), 60-100x/menit disebut atrial fibrilasi



normo



ventricular



respon



(NVR)



sedangkan



jika



>100x/menit disebut  atrial fibrilasi rapid ventricular respon (RVR). b. Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan. c. Interval segmen PR tidak dapat diukur. d. Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat 3.



Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, dan sering kali menunjukan bentuk jantung yang normal, tetapi pada pasien hipertensi dapat terlihat jantung yang membesar.



4.



Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow.



5.



TEE (Trans Esophago Echocardiography) untuk melihat trombus di atrium kiri.



VII.



Penatalaksanaan Terdapat 3 kategori tujuan perawatan AF yaitu : 1.



Terapi profilaksis untuk mencegah tromboemboli



2.



Mengembalikan kerja ventrikuler dalam rentang normal



3.



Memperbaiki irama yang tidak teratur.



Berikut penatalaksanaan AF berdasarkan Standar Pelayanan Medik (SPM) RS Harapan Kita Edisi III 2009, yaitu: 1. Farmakologi a. Rhythm control. Tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama sinus / irama jantung yang normal. Diberikan anti-aritmia gol. I (quinidine, disopiramide dan propafenon). Untuk gol.III dapat diberikan amiodaron. Dapat juga dikombinasi dengan kardioversi dengan DC shock. b. Rate control. Rate control bertujuan untuk mengembalikan atau menurunkan frekwensi denyut jatung dapat diberikan obat-obat yang bekerja pada AV node seperti : digitalis, verapamil, dan obat penyekat beta (β bloker) seperti propanolol. Amiodaron juga dapat dipakai untuk rate control. c. Profilaksis tromboemboli. Tanpa melihat pola dan strategi pengobatan AF yang digunakan, pasien harus mendapatkan anti- koagulan untuk mencegah



terjadinya



tromboemboli.



Pasien



yang



mempunyai



kontraindikasi terhadapwarfarin dapat di berikan antipletelet. 2. Non-farmakologi a. Kardioversi. Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat dilakukan pada setiap AF paroksismal dan AF persisten. Untuk AF sekunder, seyogyanya penyakit yang mendasari dikoreksi terlebih dahulu. Bilamana AF terjadi lebih dari 48 jam, maka harus diberikan antikoagulan selama 4 minggu sebelum kardioversi dan selama 3 minggu setelah kardioversi untuk mencegah terjadinya stroke akibat emboli. Konversi dapat dilakukan tanpa pemberian antikoagulan, bila sebelumnya sudah dipastikan tidak terdapat trombus dengan transesofageal ekhokardiografi. b. Pemasangan pacu jantung (pacemaker). Beberapa tahun belakangan ini beberapa pabrik pacu jantung (pacemaker) membuat alat pacu jantung yang khusus dibuat untuk AF paroksismal.Penelitian menunjukkan bahwa pacu jantung kamar ganda (dual chamber),



terbukti dapat mencegah masalah AF dibandingkan pemasangan pacu jantung kamar tunggal (single chamber). c. Ablasi kateter. Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE procedure) dan transkateter.Ablasi transkateter difokuskan pada venavena pulmonalis sebagai trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV dilakukan pada penderita AF permanen, sekaligus pemasangan pacu jantung permanen. VIII.



Asuhan Keperawatan 1. Data Fokus Pengkajian a. Pemeriksaan Fisik : 1. Tanda-tanda vital : -



Denyut nadi ireguler



-



Tekanan darah tinggi



-



Pernapasan meningkat



2. Respirasi -



Ronkhi pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.



-



Keluhan sesak nafas, batuk (dengan atau tanpa sputum).



3. Sirkulasi -



Adanya riwayat penyakit jantung koroner (90-95% mengalami disritmia)



-



Auskultasi jantung ditemukan adanya irama ireguler.



-



Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif,



-



Terdapat bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit katup jantung.



