Revisi Uts Kelompok Fukugougo [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HEN’ON GENSHOU DALAM FUKUGOUMEISHI diajukan untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Nihongogaku



Oleh: Rafie Pramadita Maharshi (180610150051) Bunga Ratna Mutiara (180610160001) Restu Eka Prihananto (180610160014) Mita Heidipalupi Wirawan (180610160017) Fanni Rimainy (180610160022) Nilam Husna Muthia (180610160027) Farah Nur Azizah (180610160037) Nadia Salsabila Azizah (180610160056) Aprilia Hasna Gina Handari (180610160077) Faadhilah Nur Afiifah (180610160088)



UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG JATINANGOR 2019



1



BAB I PENELITIAN TERDAHULU 1.1.



Kumpulan Jurnal yang Diperoleh Ada lima jurnal yang penyusun dapatkan mengenai fukugougo, yakni: 



Proses Pembentukan Kata Majemuk dari Kanji 月 (Tsuki; Getsu; Gatsu) Penyusun



: Riska Ameldha Yuliana, Lina Rosliana, Maharani P. Ratna



Lembaga



: Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro



Terdapat lima pola yang membentuk kata majemuk yang salah satu unsurnya kanji 月 (tsuki;getsu;gatsu). Yaitu, A+N, NA+N, N+N, V+N, dan N+V. Seluruh data merupakan kata majemuk nomina. Makna yang dihasilkan terbagi menjadi dua yaitu makna konseptual dan makna asosiatif. Sebagian besar data menunjukan makna konseptual. Seluruh data yang dianalisis terbentuk berdasarkan 8 hubungan sintaksis berikut ini: •



Komponen B memiliki karakter dari komponen A







Komponen A dan komponen B berasal dari lingkup yang berbeda







Komponen A merupakan tempat keberadaan dari komponen B







Komponen A merupakan waktu dari komponen B







Komponen A merupakan alasan terjadinya B







Komponen A merupakan objek dari komponen B







Melalui waktu B dengan alat/cara atau sarana komponen A







Komponen A Merupakan Pelaku dari B Selain itu terjadinya ada kemungkinan terjadinya kasus khusus yang terjadi



pada hubungan sintaksis yang terdapat pada kata majemuk, karena ditemukan empat jenis kasus khusus pada data. 



Analisis Fukugoudoushi yang Menggunakan Kata Kerja Komu Sebagai Pembentuk Makna dalam Kamus Kihongo Yourei Jiten Penyusun



: Dinda Audita Perdanansyah



Lembaga



: Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya,



Universitas Airlangga Jurnal berjudul “Analisis Fukugoudoushi yang Menggunakan Kata Kerja Komu Sebagai Pembentuk Makna dalam Kamus Kohongo Yourei Jiten” yang ditulis oleh Dinda Audita Perdanansyah ini membahas mengenai fukugoudoushi yang 2



termasuk paling banyak digunakan dalam bahasa Jepang, yakni ~ こ む . Secara tunggal, ~こむ (込む) bermakna menjadi penuh dan menjadi ramai. Dalam jurnal ini, penulis menyadari bahwa apabila ~ こ む dijadikan fukugodoushi, maka artinya menjadi berbeda dari verba tunggalnya. Dengan jurnal ini, penulis akan menganalisis bagaimana pola makna fukugoudoushi ~こむ. Objek yang diteliti adalah kamus Kihongo Yourei Jiten, dan ditemukan 26 butir data fukugoudoushi ~ こ む . Hasil akhirnya, ditemukan bahwa makna pola fukugoudoushi ~こむ (込む) dibagi menjadi lima pola, yakni verba depan sebagai penentu makna keseluruhan, perbuatan verba depan dilakukan lalu diikuti perbuatan verba pengikutnya (込む), perbuatan verba pengikut (込む) diikuti perbuatan verba depan, verba pengikut (込む) sebagai pengganti kosakata lain, dan verba depan dan verba pengikut (込む) apabila digabungkan menjadi sulit dianalisis. 



Makna Verba Majemuk ~Kiru dalam Bahasa Jepang Penyusun



: Taqdir



Lembaga



: Universitas Padjadjaran



Jurnal berjudul “Makna Verba Majemuk ~Kiru dalam Bahasa Jepang” karya Taqdir ini membahas mengenai fukugodoushi yang berfokus pada verba ~kiru (〜切 る ), yang secara tunggal memiliki makna memotong, mengisi, memutuskan, dan bertindak. Dalam jurnal ini, penulis menemukan bahwa secara garis besar, fukugodoushi ~kiru ini memiliki dua makna, yaitu makna dari segi leksikal dan sintaksis. Hasil makna ditemukan dengan memasangkan verba ~kiru dengan verba lain dan membentuk kata majemuk. Pada jurnal ini, sang penulis menarik tiga kesimpulan. Yang pertama adalah bahwa verba kiru bila dipasangkan dengan verba lain yang membentuk sebuah verba majemuk memiliki beberapa makna, yaitu setsudan (pemotongan) dan shunketsu (selesai/berakhir), serta kyokudo (luar biasa/tak terhingga) dan kansui (selesai). Kemudian, verba awal (zenkodoushi) yang melekat pada verba kiru adalah verba kontinuitas (keizokudoushi), verba fungtual (shunkandoushi), serta verba ishidoushi dan mushidoushi dalam bentuk transitif (tadoushi) dan intransitif. (jidoushi). Yang terakhir adalah bahwa fukugodoushi kiru yang melekat pada keizokudoushi memiliki makna setsudan dan shuketsu, sementara jika verba kiru dipasangkan dengan shunkandoushi memiliki makna kyokudo dan kansui.



3







Fukugoudoushi Deru Sebagai Unsur Pembentuk Akhir Verba (Koukoudoushi) Bahasa Jepang. Penyusun



: Yunia Rahmawati



Lembaga



: Universitas Padjadjaran



Pada hasil jurnal ini dapat ditemukan bahwa verba majemuk ~deru kerap kali melekat pada jidoushi, tadoushi, ishisei no doushi, muishisei no doushi, shunkan no doushi, keizoku no doushi, dan joutai no doushi. 



Proses Pemajemukan Kata Benda dalam Bahasa Jepang Penyusun



: Harisal



Lembaga



:Departemen



Sastra



Jepang



Fakultas



Ilmu



Budaya



Universitas Hasanuddin, Makassar Pada jurnal ini, penyusun menemukan bahwa adanya pola berikut dalam pembentukan kata benda majemuk dalam bahasa Jepang: •



Pola bentuk N (Nomina) +N







Pola bentuk N+V (Verba)







Pola bentuk N+A (Adjektiva)







Pola bentuk V+N







Pola bentuk A+N



1.2.



Pembahasan Jurnal 1.2.1.



Pembentukan Kata Majemuk



Jurnal berjudul “Proses Pemajemukan Kata Benda dalam Bahasa Jepang” oleh Harisal membahas dasar bagaimana kata majemuk terbentuk. Penelitian ini mendeskripsikan proses pemajemukan kata N+N, N+V, V+N, N+A, dan A+N dalam bahasa Jepang, dan kaedah pemajemukannya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Populasi dari penelitian ini adalah kata majemuk bahasa Jepang yang mengalami pemajemukan dalam koran online Asahi Shinbun. Pengambilan sampel dilakukan secara popusive untuk menunjang analisi. Hasil penelitian dari jurnal berikut yakni: 



Pola bentuk N+N Terdiri dari morfem bebas, tapi dalam prosesnya terjadi dua hal, yakni kasus pertama lain saat dua morfem bebas bersatu, keduanya tetap menjadi morfem bebas, 4



sedangkan dalam kasus yang lain, saat dua morfem bebas bersatu mengakibatkan salah satu morfem bebas berubah menjadi morfem terikat, disebabkan oleh perubahan bunyi alomorf salah satu N. Contoh: •



足腰 (ashikoshi) ‘kaki dan pinggang’ Contoh diatas merupakan kata majemuk yang terdiri dari dua buah morfem



bebas, yaitu 足 ( Ashi ) dan   腰 ( こ し ) . Ketika bergabung menjadi kata majemuk, kedua kata tersebut tidak mengalami perubahan alomorf sehingga morfemnya tidak berubah, dan bentuknya tetap sama, yakni bebas-bebas 足’ashi’ + 腰’koshi’ = 足腰’ ashikoshi’ (m. bebas) + (m.bebas) = bebas-bebas



足腰







腰 morfem bebas N







morfem bebas +



N



昔話 (mukashibanashi) ‘cerita masa lalu’ Contoh di atas merupakan kata majemuk yang terdiri dari dua buah morfem



bebas, yaitu 昔 (mukashi) dan 話 (hanashi). Ketika bergabung menjadi kata majemuk, kata 話 (hanashi) selanjutnya mengalami perubahan bunyi menjadi 話 (banashi) yang merupakan alomorf dari kata 話 (hanashi) sehingga morfemnya pun ikut berubah dari bebas - bebas menjadi bebas - terikat. Berikut penulisan kaidah pemajemukan kata 昔話, yaitu: 昔 ‘mukashi’ + 話 ‘hanashi’ = 昔話 ‘mukashibanashi’ (m. bebas) + (m. bebas) = bebas – terikat



昔話



5











morfem bebas



morfem terikat



N 



+



N



Pola bentuk N+V Pola bentuk N+V terdiri dari morfem bebas dan morfem terikat, dan morfem terikat dan morfem terikat. Contoh: •



盆踊り (bon odori) ‘tarian Bon’ Contoh di atas merupakan kata majemuk yang terdiri dari sebuah morfem



bebas, yaitu 盆 (Bon) dan dua morfem terikat, yaitu 踊(odo) dan り (ri). Kata 踊 り(odori) berasal dari sebuah kata kerja bentuk ~ます (masu) yang merupakan penanda kesopanan, yaitu 踊ります (odorimasu) ‘menari’. Ketika digabungkan dengan kata lain dan menjadi kata majemuk, kata 踊 り ま す



(odorimasu)



selanjutnya mengalami penghilangan bentuk ~ます(masu), dan menyisakan kata 踊り yang dapat berindikasi menjadi N. Bentuknya adalah bebas – terikat. 盆踊り







踊り



morfem bebas N



morfem terikat +



V



踊 morfem terikat



り morfem terikat 6



Gokan







Gobi



電池切れ (denchi jire) ‘baterai mati’ Contoh di atas merupakan kata majemuk yang terdiri dari morfem-morfem



terikat, yaitu 電 (den), 池 (chi), 切 (ki), dan れ (re). Kata 電 (den) dan 池 (chi) merupakan kata yang tidak memiliki makna leksikal, namun memiliki makna gramatikal. Ketika kedua kata tersebut digabung, akan menjadi sebuah kata baru 電池 (denchi) ‘baterai’. Di lain pihak, kata 切れ(kire) berasal dari sebuah kata kerja bentuk ~ます (masu) yang merupakan penanda kesopanan, yaitu 切れま す (kiremasu) ‘memotong’. Jika digabungkan dengan kata lain dan menjadi kata majemuk, kata 切れます (kiremasu) selanjutnya mengalami penghilangan bentuk ~ます(masu), dan menyisakan kata 切れ yang dapat berindikasi menjadi sebuah nomina yang berarti ‘mati/putus’. Selain itu, ketika bergabung menjadi kata majemuk, kata 切れ(kire) selanjutnya mengalami perubahan bunyi menjadi 切れ (gire) yang merupakan alomorf dari kata 切れ(kire), sehingga bentuknya adalah terikat - terikat. Berikut penulisan kaidah pemajemukan kata 電池切れ, yaitu: 電 池 (denchi) + 切れ(kire) = 電池切れ ‘denchigire’ (2 m. terikat) + (2 m. terikat) = terikat-terikat-terikat-terikat 電池切れ



電池



切れ



morfem terikat N



電 terikat



morfem terikat +



V















terikat



terikat



terikat 7



Gokan







Gokan



Gokan



Gobi



Pola bentuk N+A Pola bentuk N+A terdiri dari morfem bebas dan morfem terikat. Contoh: •



仲良く(nakayoku) ‘menjadi intim’ Contoh di atas merupakan kata majemuk yang terdiri dari morfem bebas, yaitu



仲 (naka) dan dua morfem terikat, yaitu 良 (yo) dan く (ku). Kata 良 く (yoku) berasal dari sebuah kata sifat -i, yaitu 良 い (yoi) yang berubah menjadi kata keterangan 良く(yoku). Bentuknya adalah bebas – terikat. Berikut penulisan kaidah pemajemukan , 仲良く yaitu: 仲‘naka’ + 良く‘yoku’ = 仲良く ‘nakayoku’ (m. bebas) + (2 m. terikat) = bebas-terikat-terikat 仲良く







良く



Morfem bebas N



morfem terikat +



A



良 morfem terikat Gokan







く morfem terikat Gobi



Pola bentuk V+N Pola bentuk N+V terdiri dari morfem terikat dan morfem bebas, dan morfem terikat dan morfem terikat. 8



Contoh: •



入り口 (iriguchi) ‘jalan masuk’ Contoh di atas merupakan kata majemuk yang terdiri dari dua buah morfem



terikat, yaitu 入 (i) dan り (ri) dan satu morfem bebas, yaitu 口(kuchi) ‘mulut’. Kata 入 り (iri) berasal dari sebuah kata kerja bentuk ~ ま す (masu) yang merupakan penanda kesopanan, yaitu 入ります(irimasu) ‘memasukkan’. Ketika digabungkan dengan kata lain dan menjadi kata majemuk, kata 入 り ま す (irimasu) selanjutnya mengalami penghilangan bentuk ~ ま す (masu), dan menyisakan kata 入 り yang dapat berindikasi menjadi sebuah nomina. Saat bergabung menjadi kata majemuk, kata 口 (kuchi) selanjutnya mengalami perubahan bunyi menjadi 口 (guchi), yang merupakan alomorf dari kata 口 (kuchi), sehingga morfemnya pun ikut berubah dari terikat - bebas menjadi terikat - terikat, dan terindikasi N. Berikut penulisan kaidah pemajemukan kata 入り口, yaitu: 入り‘iri’+口‘kuchi’ = 入り口‘iriguchi’ (2 m. terikat) + (m. bebas) = terikat-terikat-terikat 入り口



入り







morfem terikat V



入 morfem terikat Gokan







morfem terikat +



N



り morfem terikat Gobi



Pola bentuk A+N 9



Pola bentuk A+N diindikasi terdiri dari morfem bebas. Contoh: •



若者 (wakamono) ‘anak muda’ Contoh di atas merupakan kata majemuk yang terdiri dari dua buah morfem



bebas, yaitu 若 (waka) dan 者 (mono). Kata 若 (waka) berasal dari kata sifat -i 若い (wakai) dan terdiri dari dua morfem terikat, yaitu 若 (waka) dan い (i). namun, dalam proses penggabungan dengan kata benda menjadi majemuk, kata い (i) dalam kata 若い (wakai) akan melesap dan berubah menjadi morfem bebas. Dalam kasus bergabung menjadi kata majemuk, kedua kata tersebut tidak mengalami perubahan alomorf sehingga morfemnya tidak berubah, dan bentuknya tetap sama, yakni bebas - bebas. Berikut penulisan kaidah pemajemukan kata 足腰, yaitu: 若‘waka’ + 者‘mono’ = 若者‘wakamono’ (m. bebas) + (m. bebas) = bebas – bebas 若者











morfem bebas A



morfem bebas +



N



1.2.2. Fukugoudoushi Kemudian, dari lima judul jurnal yang diambil, ada tiga jurnal yang membahas secara spesifik mengenai kata verba majemuk, atau yang dalam bahasa Jepang disebut sebagai fukugoudoushi. Dalam pembentukan fukugougo, ada kemungkinan mengenai pergeseran makna, dan hal tersebut pula yang terjadi dengan fukugoudoushi. Dalam jurnal berjudul “Analisis Fukugoudoushi yang Menggunakan Kata Kerja Komu Sebagai Pembentuk Makna dalam Kamus Kohongo Yourei Jiten”, yang ditulis oleh Dinda Audita Perdanansyah, verba majemuk ~ こ む memiliki makna yang berbeda dengan kata dasarnya yang dalam verba tunggalnya memiliki arti menjadi penuh dan menjadi ramai. Namun, apabila dijadikan verba majemuk, maka 10



artinya bergeser. Artinya bisa sekadar sesuai dengan verba unsur pertamanya, seperti 飲 み 込 む yang apabila diterjemahkan artinya mirip dengan verba unsur pertama, yaitu minum. Ada juga yang artinya mendekati makna verba tunggal ~ こ む (perbuatan verba unsur pertama diikuti dengan ~こむ), seperti 投げ込む yang berarti melempar ke dalam. Makna “ke dalam” artinya seperti berusaha memenuhi suatu objek. Pola dari 投げ込む adalah perbuatan verba unsur pertama yang diikuti (diberi keterangan tambahan) oleh verba gabungannya (verba majemuk). Pola lain yang artinya mendekati yaitu perbuatan verba majemuk ( 込 む ) diikuti perbuatan verba unsur pertama, seperti



落 ち 込 む



yang artinya



mencampurkan. Lalu, ada dua pola lain yang artinya tidak berhubungan dengan ~込む, yaitu ~ 込 む yang berperan sebagai pengganti kosakata lain seperti pada 考 え 込 む dan gabungan verba unsur pertama dan ~込む yang menjadi sulit dianalisis, seperti 打ち 込む yang artinya bisa menjadi merasa antusias. Dari berbagai verba majemuk ~込む, sangat jarang yang artinya benar-benar mendekati makna verba tunggal 込む (menjadi penuh, menjadi ramai). Hal tersebut juga terjadi pada verba majemuk ~ 切 る , yang verba tunggalnya memiliki makna memotong. Berikut adalah hasil analisis dalam jurnal yang membahas verba majemuk ~ 切 る , dengan judul “Makna Verba Majemuk ~Kiru dalam Bahasa Jepang” oleh Taqdir







Setsudan (pemotongan) Menunjukkan pemotongan objek secara fisik dengan sebuah cara seperti yang ditunjukkan dalam verba awal (zenkoudoushi) yang melekat pada verba kiru. Contoh : 前歯で髪切りやすいように、薄くて細長くするといいということです。 Maeha de kamikiri yasui youni, usukute hosonagaku suru to ii to iu koto desu. Supaya dapat dengan mudah digigit dengan gigi depan merupakan hal yang baik apabila dipotong tipis dengan memanjang. (nhk.or.jp: 01/01/2013) Verba majemuk kamikitta merupakan pembentukan dari verba kamu ‘menggigit’ dan kiru ‘memotong’. Jika dilihat dari sudut pandang aspek, verba kamu yang melekat pada verba kiru tersebut merupakan verba kontuinitas (keizokudoushi). Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang pelaku dan objeknya, verba tersebut merupakan verba 11



ishidoushi yakni verba menyatakan maksud atau niat dalam bentuk transitif (tadoushi) yang dalam penggunaannya memerlukan objek. Objek dalam kalimat ini adalah katai niku ‘daging yang keras’. Verba majemuk kamikitta dalam kalimat ini secara singkat mengandung makna ‘menggigit’, namun jika dijabarkan makna yang ditimbulkan menjadi ‘memotong dengan cara menggigit’. Dapat dilihat bahwa dalam verba majemuk kamikitta masih melekat makna dasar dari verba kiru dan juga masih melekat makna dari verba awalnya yaitu verba kamu. 母親が夫と三つの子供ののどをナイフでかき切ったあと、自らも胸を刺 して窓から飛び降りた。 Hahaoya ga otto to mittsu no kodomo no nodo o naifu de kakikitta ato, mizukaramo mune o sashite mado kara tobiorita. Setelah seorang ibu merobek tenggorokan suami dan ketiga anaknya, ia pun menusuk dadanya sendiri dan menjatuhkan diri dari jendela. (Himeno, 1999: 176) Verba majemuk kakikitta merupakan pembentukan dari verba kamu ‘menggaruk’ dan kiru ‘ memotong’. Jika dilihat dari sudut pandang aspek, verba kaku yang melekat pada verba kiru tersebut merupakan verba kontuinitas (keizokudoushi). Sedangkan, jika dilihat dari sudut pandang pelaku dan objeknya, verba tersebut merupakan verba ishidoushi yakni verba yang menyatakan maksud niat dalam bentuk transitif (tadoushi) yang dalam penggunaannya memerlukan objek. Objek dalam kalimat ini adalah otto to mittsu no kodomo no nodo ‘tenggorokan suami dan ketiga anaknya. Verba majemuk kakikitta dalam kalimat ini secara singkat mengandung makna ‘merobek’, namun jika dijabarkan makna yang ditimbulkan menjadi ‘memotong dengan cara seolah-olah menggaruknya’. Dapat dilihat bahwa dalam verba majemuk kakikitta masih melekat makna dasar dari verba kiru dan juga masih melekat makna dari verba awalnya yaitu verba kaku. Dari kedua contoh di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa verba awal yang melekat pada verba kiru merupakan verba kontuinitas (keizokudoushi), serta verba yang menyatakan maksud atau niat (ishidoushi) dalam bentuk transitif (tadoushi). Makna verba kiru secara leksikal masih muncul, yang menhasilkan makna setsudan ‘pemotongan’. 12



 Shuketsu (selesai atau berakhir)



Menunjukkan pemutusan/pemotongan suatu tindakan sehingga kegiatan tersebut tidak dilakukan lagi. Contoh : 彼は彼女のことをきっぱりと思い切った。 Kare wa kanojo no koto o kippari to omoikitta. Dia dengan tegas telah melupakan pacaranya.



(Sugimira, 2008: 1) Verba majemuk omoikitta merupakan pembentukan dari verba omou ‘memikirkan’ dan kiru ‘ memotong’. Jika dilihat dari sudut pandang aspek, verba omou yang melekat pada verba kiru tersebut merupakan verba kontuinitas (keizokudoushi). Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang pelaku dan objeknya, verba tersebut merupakan verba ishidoushi yakni verba yang menyatakan maksud atau niat dalam bentuk transitif (tadoushi) yang dalam penggunaannya memerlukan objek. Objek dalam kalimat ini adalah kanojo no koto ‘keadaan pacar’. Verba majemuk omoikitta dalam kalimat ini secara singkat mengandung makna ‘melupakan’, namun jika dijabarkan makna yang ditimbulkan menjadi ‘mengakhiri kegiatan memikirkan’. Dapat dilihat bahwa dalam verba majemuk omoikitta masih melekat makna dasar dari verba kiru dan juga masih melekat makna dari verba awalnya yaitu verba omou.



彼はどうしらの説得を振り切って店を出たという。 Kare wa doushira no settoku o furikitte mise o deta to iu. Katanya dia menolak bujukan dari atasannya dan keluar dari toko. (Himeno, 1999: 176) Verba majemuk furikitte merupakan pembentukan dari verba furu ‘menggoyang’ dan kiru ‘memotong’. Jika dilihat dari sudut pandang aspek, verba kaku yang melekat pada verba kiru tersebut merupakan verba kontuinitas (keizokudoushi). Sedangkan jika 13



dilihat dari sudut pandang pelaku dan objeknya, verba tersebut merupakan verba ishidoushi yakni verba yang menyatakan maksud atau niat dalam bentuk transitif (tadoushi) yang dalam penggunaannya memerlukan objek. Objek dalam kalimat ini adalah doushira no settoku ‘bujukan atasan’. Verba majemuk furikitte dalam kalimat ini secara singkat mengandung makna ‘menolak’, namun jika dijabarkan makna yang ditimbulkan menjadi ‘menghentikan kegiatan membujuk yang dilakukan oleh atasannya’. Dapat dilihat bahwa dalam verba majemuk kakikitta masih melekat makna dasar dari verba kiru dan juga masih melekat makna dari verba awalnya yaitu verba furu. Dari kedua contoh di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa verba awal yang melekat pada verba kiru merupakan verba kontuinitas (keizokudoushi), serta verba yang menyatakan maksud atau niat (ishidoushi) dalam bentuk transitif (tadoushi). Makna verba kiru secara leksikal masih muncul, yang menghasilkan makna shuketsu ‘selesai/berakhir’ Sedangkan, berikut adalah makna verba majemuk kiru dari segi sintaksis:







Kyokudo (luar biasa, tak terhingga)



Menyatakan suatu keadaan yang mengandung makna adanya perubahan suatu tingkatan dan sebagai hasilnya muncul suatu akibat dari keadaan tersebut. Makna verba kiru dalam hal ini menunjukkan suatu perubahan yang berkembang (bergerak maju) sampai mencapai suatu tingkat yang luar biasa (kyokudo). Verba majemuk kiru yang bermakna kyokudo ini dibagi atas 3 kelompok yaitu:







Menunjukkan gejala alamiah shizen genshou Menyatakan suatu keadaan yang terjadi secara alamiah yang mengakibatkan munculnya suatu akibat dari kejadian alamiah tersebut. この川の水はゴミや生活破水で汚れきっている。 Kono kawa no mizu wa gomi ya seikatsuhaisui de yogorekitte iru. Air sungai ini benar-benar telah tercemari oleh sampah dan limbah rumah tangga. (Nitta, 2007: 40) 14



Verba majemuk yogorekitte iru merupakan pembentukan dari verba yogoreru ‘kotor’ dan kiru ‘memotong’. Jika dilihat dari sudut pandang aspek, verba yogoreru yang melekat pada verba kiru merupakan verba fungtual (shunkandoushi). Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang pelaku dan objeknya, verba tersebut merupakan verba muishidoushi yakni verba yang tidak menyatakan maksud atau niat dalam bentuk intransitive (jodoushi) yang dalam penggunaannya tidak memerlukan objek. Verba majemuk yogorekitte iru dalam kalimat ini secara singkat mengandung makna ‘benar-benar tercemari’. Dapat dilihat bahwa dalam verba majemuk yogorekitte iru tidak lagi melekat makna dasar dari verba kiru ‘memotong’, tetapi memiliki makna baru ‘benar-benar’. Dalam kalimat tersebut menggambarkan keadaan dari sebuah secara alamiah yaitu air sungai yang menjadi kotor yang disebabkan oleh sampah dan limbah rumah tangga.







Menunjukkan gejala fisiologi seiriteki genshou Menyatakan suatu keadaan yang ‘benar-benar’ secara fisiki dari makhluk hidup. 体が冷え切っているが、まだ死んでわない。 Karada ga hiekitteiru ga, mada shindewa inai. Badannya benar-benar telah menjadi dingin, tetapi dia belum meninggal.



(Nitta, 2007: 40) Verba majemuk hiekitte iru merupakan pembentukan dari verba hieru ‘menjadi dingin’ dan kiru ‘ memotong’. Jika dilihat dari sudut sudut pandang aspek, verba hieru yang melekat pada verba kiru merupakan verba fungtual (shunkandoushi). Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang pelaku dan objeknya, verba tersebut merupakan verba muishidoushi yakni verba yang tidak menyatakan maksud atau niat dalam bentuk intransitive (jidoushi) yang dalam penggunaannya tidak memerlukan objek. Verba majemuk hiekitte iru dalam kalimat ini secara singkat mengandung makna ‘benar-benar menjadi dingin’. Dapat dilihat bahwa dalam verba majemuk hiekitte iru 15



tidak lagi melekat makna dasar dari verba kiru ‘memotong’, tetapi memiliki makna baru ‘benar-benar’. Dalam kalimat tersebut menggambarkan keadaan fisiologi atau fisik seseorang yang telah menjadi dingin seolah-olah telah meninggal, tetapi keadaanya belum meninggal.



 Menunjukkan gejala pergerakan emosi atau jiwa kanjou to seishin no hataraki



Menyatakan suatu keadaan yang ‘benar-benar’ dari jiwa seseorang. P 子先生は「校長は私に何も相談してくれない」とひがみきっている。 P ko sensei wa “kouchou wa watashi ni nanimo shoudanshite kurenai” to higamikitte iru. Guru P benar-benar berprasangka bahwa ‘kepala sekolah tidak berembuk apa pun dengannya’.



(Himeno, 1999: 188) Verba majemuk higamikitte iru merupakan pembentukan dari verba higamu ‘berprasangka’ dan kiru ‘ memotong’. Jika dilihat dari sudut pandang aspke, verba higamu yang melekat pada verba kiru merupakan verba fungtual (shunkandoushi). Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang pelaku dan objeknya, verba tersebut merupakan verba ishidoushi yakni verba yang menyatakan maksud atau niat dalam bentuk intransitive (jidoushi) yang dalam penggunaannya tidak memerlukan objek. Verba majemuk higamikitte iru dalam kalimat ini secara singkat mengandung makna ‘benar-benar berprasangka’. Dapat dilihat bahwa dalam verba majemuk higamikitte iru tidak lagi melekat makna dasar dari verba kiru ‘memotong’, tetapi memiliki makna baru ‘benar-benar’. Dalam kalimat tersebut menggambarkan keadaan dari jiwa subjek pelaku yang memiliki prasangka terhadap seseorang. Dari ketiga contoh di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa verba awal yang melekat pada verba kiru merupakan verba fungtual (shunkandoushi), serta verba yang menyatakan maksud atau niat (ishidoushi) dan verba yang tidak menyatakan maksud atau niat (muishidoushi) dalam bentuk intransitif (jidoushi).



16



Makna verba kiru secara leksikal tidak lagi muncul, tetapi menghasilkan makna baru secara sintaksis yaitu makna kyokudo ‘luar biasa / tak terhingga’.



 Kansui ‘selesai’



Menyatakan suatu aktivitas yang dilakukan secara tuntas sesuai dengan target yang direncanakan serta memiliki kesan bahwa aktivitas tersebut dilakukan dengan usaha yang keras dan si pelaku mengalami kesusahan/ kesulitan untuk mencapai taget tersebut. Target yang dimaksudkan dapat berupa target secara kuantitas maupun kualitas. Untuk jelasnya perhatikan contoh berikut ini : 彼はマラソンで42.195キロを走りきった。 Kare wa marason de 42.195 kiro o hashirikitta. Dia telah selesai berlari sepanjang 42.195 km pada perlombaan marathon



(Sugimira, 2008: 1). Verba majemuk hashirikitta merupakan pembentukan dari verba hashiru ‘berlari dan kiru ‘memotong’. Jika dilihat dari sudut pandang aspek, verba hashiru yang melekat pada verba kiru merupakan verba kontuinitas (keizokudoushi). Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang pelaku dan objeknya, verba tersebut merupakan verba ishidoushi yakni verba yang menyatakan maksud atau niat dalam bentuk intransitif (jidoushi) yang dalam penggunaannya tidak memerlukan objek. Verba majemuk hashirikitta dalam kalimat ini secara singkat mengandung makna ‘selesai berlari’, namun jika dijabarkan makna yang ditimbulkan menjadi ‘selesai melakukan satu aktivitas’. Dapat dilihat bahwa dalam verba majemuk hashirikitta tidak lagi melekat makna dasar dari verba kiru ‘memotong’, tetapi memiliki makna baru ‘selesai’. Dalam kalimat tersebut mengandung makna bahwa kegiatan berlari telah selesai dilakukan sesuai dengan target yang telah direncanakan. Target yang dimaksudkan adalah ’42.195 km’, tetapi apabila objek dalam kalimat tersebut diganti dengan objek yang tidak mengandung makna sebuah target maka kalimat tersebut tidak berterima secara sintaksis. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut: 彼は運動会を走りきった。 17



Kare wa undoukai o hashirikitta. Dia telah selesai berlari melintas lapangan olahraga. (Iori, 2001: 94) Kata undokai di atas tidak memiliki makna sebuah target yang direncakan tetapi hanya bermakna sebuah objek yang dilalui berlari sehingga kalimat tersebut tidak berterima secara sintaksis. わすか二週間で書板の二万部を売り切った。 Wasuka ni shuukan de shoban no nimanbu o urikitta. Sedikitnya dalam waktu 2 minggu telah laris terjual dua ribu eksamplar edisi pertama. (Himeno, 1999: 178) Verba majemuk urikitta merupakan pembentukan dari verba uru ‘menjual’ dan kiru ‘memotong’. Jika dilihat dari sudut pandang aspek, verba uru yang melekat pada verba kiru tersebut merupakan verba kontuinitas (keizokudoushi). Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang pelaku dan objeknya verba tersebut merupakan verba ishidoushi yakni verba yang menyatakan maksud atau niat dalam bentuk transitive (tadoushi) yang dalam penggunaannya memerlukan objek. Objek dalam kalimat ini adalah shoban no nimanbu ‘dua ribu eksamplar edisi pertama’. Verba majemuk urikitta dalam kalimat ini secara singkat mengandung makna ‘laris terjual’, namun jika dijabarkan makna yang ditimbulkan menjadi ‘telah menjual sesuatu sampai habis’. Dapat dilihat bahwa dalam verba majemuk urikitta tidak lagi melekat makna dasar dari verba kiru ‘memotong’, tetapi memiliki makna baru ‘selesai’. Dalam kalimat tersebut mengandung makna bahwa pelaku telah menjual barang sampai habis dan itu semua sesuai dengan harapan dari pelaku. Pelaku dalam kalimat ini dielipsis (dihilangkan) yang menurut hemat penulis pelakunya adalah perusahan penerbit. Dari kedua contoh di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa verba awal yang melekat pada verba kiru merupakan verba kontuinitas (keizokudoushi), serta verba yang menyatakan maksud atau niat (ishidoushi) dalam bentuk transitif (tadoushi) dan intransitif (jidoushi).



18



Makna verba kiru secara leksikal tidak lagi muncul, tetapi menghasilkan makna baru secara sintaksis yaitu makna kansui ‘penyelesaian’. Selanjutnya adalah pembahasan mengenai verba majemuk ~出る, yang dibahas dalam jurnal “Fukugoudoushi Deru Sebagai Unsur Pembentuk Akhir Verba (Koukoudoushi) Bahasa Jepang”. Dalam jurnal ini menghasilkan tujuh poin analisa. 1. Melekat pada verba intransitive (Jidoushi) Menurut Niimi (1987:73) verba ~deru dapat melekat pada verba transitif (Tadoushi) dan intransitive (Jidoushi). 血管が浮き出る理由の一つに老化があります。 Kekkan ga ukideru riyuu no hitotsu ni rouka ga arimasu. ‘terdapat tanda-tanda salah satu alasan menyembulnya pembuluh darah’. V1 原型 +



V2



浮き







出る



= 



浮き出る



uki



deru



ukideru



‘mengapung’



‘keluar’



‘mengambang’



自動詞 Jidoushi







自動詞 Jidoushi







自動詞 Jidoushi



Verba majemuk ‘uideru’ secara struktur terbentuk dari verba uki (uku) dan verba deru. Verba uki merupakan verba intransitif atau jidoushi, digabungkan dengan verba deru yang merupakan verba intransitif (jidoushi) juga menjadi verba ‘ukideru’ yang juga merupakan verba Jidoushi. Jika dilihat dari segi makna, uki mempunyai makna ‘mengapung’ dan deru berarti ‘keluar’ dan jika digabungkan maka muncul makna dari ukideru yakni ‘mengambang’.



2. Melekat pada verba transitif (Tadoushi) ピーターは、昇給を願い出た。 Piitaa wa, shoukyuu o negaideta. ‘Peter mengajukan kenaikan gaji (pada Bosnya)’. 19



V1 原型







V2



願い







出る



= 



願い出る



negai



deru



negaideru



‘memohon’



‘keluar’



‘menyerahkan’



他動詞







Tadoushi



自動詞







Jidoushi



他動詞 Tadoushi



Verba majemuk ‘negaideru’ secara struktur terbentuk dari verba negai (negau) dan verba deru. Verba negai merupakan verba transitif atau tadoushi, digabungkan dengan verba deru yang merupakan verba intransitif atau jidoushi juga menjadi verba ‘negaideru’ yang merupakan verba Tadoushi. Jika dilihat dari segi makna, negai mempunyai makna ‘memohon’’ dan deru berarti ‘keluar’ dan jika digabungkan maka muncul makna dari negaideru yakni ‘menyerahkan’. 3. Melekat pada verba Ishisei



(Verba yang dilakukan berdasarkan keinginan



pelaku) Menurut Niimi (1987:73) verba deru dapat pula melekat pada verba isshisei dan muishisei. トップに躍り出る。 Toppu ni odorideru. ‘Melompat ke atas’ V1 原型







V2



躍り







出る



= 



願い出る



Odori



deru



Odorideru



‘menari’



‘keluar’



‘melompat’



意思製







意思製



Ishisei



Ishisei



20



Fukugodoushi ‘odorideru’ terdiri dari verba ‘odori’ yang merupakan verba ishisei atau verba yang dilakukan berdasarkan keinginan pelaku. Verba ‘odori’ memiliki arti ‘menari’, yang pada umumnya menari adalah kegiatan yang dilakukan berdasarkan keinginan dari pelaku. Verba ‘odori’ digabungkan bersama verba ‘deru’ dan membentuk ‘odorideru’ yang berarti ‘melompat’. ‘melompat’ merupakan kegiatan yang dilakukan berdasarkan keinginan pelaku atau ishisei doushi. 4. Melekat pada Muishisei no doushi 彼の額に汗が吹き出た。 Kare no hitai ni ase ga fukideta. ‘Muncul keringat dari dahinya’. V1 原型







V2



吹き







出る



Fuki ‘bertiup’



deru ‘keluar’



無意思製 Muishisei







= 



吹き出る Fukideru ‘muncul’ 無意思製 Muishisei



Fukugoudoushi ‘fukideru’ terdiri dari verba ‘fuki’ dan ‘deru’ menjadi ‘fukideru’. Verba ‘fuki’ merupakan genkei dari ‘fuku’ yang berarti ‘bertiup’ yang merupakan ‘muishisei doushi’ atau verba yang dilakukan tidak berdasarkan keinginan pelaku. ‘fukideru’ juga merupakan ‘muishisei doushi’ karena berarti ‘muncul’ dan muncul merupakan kegiatan yang kadang tidak diinginkan pelaku.



5. Melekat pada verba kontinyu karena waktu yang dilakukan tidak sesaat (Keizoku no doushi) Menurut Niimi (1987:73) verba deru dapat pula melekat pada verba kontinyu (Keizoku no doushi).



21



団地から抜け出て、良かったこと、悪かったことを教えてください。 Danchi kara nukedete, yokatta koto, warukatta koto o oshiete kudasai. ‘Menyelinap dari kompleks perumahan, itu hal yang baik, tolong katakan pada saya kalau itu adalah hal yang buruk’. V1 原型







V2



抜け







出る



= 



抜け出る



nuke



deru



nukederu



‘Mencabut’



‘keluar’



‘melampaui’



継続の動詞







Keizoku no doushi



継続の動詞 Keizoku no doushi



‘nukederu’ dibentuk dari verba ‘nuke’ dan ‘deru’. Verba ‘nukeru’pada kalimat itu dapat diartikan sesuai konteks menajdi ‘terlepas’ lalu bergabung dengan verba ‘deru’ yang berarti keluar dan menjadi ‘nukederu’ yang berarti ‘menyelinap’. Menyelinap merupakan verba kontinyu karena waktu yang dilakukan tidak sesaat (keizoku no doushi). 6. Melekat pada verba shunkansei マンホールから雨水があふれ出た。 Manhooru kara amamizu ga afuredeta. ‘Dari lubang got, meluap air hujan’. V1 原型







V2



あふれ







出る



= 



あふれ出る



afure



deru



afurederu



‘Meluap’



‘keluar’



‘meluap’



瞬間の動詞 Shunkan no doushi







瞬間の動詞 Shunkan no doushi



22



Fukogodoushi afurederu terdiri dari verba afure (afureru) dan deru. Verba afure melekat pada deru menjadi afurederu yang berarti ‘meluap’. Afure merupakan shunkan doushi atau verba yang dilakukan hanya sesaat. ‘afurederu’ mempunyai arti yang sama, namun verba deru berperan sebagai penjelas dan menekankan verba ‘afure’ dan memberi kesan bahwa ada hal yang meluap keluar dari suatu tempat karena tidak dapat menampung.



7. Melekat pada verba Joutaisou 心から湧き出た質問に、いい質問も悪い質問もない。 Kokoro kara wakideta shitsumon ni, ii shitsumon mo warui shitsumon mo nai. ‘Pertayaan yang terlintas dari hati, tidak ada pertanyaan baik maupun buruk’.



V1 原型







V2



湧き







出る



= 



湧き出る



waki



deru



wakideru



‘Memancar’



‘keluar’



‘memancar’



状態の動詞







状態の動詞



Joutai no doushi



Joutai no doushi



Fukugoudoushi wakideta terbentuk dari verba ‘waki’ (waku) dan ‘deru’. Verba ‘waku’ yang berarti ‘menyembur’ tapi di atas diartikan sesuai konteks menjadi ‘memancar’. Ketika ditempelkan dengan verba ‘deru’ artinya berubah menjadi ‘terlintas’. Terlintas merupakan verba yang menggambarkan keadaan atau joutaisou no doushi.



1.2.3. Fukugoumeishi Sama seperti fukugodoushi, fukugoumeishi pun ada yang artinya berhubungan 23



dekat dengan meishi yang menjadi unsur fukugoumeishi dan ada juga yang berhubungan agak jauh dengan dengan meishi yang menjadi unsur fukugoumeishi. Yang terakhir disebutkan biasanya perlu dipikirkan lebih jauh, seperti 月食. Jika diliat unsur kanjinya saja, maka bisa jadi artinya seperti “memakan bulan”, namun arti sebenarnya adalah “gerhana bulan”. Hal itu tetap memiliki hubungan, yaitu saat gerhana bulan, bulan seakan-akan seperti ‘sedang dimakan’. Jurnal yang diambil untuk fukugoumeishi adalah “Proses Pembentukan Kata Majemuk dari Kanji 月 (Tsuki; Getsu; Gatsu)”. Dalam jurnal tersebut, ditemukan bahwa fukugoumeishi dengan 月 dibentuk berdasarkan pola struktur berikut (yang juga dapat berlaku pada kata majemuk nomina lainnya): 



Kata Majemuk Adj + 月 Oborodzuki ( 朧 月 ) kata majemuk ini memiliki makna bulan berkabut. Struktur kata yang membentuknya adalah kata sifat-NA 朧



/oboro/



ditambah dengan nomina 月 /tsuki/ menghasilkan nomina majemuk 朧月 /oborodzuki/. 



Kata Majemuk 月 + N Tsukiban (月番) kata majemuk ini memiliki makna tugas bulanan, giliran kerja bulanan. Struktur kata yang membentuknya adalah nomina 月 /tsuki/ ditambah dengan nomina 番 /ban/ sehingga membentuk kata majemuk nomina 月番 /tsukiban/.



 Kata Majemuk N +月 Fuugetsu ( 風 月 ) kata majemuk ini memiliki makna keindahan alam. Struktur kata yang membentuknya adalah nomina 風



/fuu/ ditambah



dengan nomina 月 /getsu/ sehingga membentuk kata majemuk nomina 風 月 /fuugetsu/.







Kata Majemuk V +月 Umidzuki ( 産 み 月 ) kata majemuk ini memiliki makna akhir bulan kehamilan. Struktur kata yang membentuknya adalah verba 産 み /umi/ ditambah dengan nomina 月 /tsuki/ sehingga membentuk kata majemuk nomina 産み月 /umidzuki/. 24







Kata Majemuk 月+ V Tsukihajime ( 月 始 め ) kata majemuk ini memiliki makna “awal bulan”. Struktur kata yang membentuknya adalah nomina 月



/tsuki/ ditambah



dengan verba 始め /hajime/ sehingga membentuk kata majemuk nomina 月 始め /tsukihajime/. 1.3 Simpulan dari kumpulan Jurnal Kata majemuk (fukugougo) terdiri dari beberapa unsur kata yang masing-masing memiliki makna tetapi memiliki makna tersendiri setelah mengalami proses penggabungan. Kata majemuk pada bahasa Jepang terdiri dari empat jenis yaitu, fukugoudoushi (kata kerja majemuk), fukugoumeishi (kata benda majemuk), fukugoukeiyoushi (kata sifat majemuk), dan



fukugoufukushi (adverbia majemuk). Kelas kata dengan kata majemuk terbanyak



terdapat pada fukugoudoushi. Walaupun berbeda kelas kata, hal yang terjadi pada setiap jenis fukugougo adalah sama, yakni terdapat berbagai kemungkinan seperti jika dua kata benda saling mengalami pemajemukan, akan terjadi dua kemungkinan, yaitu kedua kata benda dapat berupa morfem bebas dan salah satunya dapat berupa morfem terikat, jika terjadi perubahan bunyi alomorf. Kemungkinan lainnya adalah, saat proses pemajemukan kata benda dan kata kerja terjadi, kata benda akan mengalami perubahan dan terindikasi menjadi kata benda baik saat berada pada posisi depan maupun posisi belajang. Jika proses pemajemukan terhadap nomina dan adjektiva, maka poin yang didapat adalah jika kata sifat berada di depan kata benda, maka kata sifat akan menjadi morfem bebas, sedangkan jika berada di belakang kata benda, maka akan menjadi morfem terikat.



25



BAB II PEMBAHASAN 2.1.



Pendahuluan Pembahasan Dari kelima jurnal mengenai fukugougo yang didapatkan, penyusun menemukan



bahwa tidak ada satupun dari jurnal tersebut yang membahas mengenai hen’on genshou dari kata majemuk. Penyusun menyimpulkan bahwa adanya hen’on genshou memiliki hubungan erat dengan fukugougo, karena dalam pembentukan fukugougo kerap kali ditemukan adanya perubahan fonem walaupun tidak selalu demikian. Hen’on genshou adalah gejala perubahan suara saat pembentukan kata majemuk (The Monthly Nihongo edisi Februari 2001, 2001:49) Oleh karenanya, sebagai perluasan terhadap apa yang telah dikaji oleh jurnal yang ditemukan, penyusun akan membahas mengenai hen’on genshou dalam pembentukan fukugoumeishi. Topik fukugoudoushi tidak diperluas mengenai hen’on genshou-nya dikarenakan sudah ada kaidah tertentu untuk pembentukan fukugoudoushi, yakni: a. Ketika ichidandoushi bergabung dengan doushi unsur kedua yang menjadi pembentuk makna, maka terjadi penggalan kata tersebut (verba kepala ~masu, dipenggal ~masu nya). Contohnya 上がり込む (上がります + 込む).



26



b. Ketika goudan doushi bergabung dengan doushi yang menjadi pembentuk kata, maka terjadi penggalan kata (verba kepala ~masu, lalu dipenggal ~masu nya). Contohnya 当て込む (当てます + 込む). Fukugoumeishi yang dijadikan bahan bahasan dalam jurnal yang ditemukan adalah fukugoumeishi dengan kanji 月. Oleh karenanya, penyusun akan menjadikan fukugoumeishi dengan kanji 月 sebagai bahan penelitian. Sebagai perbandingannya, maka penyusun juga menambahkan fukugoumeishi dengan kanji 足 dan 空. Untuk makalah ini, penyusun merumuskan permasalahan ini dengan beberapa pertanyaan, yaitu: 1. Apa saja jenis hen’on genshou dari setiap fukugoumeishi dengan kanji 月, 足, dan 空? 2. Fukugoumeishi dengan cara baca apa (on’yomi atau kun’yomi) yang mengalami hen’on genshou? 3. Fukugoumeishi unsur mana yang mengalami hen’on genshou? 4. Apakah hanya huruf yang dapat ditempelkan dakuten dan handakuten saja yang dapat mengalami hen’on genshou?



2.2. Landasan Teori 2.2.1 Fukugougo Dalam Kokugojiten (1999:1175), Fukugougo yaitu: 本来独立した単語が二つ以上結合して、新たに一つの単語としての意味・機能をも つようになったもの。「ほんばこ(本箱)」「やまざくら(山桜)」「かきあらわ す(書き表す)」などの類。」 Honrai dokuritsu shita tango ga futatsu ijou ketsugou shite, arata ni  hitotsu no tango toshite no imi – kinou wo motsu youni natta mono.  [Honbako] [yamazakura] [kakiarawasu] nado no tagui. Dua buah kata atau lebih yang bergabung, dan membentuk satu kata baru yang memiliki makna dan fungsi tertentu. (seperti honbako,  yamazakura, dan kakiawarasu) (Matsumura (1999;69)) 2.2.2 Fukugoumeishi Menurut Masako (2005:68) dalam Shinpan Nihongo Kyouiku Jiten, fukugoumeishi yaitu: 後の語が名詞のとき前には主に名詞•形容詞語幹•動詞 連用形が来る「秋草、青草、枯れ草」



27



Ato no go ga meishi no toki mae ni wa omo ni meishi -keiyoushigokan - doushi renyoukei ga kuru (akikusa, aokusa, karekusa). Gabungan kata dimana kata yang terletak dibelakang adalah kata benda, dan kata yang terletak di depan adalah kata benda, kata sifat, atau kata kerja. Contoh: akikusa (rumput musim gugur), aokusa (rumput hijau), dan karekusa (rumput kering) (Masako (2005:68) 2.2.3 Hen'on gensou  Dalam The Monthly Nihongo edisi Februari (2001:49), Hen’on gensou yaitu: 合成語を作ったときの音が変化する現象(変音現象)をいう。 Gouseigo wo tsukutta toki no oto ga henka suru genshou (hen’on  genshou) wo iu. Mengatakan gejala yang merubah suara saat membuat kata majemuk  (gejala suara aneh). (The Monthly Nihongo edisi Februari 2001:49) 1. Rendaku 連濁(れんだく) Perubahan bunyi konsonan pada kata yang kedua. -



Contoh :



ひと + ひと → ひとびと Hito + hito = Hitobito て + かみ → てがみ Te + kami = Tegami 2. Sokuon-bin 促音便 (そくおんびん) Sokuonbin terjadi pada renyoukei (bentuk MASU) dari verba yang morfem keduanya berupa suku kata {I, ri, ti} serta {ki}. Atau jika bermula dari verba bentuk kamus, setiap verba yang berakhiran suara/huruf U, TSU, RU (うつる) serta KU (く) pada verba iku akan berubah menjadi TTE (って). 行く + って = 行って Iku



+



tte



= Itte



3. Ten-on 転音(てんおん) 28



Ten-on adalah perubahan atau penggantian vokal pada akhir atau kata sebelumnya. -



Contoh :



あめ(雨)+ かさ(傘)→ あまがさ(雨傘) Ame



+



kasa



=



Amagasa



4. On-in Datsuraku 音韻脱落(おんいんだつらく) On-in datsuraku adalah pelesapan fonem. -



Contoh :



かわ(河)







はら(原)







かわら(河原)



kawa







hara







kawara



5. Hatsuon-ka 撥音化 (はつおんか) Hatsuon-ka merupakan perubahan pelafalan (biasa dipakai dalam percakapan dan bertujuan untuk memudahkan pelafalan). -



Contoh :



ぶつ+なぐる(殴る)=ぶん殴る(ぶんなぐる) Butsu + naguru = bunnaguru. みなさん > みんな Minasan > Minna. 6. Handakuon-ka 半濁音化(はんだくおんか) Handakuon-ka yaitu perubahan bunyi yang terjadi jika unsur kedua berawalan huruf ha, hi, fu, he, atau ho. Perubahannya menjadi bunyi pa, pi, pu, pe, po. -



Contoh :



ぜつ(絶)+ひん(品)=ぜっぴん(絶品) Zetsu + hin = zeppin 7. On-intenka 音韻添加(おんいんてんか) On-intenka merupakan penambahan sebuah fonem untuk membantu pelafalan. -



Contoh :



ま(真)+なか(中)=真ん中 Ma



+



naka



=



Mannaka



8. Renjyou 連声(れんじょう) Renjyou merupakan perubahan bunyi yang terjadi jika unsur pertma diakhiri dengan M/N/T dan unsur kedua diawali dengan huruf deretan A/YA/WA, perubahan bunyi tersebut menjadi MA/NA/TA. 29



-



Contoh :



はん(反)+応(おう)= はんのう(反応) Han



+



ou







Hannou.



天(てん)



+



皇 (わう)



=



てんのう(天皇)



Ten



+



wau



=



Tennou



(Sumber : https://jn1et.com/hennonngennshou/ )



2.3 Analisis 2.3.1



Pembagian Jenis Hen’on Genshou Berikut adalah penggolongan jenis hen’on genshou dari fukugoumeishi yang mengalami perubahan fonem. 連濁



No . 1.



撥音化



音韻脱落



連声



涼暮月



月収



夜空



裸足



(Bulan keenam)



(Pendapatan



(Langit malam)



(Bertelanjang



2.



燕去り月



bulanan) 月謝



寒空



3.



(Bulan kedelapan) 寝覚め月



(Iuran bulanan) 月光



4.



(Bulan kesembilan) 卯月(Bulan



(Cahaya bulan) 月刊



5.



keempat) 満足(Puas)



(Terbit bulanan) 月経



6.



(Menstruasi) 発足



7.



(Inaugurasi) 一足



8.



(Sepasang) 逸足



kaki) (Cuaca dingin)



(Pelari cepat) Untuk kategori hen’on genshou lain (ten’on, sokuonka, hantakuonka, on’intenka, on’inyuugou) tidak ditemukan fukugoumeishi yang sesuai. Kemudian, ada juga fukugoumeishi yang tidak mengalami hen’on genshou, yakni: 30



No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.



2.3.2



服後名詞 霜月 半月 何月 不足 両足 遠足 補足 俊足 充足 義足 上足 豚足 二足 軍足 星空 秋空 大空 朝空 冬空 美空 身空 初空 青空 手足 出足 片足 客足 前足



意味 Bulan kesebelas Setengah bulan Bulan apa Ketidakcukupan Kedua kaki Tamasya Tambahan Pelari cepat Kecukupan Kaki palsu Gaji tinggi Kaki babi Dua kaki Kaos kaki tantara Langit berbintang Langit musim gugur Surga Langit pagi Langit musim dingin Langit cantik Badan Langit tahun baru Langit biru Tangan dan kaki Mulai Satu kaki Pelanggan Kaki depan



Identifikasi dan Simpulan Untuk identifikasi dan simpulan ini, penyusun akan mengambil data yang dianggap paling mewakili. Pada awalnya, jika dilihat dari fukugoumeishi dengan kanji



月 , penyusun



menyimpulkan bahwa hanya fukugoumeishi dengan cara baca kun’yomi saja yang mengalami hen’on genshou, seperti yang ditunjukkan pada tabel di atas. Berikut adalah contoh-contohnya yang mewakili: 



涼(すず)+暮(くれ)+月(つき)= 涼暮月(すずくれづき) 31



 燕(つばめ)+去り(さり)+月(つき)= 燕去り月(つばめさりづき) Namun, penyusun menyadari bahwa hal tersebut dikarenakan on’yomi kanji 月 dibaca dengan fonem /g/ yang dalam bahasa Jepang tidak dapat mengalami perubahan lagi. Penyusun pun mengambil kanji 足 sebagai pembandingnya, dan ditemukan bahwa cara baca on’yomi pun dapat mengalami perubahan. Berikut adalah contohnya: 



満(まん)+足(そく)=満足(まんぞく)



Penyusun pun awalnya menganggap bahwa hanya fukugoumeishi dengan huruf yang dapat dilekatkan dakuon dan handakuon saja yang dapat mengalami hen’on genshou. Namun, ternyata fonem あ juga dapat melebur kepada fonem lain, dan menghilangkan fonem lain, contohnya yaitu:  裸(はだか)+足(あし)=裸足(はだし) Kemudian, dari semua hen’on genshou yang diklasifikasikan, maka dapat disimpulkan bahwa hanya unsur kedua dari fukugoumeishi yang mengalami hen’on genshou.



DAFTAR PUSTAKA Himeno, Masako. 1999. Fukudoushi no Kouzou to Imi Youhou. Jepang: Hitsuji Shobou Himeno, Masako. 2005. Shinpan Nihongo Kyouiku Jiten (Nihongo Kyouiku Gakkai). Jepang: Taishikan Shoten. Matsumura, Yamaguchi. 1999. Kokugojiten. Jepang: Obunsha.



32



Sutedi, Dedi. 2008. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama Press.



SUMBER ELEKTRONIK https://jn1et.com/hennonngennshou/ (diakses pada 22 September 2019 pada pukul 21.00)



33



LAMPIRAN ANALISIS FUKUGOUDOUSHI YANG MENGGUNAKAN KATA KERJA KOMU SEBAGAI PEMBENTUK MAKNA DALAM KAMUS KIHONGO YOUREI JITEN oleh Dinda Audita Perdanansyah, Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga . ABSTRAK Bahasa Jepang kaya akan kosakata. Morita (1978) menyatakan dari hasil penelitiannya pada kamus Reikai Kokugo Jiten, 11,4% kelas kata kerja yang tertulis dalam kamus tersebut, 39,29% merupakan kata kerja majemuk. Dalam bahasa Jepang, kata kerja majemuk disebut dengan fukugoudoushi. Salah satu macam fukugoudoushi yang sering digunakan adalah V1+komu. Penggabungan dua kata menyebabkan terjadinya perubahan makna. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang terperinci agar terhindar dari kesalahan dalam pengaplikasian fukugoudoushi ~komu. Penelitian ini meneliti fukugoudoushi ~komu dalam kamus Kihongo Yourei Jiten dengan tiga rumusan masalah, yaitu: (1) Jenis kata kerja apakah yang dapat menjadi fukugoudoushi apabila digabungkan dengan kata kerja komu? (2) Bagaimana pola hubungan makna komponen pembentuk pada fukugoudoushi ~komu? (3) Bagaimana makna kata kerja komu pada fukugoudoushi ~komu?. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan teori makna ~komu Matsuda Fumiko. Dari analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pada Kihongo Yourei Jiten terdapat 26 fukugoudoushi ~komu. Jenis kata kerja yang dapat bergabung menjadi fukugoudoushi ~komu adalah jenis dousa doushi dan henka doushi. Kemudian, pada fukugoudoushi ~komu terdapat lima pola hubungan makna komponen pembentuk. Terakhir, tipe makna komu pada fukugoudoushi ~komu yang paling banyak muncul adalah tipe A. Kata kunci : fugukoudoushi –komu, kata kerja jadian, komu ABSTRACT Japanese has a lot of vocabulary. Morita (1978) states that research on the Kokugo Reikai Jiten finds out that there are 11,4% verbs written in the dictionary, which from it 39,29% are compound verbs. In Japanese, the compound verb is called fukugoudoushi. One type of fukugoudoushi that often used is V1 + komu. Combining two words causing a change of meaning . therefore, a detailed research is needed in order to avoid mistakes in application fukugoudoushi ~komu. This research analyses fukugoudoushi ~komu in Kihongo Yourei 34



Jiten with statement of problems as follow: (1) which type of verb can become a compound verb (fukugoudoushi) when combined with the verb komu? (2) what the pattern of meaning relation of the components fukugoudoushi ~komu? (3) how does the meaning of the verb komu on fukugoudoushi ~komu?. This research used descriptive qualitative method and theory meaning of ~komu from Matsuda Fumiko. Research concludes that in the Kihongo Yourei Jiten, there are 26 words that identified as fukugoudoushi ~komu. The type of verb that can become fukugoudoushi ~komu are dousa doushi and



henka doushi. Then, in



fukugoudoushi~komu there are five patterns of meaning relation of the components. Finally, the type of meaning of verb komu on fukugoudoushi ~komu widely used is type A that has internal movements meaning. Keywords: fukugoudoushi ~komu, compound verb, komu.



PROSES PEMAJEMUKAN DALAM BAHASA JEPANG oleh Harisal, Departemen Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin, Makassar. ABSTRAK Pemajemukan merupakan proses penggabungan dua buah bentuk dasar atau lebih yang berbeda untuk menghasilkan sebuah kata baru. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan proses pemajemukan kata N+N, N+V, V+N, N+A, dan A+N dalam Bahasa Jepang, dan menuliskan kaedah pemajemukannya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Populasi dari penelitian ini adalah kata majemuk Bahasa Jepang yang mengalami pemajemukan dalam koran online Asahi Shinbun. Pengambilan sampel dilakukan secara puposive untuk menunjang analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) jika dua kata benda mengalami pemajemukan, akan terjadi dua kemungkinan, yaitu kedua kata benda dapat berupa morfem bebas dan salah satunya dapat berupa morfem terikat, jika terjadi perubahan bunyi alomorf; (2) Saat proses pemajemukan kata benda dan kata kerja terjadi, kata kerja akan mengalami perubahan dan terindikasi menjadi kata benda baik saat berada pada posisi depan maupun posisi belajang; (3) dalam proses pemajemukan kata benda dan kata sifat, jika kata sifat berada di depan kata benda, maka kata sifat akan menjadi morfem bebas, sedangkan jika berada di belakang kata benda, maka akan manjadi morfem terikat.



Kata kunci: Proses Pemajemukan, Kaidah Pemajemukan, Morfologi Bahasa Jepang 35



ABSTRACT Compounding is the process of combining the two basic forms or different to produce a new words. This study aims to describe the process of compounding terms by structuring N + N, N + V, V + N, N+A, and A+N in Japanese and write its compounding. This study used descriptive qualitative method. The population of this research is a compound words in Japanese which are compounding the Asahi Shinbun online newspaper are taken by purposive to support the analysis. The results showed that (1) when two nouns are compounding, there would be two possibilities, which those could be a fee or bound morpheme, if allomorphs change does; (2) when nouns and verbs are in compounding process, verbs may change and it would be indicated as nouns, either first or last position; (3) in compounding process of nouns and adjectives, the adjectives transformed into free morphemes while placed before nouns, but it would be bound morphemes if placed after nouns. Keywords: Compounding Processes, Compounding Rules, The Japanese Morphology PROSES PEMBENTUKAN KATA MAJEMUK DARI KANJI 月 (TSUKI ; GETSU ; GATSU) oleh Riska Ameldha Yuliana, Lina Rosliana, dan Maharani P. Ratna, Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro ABSTRACT Compounding is the process of combining the two basic forms or different to produce a new words. This study aims to describe the process of compounding terms by structuring N + N, N + V, V + N, N+A, and A+N in Japanese and write its compounding. This study used descriptive qualitative method. The population of this research is a compound words in Japanese which are compounding the Asahi Shinbun online newspaper are taken by purposive to support the analysis. The results showed that (1) when two nouns are compounding, there would be two possibilities, which those could be a fee or bound morpheme, if allomorphs change does; (2) when nouns and verbs are in compounding process, verbs may change and it would be indicated as nouns, either first or last position; (3) in compounding process of nouns and adjectives, the adjectives transformed into free morphemes while placed before nouns, but it would be bound morphemes if placed after nouns.



36



Keywords: Compounding Processes, Compounding Rules, The Japanese Morphology MAKNA VERBA MAJEMUK ~KIRU DALAM BAHASA JEPANG: KAJIAN STRUKTUR DAN SEMANTIS oleh Taqdir, Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur verba majemuk (V + V) dalam bahasa Jepang. Struktur tersebut meliputi pembentukan zenkoudoushi (verba awal) dengan koukoudoushi (verba akhir). Verba akhir (koukoudoushi) yang menjadi objek dalam makalah ini adalah verba ~kiru. Sementara itu, zenkoudoushi (verba awal) dalam pembahasan ini meliputi joutai doushi ‘verba statis’, keizoku doushi ‘verba kontuinitas’, shunkan doushi ‘verba fungtual’ dan daiyonshu doushi ‘verba bagian ke empat’. Pengklasifikasi ini mengacu pada pengklasifikasian verba Kindaichi. Kiru sebagai verba tunggal bermakna memotong, mengirisi, memutuskan, dan mematikan. Kiru pada saat digabungkan dengan verba lain akan membentuk sebuah verba majemuk yang mempunyai beberapa arti. Secara garis besar verba gabung kiru memiliki dua makna, yakni makna dari segi leksikal dan makna dari segi sintaksis. Secara leksikal verba gabung ~kiru bermakna setsudan ‘pemotongan’ dan shuketsu ‘selesai/berkahir’, sedangkan dari segi sintaksis memiliki makna kyokudo ‘luar biasa / tak terhingga’ dan makna kansui ‘perfektif’. Verba gabung ~kiru yang melekat pada verba kontuinitas (keizokudoushi) akan bermakna setsudan setsudan ‘pemotongan’, shuketsu ‘selesai/berkahir’, dan kansui ‘perfektif’, sedangkan apabila melekat pada verba fungtual (shunkandoushi) akan bermakna kyokudo ‘luar biasa/tak terhingga’. Kata kunci: zenkoudoushi, koukoudoushi, verba majemuk, ~kiru ABSTRACT The purpose of this research is to know the structure of compound verb (V + V) in Japanese. The structure covers forming of zenkoudoushi (first verb) and koukoudoushi (second verb). The second verb is kiru. Meanwhile, the first verbs in this study are joutai doushi (statis verb),



keizoukudoushi



(contuinity



verb),



shunkandoushi



(fungtual



verb),



and



daiyoushudoushi (the fourth verb). This classification refers to the Kindaichi’s classification verb. As a single verb kiru means to cut, to slice, to decide, and to turn off. When it is combined with other verbs, the verb kiru will form a compound verb which has several meanings. Commonly, compound verb kiru has two meanings, namely in terms of lexical 37



meaning and syntactical meaning. Lexically, compound verb kiru means setsudan ‘cutting’ and shuketsu ‘ends/over’, while syntactically this verb means kyokudo ‘extraordinary/ infinite’ and kansui ‘perfective’. The compound verb ~kiru which attached to continuity (keizokudoushi) has meaning as setsudan ‘cutting’, shuketsu ‘ends/over’, and kansui ‘perfective’, while when it is attached to the punctual verb (shuunkandoushi) means kyokudo ‘extraordinary/ infinite’. FUKUGOUDOUSHI ~DERU SEBAGAI UNSUR PEMBENTUK AKHIR VERBA (KOUKOUDOUSHI) BAHASA JEPANG oleh Yunia Rahmawati, Sastra



Jepang,



Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. ABSTRAK Fokus pertama penelitian ini mendeskripsikan jenis verba yang melekat dengan verba ~deru. Kedua, makna yang muncul dari pembentukan ~deru sebegai fukugoudoushi. Dalam penelitian ini data diambil dari Handbook of Japanese Compound Verbs, dan berbagai situs websites. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Analisis data dilakukan dnegan kajian morfosemantik. Hasil dari penelitian ini adalah fukugoudoushi deru sebagai koukoudoushi dapat dilekati dengan verba jidoushi 2 buah, verba tadoushi 3 buah, verba ishisei 3 buah, verba muishisei 3 buah, verba keizoku 4 buah, verba shunkan 3 buah, verba joutai 3 buah. Kata kunci : deru, fukugoudoushi, koukoudoushi, morfosemantik ABSTRACT First focus this research described type of verbs that is following of verbs ~deru. Second, meaning that emerged from the formation of ~deru as fukugoudoushi. In this research data taken from the Handbook of Japanese Compound Verbs, and various sites website. Methods use qualitative is descriptive. Data analysis was done with the review morphosemantics. The results of this research are fukugoudoushi deru as koukudoushi can follow with the verb jidoushi 2 pieces, verb tadoushi 3 pieces, verb ishisei 3 pieces, verb muishisei 3 pieces, verb keizoku 4 pieces, verb shunkan 3 pieces and verb joutai 3 pieces.



Keywords: deru, fukugoudoushi, koukoudoushi, morphosemantics.



38



39