4. Neurosensori - Keluhan pening hilang timbul, sakit kepala, pingsan. - Letargi (mengantuk) - Reaksi pupil berubah. - Reflek tendon hilang menggambarkan disritmia yang mengancam jiwa (ventrikuler tachicardi atau bradikardia berat). 5. Edema perifer - Kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif - Kulit mengalami diaforesis, pucat, sianosis. 6. Edema dependen - Distensi vena jugularis - Penurunan urine output. b. Pola Kebiasaan Sehari-hari 1. Aktivitas / istirahat - Keluhan kelemahan fisik secara umum dan keletihan berlebihan. 2. Cairan dan Nutrisi - Keluhan berupa intoleransi terhadap makanan, mual, muntah. - Tidak nafsu makan - Perubahan turgor atau kelembapan kulit. - Perubahan berat badan akibat odema. 3. Psikologis - Merasa cemas, takut, menarik diri, marah, menangis, dan mudah tersinggung.



2. Analisa Data NO 1.



SYMPTOM



ETIOLOGI



- Perubahan Irama Jantung (Palpitasi)



Faktor usia, obatobatan, kardomiopati



Ds :



- Perubahan Preload (Lelah) - Perubahan afterload (dispnea) - Perubahan kontraktilitas (Batuk) Do : - Takikardia/Brakikardia - Gambaran EKG aritmia - Distensi vena jugularis - TD meningkat atau menurun - Nadi perifer teraba lemah - Tedengar suara jantung S3 atau S4 - Pemeriksaan enzim jantung (CKMB dan Troponin meningkat) - Pemeriksaan elektrolit menurun (K, Na, Ca, Mg) - Hasil foto thorax AF terlihat adanya pembesaran jantung



Kelainan katup atrium



PROBLEM Penurunan Curah Jantung



Resistensi atrium dextra Vol atrium meningkat Pengosongan atrium inadekuat ATRIAL FIBRILASI Takikardi Pengisian darah ke paru-paru Atrial flow velocities menurun Trombus atrium sinistra Disfungsi ventrikel sinistra Penurunan curah jantung 2.



DS : - Dispnea - Ortopnea



Faktor usia, obatobatan, kardomiopati



Do : - Penggunaan otot bantu pernafasan - Fase ekspirasi memanjang



Kelainan katup atrium



Pola Nafas Tidak Efektif



- Pola nafas abnormal (takipnea, bradipnea, hiperventilasi)



Resistensi atrium dextra



- Pernafasan cuping hidung



Vol atrium meningkat



- Tekanan ekspirasi menurun - Tekanan inspirasi menurun



Pengosongan atrium inadekuat ATRIAL FIBRILASI Takikardi Palpitasi Sesak Nafas Pola Nafas Tidak Efektif



3.



DS : - Mengeluh lelah - Dispnea saat/setelah aktivitas - Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas - Merasa lemah DO : - Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat - Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/ setelah aktivitas - Sianosis - Gambaran EKG menunjukkan iskemia



Faktor usia, obatobatan, kardomiopati



Kelainan katup atrium



Intoleransi Aktivitas



- Pemeriksaan enzim jantung (CKMB dan Troponin meningkat)



Resistensi atrium dextra Vol atrium meningkat



Pengosongan atrium inadekuat ATRIAL FIBRILASI Takikardi Pengisian darah ke paru-paru Suplai darah ke jaringan menurun Metabolisme anaerob Asidosis metabolik Penimbunan asam laktat Fatigue Intoleransi Aktivitas



3. Diagnosa Keperawatan a. Penurunan Curah Jantung (D.0008) b/d kontraktilitas miokardial b. Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005) b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen c. Intoleransi Aktivitas (D.0056) b/d Kelemahan umum atau fatigue 4. Intervensi Keperawatan NO



SDKI



SLKI



1.



Penurunan



Setelah dilakukan



PERAWATAN JANTUNG



Curah



tindakan keperawatan



(I.02075)



Jantung



selama 3x24 jam



1. Observasi



(D.0008)



diharapkan masalah penurunan curah jantung (L.02008) klien teratasi dengan kriteria hasil : - Takikardi cukup menurun (4)



SIKI



- Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi dispnea, kelelahan dan peningkatan CPV) - Identifikasi tanda/gejala



- Edema menurun (5)



sekunder penurunan curah



- Tekanan darah



jantung (meliputi peningkatan



membaik (5)



BB, batuk, palpitasi) - Monitor tekanan darah - Monitor saturasi oksigen - Monitor nilai laboratorium jantung (misalnya elektrolit, enzim jantung)



2. Terapeutik - Posisikan semifowler - Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress - Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen 3. Edukasi - Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi dan secara bertahap 4. Kolaborasi - Kolaborasi pemberian antiaritmia jika perlu 2.



(D.0005)



Tujuan umum :



Pola Nafas (L.01004) Pola nafas Tidak



membaik



Efektif Kriteria Hasil :



PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014) 1. Observasi



-



kedalaman, dan upaya



- Dypsnea atau sesak nafas menurun (5) - Pernafasan cuping



Monitor frekuensi, irama, napas



-



Monitor pola napas (seperti bradipnea,



hidung menurun (5)



takipnea, hiperventilasi) -



Monitor kemampuan batuk efektif



-



Monitor saturasi oksigen



-



Monitor nilai AGD



2. Terapeutik



-



Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien



-



Dokumentasikan hasil pemantauan



3. Edukasi



-



Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan



-



Informasikan hasil pemantauan, jika itu perlu



TERAPI OKSIGEN (I.01025) 1. Observasi -



Monitor kecepatan aliran oksigen



-



Monitor posisi alat terapi oksigen



-



Monitor tanda-tanda hipoventilasi



-



Monitor aliran oksigen secara periodik



2. Terapeutik -



Pertahankan kepatenan jalan nafas



-



Siapkan dan atur pemberian oksigen



-



Berikan oksigen tambahan, jika diperlukan



-



Gunakan perangkat



oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien 3. Edukasi -



Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah



4. Kolaborasi -



Kolaborasi penentuan dosis oksigen



-



Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan



3.



(D.0056)



Tujuan umum:



atau tidur. (I. 05178) MANAJEMEN



Intoleransi



(L.05047) Toleransi



ENERGI



Aktivitas



aktivitas meningkat



1. Observasi - Identifkasi gangguan fungsi



Kriteria Hasil :



tubuh yang mengakibatkan



- Keluhan lelah



kelelahan



menurun (5) - Keluhan dispnea menurun (5) - Frekuensi nadi meningkat (5) - Perasaan lemah menurun (5)



- Monitor kelelahan fisik dan emosional - Monitor pola dan jam tidur - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas 2. Terapeutik - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan) - Lakukan ROM aktif/pasif



- Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan - Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan 3. Edukasi - Anjurkan tirah baring - Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap 4. Kolaborasi - Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan TERAPI AKTIVITAS (I.05186) 1.



Observasi - Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu - Identifikasi makna aktivitas rutin (mis. bekerja) dan waktu luang - Monitor respon emosional, fisik, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas



2. Terapeutik - Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan deficit yang dialami - Sepakati komitmen untuk



meningkatkan frekuensi dan rentang aktivitas - Fasilitasi memilih aktivitas yang konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan sosial - Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia - Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulansi, mobilisasi, dan perawatan diri) sesuai kebutuhan - Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas untuk menurunkan kecemasan (mis. vocal group, bola voli, tenis meja, jogging, berenang, perawatan diri) - Libatkan kelarga dalam aktivitas, jika perlu - Fasilitasi mengembankan motivasi dan penguatan diri - Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan - Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari 3. Edukasi -



Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu



-



Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih



-



Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas



4. Kolaborasi -



Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu



IX.



Daftar Pustaka Aaronson, Philip I., & Ward,Jeremy P.T. (2007). Sistem Kardiovaskuler, Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga. Berry. A and Padgett, H. (2012). Management of patients with atrial fibrillation: Diagnosis and Treatment. Nursing Standard/RCN Publishing. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia