t6 SGD Kelompok 1 - A2 - 2015 - Impotensi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN KOMUNITAS III “Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan Impotensi”



FASILITATOR: Dr. Retno Indarwati, S.Kep., Ns. M.Kep



Disusun Oleh Kelompok 1 Kelas A2: 1.



Lidia Inneke Wendey



(131411133012)



2.



Khulasotun Nuriyah



(131511133042)



3.



Hesti Lutfia Arif



(131511133050)



4.



Ririn Arianta



(131511133062)



5.



Windi Khoiriyah



(131511133072)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 2018



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Kesehatan Komunitas III yaitu makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan Impotensi”. Penulis menyampaikan terimakasih kepada : 1. Dr. Retno Indarwati, S.Kep., Ns. M.Kep sebagai PJMA dan dosen pembimbing mata ajar Keperawatan Kesehatan Komunitas 3; 2. Teman-teman serta semua pihak yang telah bekerja sama dan membantu dalam penyelesaian makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ilmiah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.



Surabaya, 6 Maret 2018



Penulis



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang



4



1.2



Rumusan Masalah ...............................................................................5



1.3



Tujuan .................................................................................................5



1.4



Manfaat ..............................................................................................6



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Fisiologi Ereksi Penis ..........................................................................7



2.2



Pravelensi ............................................................................................8



2.3



Definisi Disfungsi Ereksi/impotensi ...................................................9



2.4



Etiologi dan Klasifikasi Disfungsi Ereksi/impotensi ..........................9



2.5



Manifestasi Klinis ............................................................................12



2.6



Patofisiologi ......................................................................................13



2.7



Pemeriksaan Diagnostik ...................................................................14



2.8



Penatalaksanaan ................................................................................14



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS..............................................16 BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN KASUS ...................................................23 BAB V KESIMPULAN .........................................................................................39 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................40



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Di Indonesia belum ada data pasti tentang jumlah pria yang mengalami disfungsi ereksi dan disfungsi seksual lainnya. Diduga kurang dari 10% pria yang menikah di Indonesia megalami disfungsi ereksi. Disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan yang menetap atau terus menerus untuk mencapai atau mempertahankan



ereksi penis yang



berkualitas sehingga dapat mencapai hubungan seksual yang memuaskan (Wibowo,2007,Feldman,1994). Kondisi disfungsi ereksi meningkat sesuai umur,pada studi cross-sectional yang berbasis komunitas, diantara pria berusia 40-49 tahun, prevalensi disfungsi ereksi berat (complete/severe) sebesar 5%, sedangkan disfungsi ereksi sedang (moderate) sebesar 17%. Pada pria berusia 70-79 tahun, prevalensi disfungsi



ereksi berat



(complete/ severe) sebesar 15%, sedangkan disfungsi ereksi sedang (moderate ) sebesar 34% (Baziad,2003,Feldman,1994). Disfungsi ereksi merupakan komplikasi kronik yang sering terjadi pada pasien diabetes mellitus, tetapi hanya sebagian kecil yang mengeluhkannya. Hal ini mungkin disebabkan karena kebanyakan pria Indonesia malu membicarakan disfungsi ereksi sehingga data pasti tentang jumlah disfungsi ereksi di Indonesia jarang didapatkan dan masalah disfungsi ereksi menjadi terabaikan. Diagnosis yang tetap dan informasi yang benar dari dan pihak yang terkait dapat membantu pria diabetisi dengan disfungsi ereksi menghadapai masalah disfungsi ereksi dengan lebih baik ( INA-EDACT, 2000). Peran perawat dalam mengatasi klien dengan masalah impotensi atau disfungsi ereksi yaitu dengan cara kita memberi edukasi kepada klien tentang menangani disfungsi ereksi, dalam eduksi tersebut kita dapat memfasilitasi pemahaman mengenai penyakit, hasil pemeriksaan dan pemilihan terapi.



4



1.2



Rumusan Masalah a. Apa definisi dari Impotensi? b. Apasajakah etiologi dari Impotensi? c. Apasajakah manifestasi klinis dari Impotensi? d. Bagaimana penatalaksanaan medis dari Impotensi? e. Bagaimana pengkajian kepada klien lansia dengan gangguan Impotensi? f. Bagaimana anamnesis kepada klien



lansia dengan



gangguan



Impotensi? g. Apasajakah pemeriksaan fisik yang dilakukan pada klien lansia dengan gangguan Impotensi? h. Apasajakah pemeriksaan penunjang pada klien dengan gangguan Impotensi? i. Apasajakah diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan Impotensi? j. Apasajakah intervensi keperawatan pada klien dengan ganguuan Impotensi? 1.3 Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum Makalah ini dibuat bertujuan untuk memberikan pemahaman terhadap mahasiswa terkait asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan Impotensi dalam mata kuliah keperawatan komunitas III.



1.3.2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi dari Impotensi b. Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi dari impotensi c. Mahasiswa dapat menjelaskan manifestasi klinis dari Impotensi d. Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksanaan medis pada klien dengan gangguan Impotensi e. Mahasiswa dapat menjelaskan pengkajian pada klien lansia dengan gangguan Impotensi



5



f. Mahasiswa dapat menjelaskan anamnesa pada klien lansia dengan gangguan Impotensi g. Mahasiswa dapat menjelaskan pemeriksaan fisik pada klien dengan gangguan Impotensi h. Mahasiswa dapat menjelaskan pemeriksaan penunjang pada klien dengan gangguan Impotensi i. Mahasiswa dapat menjelaskan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan Impotensi j. Mahasiswa dapat menjelaskan intervensi keperawatan pada klien lansia dengan gangguan Impotensi 1.4 Manfaat Manfaat dari perkuliahan diharapkan mahasiswa mampu lebih memahami mengenai Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan gangguan Impotensi dalam kesehatan komunitas.



6



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Ereksi Penis Ereksi penis adalah peristiwa neurovaskuler yang dimodulasi oleh faktor psikologis dan status hormonal. Ereksi penis terjadi ketika arteri di penis mengalami dilatasi dan jaringan erektil (korpura kavernosus dan korpura spongiosum) mengalami relaksasi (Wespes dkk., 2012). Secara hemodinamika, telah diketahui beberapa fase ereksi sebagai berikut: 1. Fase flaksid (lemas) Pada fase ini otot polos trabekular berkontraksi, aliran darah arteri berkurang, dan aliran darah vena meningkat. Tekanan dalam korpura kavernosus kurang lebih sama dengan tekanan vena (Wespes dkk., 2006). 2. Fase pengisian awal Pada stimulasi



seksual,



impuls



saraf



menyebabkan



pelepasan



neurotransmitter dari saraf kavernosus terminal dan faktor relaksasi dari sel-sel endotel di penis, sehingga terjadi relaksasi otot polos arteri dan arteriol yang memasok jaringan ereksi dan peningkatan beberapa kali lipat aliran darah penis. Pada saat yang sama, relaksasi dari otot trabekular halus meningkatkan kepatuhan dari sinusoid, memfasilitasi pengisian cepat dan perluasan sistem sinusoidal (Wespes dkk., 2006). 3. Fase tumesensi Pada fase ini tekanan interkavernosus mulai meningkat dan ukuran penis terus bertambah. Aliran arteri perlahan-lahan mulai berkurang sampai terjadi fase ereksi penuh (Wespes dkk., 2006). 4. Fase ereksi penuh Selanjutnya terjadi kompresi pada pleksus venular subtunika antara trabekula dan tunika albugenia, sehingga menyebabkan oklusi hampir total dari aliran vena. Peristiwa ini menjebak darah di dalam korpus kavernosa dan menegakkan penis dari posisi tergantung, dengan tekanan intrakavernosus (fase ereksi penuh) (Wespes dkk., 2006).



7



5. Fase ereksi kaku Selama hubungan seksual yang memicu reflex bulbokavernosus, otototot ischiokavernosus dengan kuat menekan dasar korpura bulbokavernosus yang dipenuhi darah dan penis menjadi lebih keras lagi, dengan tekanan intrakavernosus mencapai beberapa ratus millimeter air raksa. Selama fase ini, arus masuk dan keluar darah berhenti sementara (Wespes dkk., 2006). 6. Fase detumesensi Detumesensi (ukuran yang mengecil) dapat dihasilkan dari penghentian pelepasan neurotrasmiter, pemecahan messenger kedua oleh fosfodiesterase, atau pelepasan simpatik saat ejakulasi. Kontraksi otot polos trabekula membuka kembali saluran vena, darah yang terperangkap dikeluarkan, dan kembali ke keadaan flaksid (Wespes dkk., 2006).



Gambar 2.1 : Erection Physiology (Anton,2012) 2.2 Pravelensi Secara garis besar, penyebab disfungsi ereksi terdiri dari faktor organik, psikis, dan andropause. Umumnya laki-laki berumur lebih dari 40 tahun mengalami penurunan kadar testosteron secara bertahap. Saat mencapai usia 40 tahun, laki-laki akan mengalami penurunan kadar testosteron dalam darah sekitar 1,2 % per tahun. Bahkan di usia 70, penurunan kadar testosteron dapat mencapai 70% .



8



Penelitian National Institutes of Health 2002 menunjukkan kurang lebih 15 juta sampai 30 juta laki-laki di Amerika mengalami disfungsi ereksi. Insidensi terjadinya gangguan bervariasi dan meningkat seiring dengan usia. Pada usia 40 tahun, terdapat kurang lebih 5% laki-laki mengalami keadaan disfungsi ereksi, pada usia 65 tahun, terdapat kurang lebih 15-25% (Handriadi Winaga, 2006). Prevalensi disfungsi ereksi di Indonesia belum diketahui secara tepat, diperkirakan 16 % laki-laki usia 20 – 75 tahun di Indonesia mengalami disfungsi ereksi.



2.3 Definisi Disfungsi Ereksi/Impotensi Disfungsi ereksi atau impotensi didefinisikan sebagai ketidakmampuan yang menetap dan atau kambuhan (setidaknya tiga bulan) untuk mencapai dan mempertahankan ereksi yang cukup untuk hubungan seksual yang memuaskan (Wespes dkk, 2006).



2.4 Etiologi dan Klasifikasi Disfungsi Ereksi/Impotensi Impotensi dapat disebabkan oleh beberapa keadaan yaitu : Kategori



Disfungsi Kelainan yang sering



Patofisiologi



Ereksi Psikogenik



Neurogenik



Kecemasan



Penurunan libido



Masalah hubungan



Overinhibisi



Stress psikologis



Kegagalan



Depresi



Pelepasan NO



Stroke



Kegagalan



Penyakit alzheimer



impuls



Trauma medulla spinalis



kegagalan transmisi



memulai



saraf



atau



Neuropati diabetic Trauma pelvis Hormonal



Hipogonadism



Kehilangan libido dan



Hiperprolaktinemia



pelepasan NO yang tidak memadai



9



Vaskulogenik (arterial atau kavernosal)



Aterosklerosis



Aliran



arteri



yang



Hipertensi



tidak



adekuat



atau



DM



sumbatan vena



Trauma Drug-Induced



Antihipertensi



Penekanan sentral



Antidepresan



Penurunan libido



Antipsikotik



Neuropati alkoholik



Antiandrogens



Insufisiensi vaskuler



Antihistamin Ketergantungan alkohol Merokok Penyebab



akibat



penuaan dan penyakit sistemik lain



Usia tua



Biasanya



DM



multifactorial,



Gangguan ginjal kronis



disebabkan



Penyakit jantung koroner



neural dan disfungsi



oleh



vaskuler. 1. Disfungsi ereksi psikogenik Penyebab umum dari disfungsi ereksi psikogenik meliputi kecemasan, hubungan yang tegang, kurang hasrat seksual, dan gangguan jiwa seperti depresi, cemas, dan skizofrenia. Risiko disfungsi ereksi meningkat seiring durasi depresi yang berulang (Cuzin dkk., 2011). Pada laki-laki dengan skizofrenia, penurunan libido adalah masalah utama yang dilaporkan dan obat neuroleptik meningkatkan libido tetapi menyebabkan kesulitan ereksi, orgasme, dan kepuasan seksual (Wespes dkk., 2006). 2. Disfungsi ereksi neurogenik Gangguan



neurologis



seperti



penyakit



Parkinson,



penyakit



Alzheimer, Stroke, dan trauma serebri sering menyebabkan disfungsi ereksi dengan menurunnya libido atau mencegah inisiasi ereksi. Keterlibatan sensorik alat kelamin sangat penting untuk mencapai dan mempertahankan ereksi refleksogenik, dan ini menjadi lebih penting lagi



10



mengingat efek rangsangan psikologis menurun seiring usia (Wespes dkk., 2006). 3. Disfungsi ereksi hormonal Defisiensi androgen menurunkan ereksi nocturnal dan libido. Androgen penting untuk pertumbuhan penis dan berperan pada fisiologi ereksi melalui beberapa mekanisme. Androgen dapat mempengaruhi neuromodulasi ereksi sistem saraf pusat dan regulasi perifer tonus otot kavernosus (Wespes dkk., 2006). Testosteron mengatur struktur dan fungsi saraf, ekspresi dan aktivitas sintesis NO, phosphodiesterase 5 (PDE5), pertumbuhan dan diferensiasi selular (Traish dkk.,2007). Hiperprolaktinemia menyebabkan gangguan reproduksi dan seksual karena prolaktin menghambat aktivitas dopaminergik sentral, yang menyebabkan sekresi gonadotropin-relasing hormone, sehingga terjadi hipogonadisme hipogonadotropik (Wespes dkk., 2006). 4. Penyebab vaskuler disfungsi ereksi Faktor risiko yang sering berhubungan dengan insufiensi arteri penis adalah hipertensi, hiperlipidemia, merokok, dan diabetes mellitus (Wespes dkk., 2006; Rudianto dkk.,2011). Pada laki-laki dengan hipertensi, fungsi ereksi yang terganggu bukan karena peningkatan tekanan darah itu sendiri namun karena lesi stenosis arteri. Kegagalan pembuluh darah untuk menutup selama ereksi (disfungsi veno oklusi) dapat menyebabkan disfungsi ereksi. Disfungsi veno oklusi dapat terjadi pada usia tua, DM, dan trauma (fraktur penis) (Wespes dkk.,2012). 5. Disfungsi ereksi karena obat-obatan Banyak obat telah dilaporkan dapat menyebabkan disfungsi ereksi diantaranya



obat-obatan



antipsikotik,



antidepresan,



dan



obat



antihipertensi (Wespes dkk., 2012). Obat golongan penghambat betaadrenergik dapat menyebabkan disfungsi ereksi dengan mempotensiasi aktivitas alfa 1-adrenergik pada penis. Tiazid diuretik juga dilaporkan dapat menyebabkan disfungsi ereksi, namun mekanismenya belum jelas. spironolakton dapat menyebabkan disfungsi ereksi, ginekomastia, dan penurunan libido (Wespes dkk., 2006).



11



6. Alkohol dalam jumlah sedikit meningkatkan ereksi dan libido karena efek vasodilatasi dan menekan kecemasan. Namun dalam jumlah banyak dapat menyebabkan sedasi sentral, penurunan libido, dan disfungsi ereksi



yang



menyebabkan



sementara.



Peminum



hipogonadism



dan



alkohol



yang



polineuropati



kronis



dapat



yang



dapat



mempengaruhi fungsi saraf penis (Wespes dkk., 2012). 7. disfungsi ereksi akibat penuan dan penyakit sistemik lain Fungsi



seksual



secara



progresif



akan



menurun



seiring



bertambahnya usia. Seperti misalnya, periode laten antara stimulasi seksual dan ereksi memanjang, ereksi akan lebih lembek, ejakulasi kurang kuat dan volumenya menurun, dan periode refrakter antara ereksi memanjang. Terdapat juga penurunan pada sensitivitas penis dan stimulasi taktil, penurunan konsenterasi serum testosteron, dan meningkatnya tonus otot kavernosus (Wespes dkk., 2012). 8. Merokok. Nikotin yang dihirup oleh perokok, masuk ke jantung dan bersama darah masuk ke dalam sistem peredaran darah. Semakin lama timbunan nikotin semakin banyak dan mengalami pengendapan. Pengendapan ini berlanjut sehingga menjadi penyumbatan aliran darah ke seluruh tubuh, termasuk ke dalam jaringan erektil penis menyebabkan disfungsi ereksi yang umum terjadi laki-laki perokok berat yang tidak bisa menghentikan kebiasaan merokok.



2.5 Manifestasi Klinik Pada disfungsi ereksi, tanda-tandanya adalah sebagai berikut: 1. Tidak mampu ereksi sama sekali atau tidak mampu mempertahankan ereksi secara berulang ( paling tidak selama 3 bulan ). 2. Tidak mampu mencapai ereksi yang konsisten



12



3. Ereksi hanya sesaat ( dalam referensi tidak disebutkan lamanya ) 2.6 Patofisiologi Ereksi terjadi melalui 2 mekanisme: 1. Pertama, adalah reflex ereksi oleh sentuhan pada penis (ujung batang dan sekitarnya). 2. Kedua, ereksi psikogenik karena rangsangan erotis. Keduanya menstimulir sekresi nitric oxide yang memicu relaksasi otot polos batang penis (corpora cavernosa), sehingga aliran darah ke area tersebut meningkat dan terjadilah ereksi. Disamping itu, produksi testosteron (dari testis) yang memadai dan fungsi hipofise (pituitary gland) yang bagus, diperlukan untuk ereksi. Dalam keadaan disfungsi ereksi arteriol helisin pada korpora berkontraksi dan menahan aliran darah arteri ke dalam rongga lakunar. Sebaliknya dalam keadaan ereksi, arteriol helisin tersebut berelaksasi sehingga aliran darah arteri bertambah cepat dan mengisi rongga-rongga lakunar. Keadaan relaksasi atau kontraksi dari otot-otot polos trabekel dan arteriol menentukan penis dalam keadaan ereksi atau lemas. Selama ini dikenal adrenalin dan asetilkolin sebagai neurotransmiter pada sistem adrenergik dan kolinergik, tetapi pada korpora kavernosa ditemukan adanya neurotransmiter yang bukan adrenergik dan bukan pula kolinergik (non adrenergik non kolinergik = NANC) yang ternyata adalah nitric oxide/NO. NO ini merupakan mediator neural untuk relaksasi otot polos korpora kavernosa. NO menimbulkan relaksasi karena NO mengaktifkan enzim



guanilat



siklase



yang



akan



mengkonversikan



guanosine



triphosphate (GTP) menjadi cyclic guanosine monophosphate (cGMP). cGMP merangsang kalsium keluar dari otot polos korpora kavernosa, sehingga terjadi relaksasi. NO dilepaskan bila ada rangsangan seksual. cGMP dirombak oleh enzim phosphodiesterase (PDE) yang akan mengakhiri/ menurunkan kadar cGMP sehingga ereksi akan berakhir.



13



2.7 Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan Fisik Pada



pemeriksaan



fisik,



tanda-tanda



hipogonadisme



(termasuk testis kecil, ginekomasti dan berkurangnya pertumbuhan rambut tubuh dan janggut) memerlukan perhatian khusus. Pemeriksaan penis dan testis dikerjakan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan bawaaan atau induratio penis. Bila perlu dilakukan palpasi transrektal dan USG transrektal. Tidak jarang ED disebabkan oleh penyakit prostat jinak ataupun prostat ganas atau prostatitis. Pemeriksaan rektum dengan jari (digital rectal examination), penilaian tonus sfingter ani, dan bulbo cavernosus reflek (kontraksi muskulus bulbokavernous pada perineum setelah penekanan glands penis) untuk menilai keutuhan dari sacral neural outflow. Nadi perifer dipalpasi untuk melihat adanya tanda-tanda penyakit vaskuler. Dan untuk melihat komplikasi penyakit diabetes ( termasuk tekanan darah, ankle bracial index, dan nadi perifer ). b. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosis ED antara lain: kadar serum testosteron pagi hari (perlu diketahui, kadar ini sangat dipengaruhi oleh kadar luteinizing hormone). Pengukuran kadar glukosa dan lipid, hitung darah lengkap (complete blood count), dan tes fungsi ginjal.



2.8 Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan dari disfungsi seksual adalah sebagai berikut: 1. Membuat diagnosa dari disfungsi seksual 2. Mencari etiologi dari disfungsi seksual tersebut 3. Pengobatan sesuai dengan etiologi disfungsi seksual 4. Pengobatan untuk memulihkan fungsi seksual, yang terdiri dari



pengobatan bedah dan pengobatan non bedah (konseling seksual dan sex theraphy, obat-obatan, alat bantu seks, serta pelatihan jasmani).



14



Penanganan disfungsi ereksi dengan farmakologi dan bedah dibagi menjadi 3 lini terapi, yaitu: 1. Terapi lini pertama Terapi lini pertama yaitu memberi oral pada pasien. Untuk tahap ini, Badan Pengawasan Obat-obatan dan Makanan telah mengizinkan tiga jenis obat yang beredar di Indonesia, masing-masing dikenal dengan jenis obat a. Sildenafil (viagra), b. Tadalafil (Cialis) dan c. Vardenafil (Levitra). Ketiga jenis obat ini merupakan obat untuk menghambat enzim Phosphodiesterase-5 (PDE-5), suatu enzim yang terdapat di organ penis dan berfungsi untuk menyelesaikan ereksi penis. Sedangkan farmakologi topikal dapat digunakan pada penderita yang tidak dapat mengkonsumsi obat penghambat PDE 5. Obat topikal dioleskan pada kulit batang penis dan glans penis. Beberapa agen yang biasa digunakan adalah solusio minoksidil, nitrogliserin dan gel papaverin. 2. Terapi lini kedua Pada terapi lini kedua yang terdiri dari suntikan intravernosa dan pemberian alprostadil melalui uretra. Terapi suntikan intrakarvenosa yang digunakan adalah penghambat adrenoreseptor dan prostaglandin. Prinsip kerja obat ini adalah dapat menyebabkan relakasasi otot polos pembuluh darah dan karvenosa yang dapat menyebabkan ereksi. melakukan penyuntikan secara entrakavernosa dan pengobatan secara inraurethra yang memasukkan gel ke dalam lubang kencing. Pasien dapat melakukan sendiri cara ini setelah dilatih oleh dokter. 3. Terapi lini ketiga Terapi lini ketiga yaitu implantasi prosthesis pada penis. Tindakan ini dipertimbangkan pada kasus gagal terapi medikamentosa atau pada pasien yang menginginkan solusi permanen untuk masalah disfungsi ereksi. Terdapat 2 tipe prosthesis yaitu semirigid dan inflatable. Tindakan ini sudah banyak dilakukan di luar negeri namun di Indonesia belum ada.



15



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEOROTIS



A. Pengkajian Keperawatan 1. Identitas klien : Nama, umur, agama, alamat asal, status perkawinan, jenis kelamin, dan tanggal pengkajian. 2. Data Keluarga : Nama, hubungan, pekerjaan, dan alamat 3. Status kesehatan sekarang Riwayat penyakit yang harus dikaji yaitu keluhan utama yang berkaitan dengan riwayat penyakit kronik, obat-obatan, adanya operasi, trauma, inflamasi prostat, gangguan hormonal, atau penyakit saraf lainnya. 4. Age Related Changes (Perubahan terkait proses penuaan) 



Fungsi fisiologis: Keadaan umum klien mudah lelah, Sistem reproduksi (laki-laki) mengalami impotensi







Potensi pertumbuhan psikososial dan spiritual: Psikososial : mengalami kecemasan, malu tidak bisa memuaskan pasangannya. Spiritual



: aktivitas ibadah tetap dilakukan, dan tidak ada



hambatan. 5. Risk Factor (Faktor Risiko) 



Kondisi patologis: adanya faktor fisik seperti gangguan vaskuler.







Psikologis: stres (ingin beraktivitas seksual namun tidak bisa ereksi)







Efek penggunaan obat-obatan: jenis pengobatan dan efek samping obat







Pengetahuan : klien kurang mengetahui tentang kesehatan terutama yang berhubungan dengan seksualitas.



16



6. Negative Functional Consequences: a) Peningkatan kerentanan faktor risiko: menghindari faktor-faktor pencetus impotensi dan melakukan pengobatan. b) Penurunan kesehatan dan fungsi tubuh:  GDS: untuk skrining status mental dari lansia. Impotensi pada lansia dapat menimbulkan efek depresi dan psikosis.  Fungsi sosial lansia: pada lansia dengan impotensi, fungsi sosial lansia dapat terganggu karena merasa malu jika iketahui oleh orang lain c) Penurunan kualitas hidup: klien merasa tidak berguna sebagai suami karena tidak bisa memenuhi kebutuhan seksual istri. B. Diagnosa Keperawatan 1. Domain 8.Seksualitas, Kelas 2.Fungsi seksual, Disfungsi seksual b.d gangguan fungsi tubuh (00059) Batasan karakteristik: 



Gangguan aktivitas seksual







Gangguan kepuasan seksual



2. Domain 8.Seksualitas, Kelas 2 Fungsi seksual, Ketidakefektifan pola seksual b.d Hambatan dalam berhubungan dengan orang terdekat (00065). Batasan karakteristik: 



Perubahan dalam hubungan dengan orang terdekat







Perubahan pada aktivitas seksual



3. Domain 6.Persepsi Diri, Kelas 2.Harga Diri, Harga diri rendah situasional b.d gangguan fungsi(00120) Batasan karakteristik: 



Tidak berdaya







Ungkapan negatif tentang diri



17



C. Intervensi Keperawatan Diagnosa



1.



NOC



NIC



Domain



Primer :



Primer :



8.Seksualitas,



Fungsi seksual (0119)



Manajemen



Kelas



2.Fungsi



seksual,



gangguan



fungsi



tubuh



(00059) Batasan karakteristik: 



mencapai



gairah seksual



Disfungsi seksual b.d



a. Dapat



Gangguan aktivitas



a. Diskusikan dengan



b. Dapat



pasien



Gangguan kepuasan seksual



mengenai



mengekspresikan



konsekuensi



kemampuan



perilaku



melakukan



untuk aktivitas



seksual



meskipun



mengalami



atau



dari seksual



verbal



yang



secara sosial dapat diterima



ketidaksempurnaan fisik



seksual 



perilaku:seksual (4356)



b. Bantu



keluarga



terkait



dengan



pemahaman Sekunder :



mengenai



Pengetahuan:Fungsi



pengelolaan



Seksual (1815)



perilaku



a. Dapat



yang



mengetahui



anatomi seksual b. Dapat



mengetahui



fungsi



anatomi



seksual



seksual



tidak



dapat



diterima Sekunder : Konseling



seksual



(5248) a. Bangun



hubungan



terapeutik didasarkan kepercayaan



dan



rasa hormat b. Informasikan pasien



di



pada awal



18



hubungan



bahwa



seksualitas merupakan



bagian



yang penting dalam kehidupan bahwa



dan penyakit,



medikasi, stres atau kejadian lain yang sering



merubah



fungsi seksual c. Tentukan besarnya perasaan bersalah terkait



seksual



dihubungkan dengan



persepsi



pasien



mengenai



faktor



penyebab



dari penyakit yang dialami. d. Berikan



rujukan



untuk berkonsultasi pada petugas tim



anggota kesehatan



lainnya



sesuai



kebutuhan 2.



Domain



Primer :



Primer :



8.Seksualitas,



Tingkat rasa takut



Pengurangan



Kelas



2



Fungsi (1210)



seksual, Ketidakefektifan



a. Tidak ada distress b. Tidak mengalami



kecemasan (5820) a. Gunakan pendekatan



yang



pola seksual b.d



19



Hambatan dalam



c. Tidak mengalami



berhubungan dengan



orang



terdekat (00065). Batasan



kesulitan berkonsentrasi



hubungan orang



terdekat  Perubahan pada aktivitas seksual



meyakinkan keluarga



mendampingi



a. Dapat menunjukkan



dalam



dan



untuk



Identitas seksual (1207)



 Perubahan



tenang



b. Dorong



Sekunder :



karakteristik:



dengan



kurang percaya diri



klien dengan cara yang tepat c. Bantu



klien



kenyamanan dengan



mengidentifikasi



orientasi seksual



situasi



b. Dapat menggunakan perilaku yang



koping



sehat



untuk



yang



memicu kecemasan d. Dukung



menyelesaikan



penggunaan



masalah



mekanisme



seksual.



identitas



koping



yang



sesuai Sekunder: Peningkatan



Sistem



Dukungan (5440) a. Identifikasi respon psikologis terhadap



situasi



dan ketersediaan sitem dukungan b. Libatkan keluarga,orang terdekat



dan



teman-teman dalam perawatan dan perencanaan



20



c. Jelaskan



kepada



pihak penting lain bagaimana mereka



dapat



membantu. 3.



Domain 6.Persepsi Primer :



Primer :



Diri, Kelas 2.Harga Koping (1302)



Peningkatan



Diri,



(5230)



a. Dapat



Harga diri rendah situasional gangguan



b.d fungsi



(00120) Batasan karakteristik:  Tidak berdaya  Ungkapan negatif tentang diri



mengidentifikasi pola



koping



a. Dukung



yang



efektif b. Dapat



koping



pasien



untuk mengidentifikasik



menyatakan



an deskripsi yang



penerimaan terhadap



realistik terhadap



situasi



adanya perubahan



c. Dapat



beradaptasi



terhadap perubahan hidup



peran b. Gunakan pendekatan



d. Dapat menggunakan



yang



tenang



dan



strategi koping yang



memberikan



efektif



jaminan c. Dukung



Sekunder : Penampilan



peran



(1501) a. Dapat



sikap



pasien



terkait



dengan



harapan



yang



realistis



sebagai



upaya



mendeskripsikan



untuk



tentang



perasaan



peran penyakit



perubahan akibat atau



kecacatan b. Dapat menampilkan



mengatasi



ketidakberdayaan d. Evaluasi kemampuan pasien



dalam



21



perilaku peran orang



membuat



terdekat



keputusan.



c. Dapat



melaporkan



kenyamanan dalam perubahan peran



Sekunder : Peningkatan peran (5370) a. Bantu pasien untuk mengidentifikasika n



peran



biasanya



yang dalam



keluarga b. Bantu pasien untuk mengidentifikasika n perubahan peran khusus diperlukan



yang terkait



dengan sakit/kecacatan c. Ajarkan



perilaku-



perilaku baru yang diperlukan



oleh



pasien untuk dapat memenuhi perannya.



22



BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN KASUS



Tn.R berusia 70 tahun datang ke puskesmas Mulyorejo pada tanggal 3 Maret 2018. Klien mengeluh tidak dapat ereksi saat melakukan hubungan seksual sejak 3 bulan yang lalu. Tn.R mengalami gangguan dalam hubungan seksual dengan istrinya karena ketidakmampuan untuk mencapai ereksi pada waktu penetrasi dan cepat mengalami kelelahan. Berdasarkan hasil anamnesa Tn.R mengatakan tidak pernah mengkonsumsi alcohol, hasrat seksualnya menurun, tidak ada gangguan saat berkemih namun mempunyai riwayat diabetes melitus sejak 5 tahun yang lalu, hipertensi sudah diidap klien selama 10 tahun ini. Klien merasa malu kepada istrinya dengan keadaannya tersebut dan malu jika diketahui oleh orang lain. Berdasarkan anamnesa istri klien, klien beberapa minggu ini lebih berdiam diri, murung, selalu menghindar ketika diajak berhubungan suami istri, dan tidak harmonis lagi. Berdasarkan pemeriksaan fisik pada genitalia tidak ada tanda-tanda hipogonadisme (termasuk testis kecil, ginekomasti dan berkurangnya pertumbuhan rambut tubuh dan janggut). Pemeriksaan penis dan testis tidak ada kelainan bawaaan atau induratio penis. Namun hasil TD: 170/110, nadi: 95x/menit, suhu: 36,50C, RR: 18x/menit, GDA: 320.



Pengkajian 1. Identitas Klien Nama



: Tn.R



Jenis kelamin



: Laki-laki



Umur



: 70 tahun



Agama



: Islam



Alamat Asal



: Mulyorejo, Surabaya



Suku



: Jawa



Bangsa



: Indonesia



Tanggal periksa



: 3 Maret 2018



Nomer RM



: 1315111XXX



23



2. Data Keluarga Nama



: Ny.A



Jenis kelamin



: Perempuan



Umur



: 55 tahun



Alamat



: Mulyorejo, Surabaya



Hubungan



: Istri Tn.A



Agama



: Islam



Suku



: Jawa



Bangsa



: Indonesia



Pekerjaan



: Ibu rumah tangga



3. Status Kesehatan Sekarang Keluhan Utama



:



Klien mengeluh tidak dapat ereksi saat melakukan hubungan seksual sejak 3 bulan yang lalu, hasrat seksualnya menurun, klien juga malu kepada istrinya terhadap keadaannya saat ini terkait dengan impotensinya. 4. Status kesehatan dahulu Klien mempunyai riwayat penyakit diabetes melitus sejak 5 tahun yang lalu, klien juga mengidap hipertensi selam 10 tahun ini. 5. Perubahan Terkait Proses Penuaan:



1.



Kondisi Umum



Ya



Tidak







Kelelahan



:



Perubahan BB



:







Perubahan nafsu makan



:







Masalah tidur



:







Kemampuan ADL



:







KETERANGAN



: TD: 170/110 mmHg, nadi: 95x/menit, suhu: 36,50C, RR: 18x/menit, GDA:320



2.



Integumen Ya Lesi / luka



:



Tidak 



24



3.



Pruritus



:







Perubahan pigmen



:







Memar



:







Pola penyembuhan lesi



:







KETERANGAN



: Tidak ditemukan masalah keperawatan



Hematopoetic Ya



4.



Perdarahan abnormal



:







Pembengkakankellimfe



:







Anemia



:







KETERANGAN



: Tidak ditemukan masalah keperawatan



Kepala Ya



5.



Tidak



Tidak



Sakit kepala



:







Pusing



:







Gatal pada kulit kepala



:







KETERANGAN



: Tidak ditemukan masalah keperawatan



Mata Ya



Tidak



Perubahan penglihatan



:







Pakai kacamata



:







Kekeringan mata



:







Nyeri



:







Gatal



:







Photobobia



:







Diplopia



:







Riwayat infeksi



:







KETERANGAN



: Tidak ditemukan masalah keperawatan



25



6.



Telinga Ya



7.



Penurunan pendengaran



:







Discharge



:







Tinitus



:







Vertigo



:







Alat bantu dengar



:







Riwayat infeksi



:







Kebiasaan membersihkan telinga



:



Dampak pada ADL



: Tidak memperngaruhi ADL



KETERANGAN



: Tidak ditemukan masalah keperawatan







Hidung sinus Ya



8.



Tidak



Tidak



Rhinorrhea



:







Discharge



:







Epistaksis



:







Obstruksi



:







Snoring



:







Alergi



:







Riwayat infeksi



:







KETERANGAN



: Tidak ditemukan masalah keperawatan



Mulut, tenggorokan Ya



Tidak



Nyeri telan



:







Kesulitan menelan



:







Lesi



:







Perdarahan gusi



:







Caries



:







Perubahan rasa



:



Gigi palsu



:







Riwayat Infeksi



:







Pola sikat gigi



: Klien dapat melakukan sikat gigi tanpa







26



bantuan KETERANGAN 9.



: Tidak ditemukan masalah keperawatan



Leher Ya



10.



Kekakuan



:







Nyeri tekan



:







Massa



:







KETERANGAN



: Tidak ditemukan masalah keperawatan



Pernafasan Ya



11.



Tidak



Batuk



:







Nafas pendek



:







Hemoptisis



:







Wheezing



:







Asma



:







KETERANGAN



: Tidak ditemukan masalah keperawatan



Kardiovaskuler Ya



12.



Tidak



Tidak



Chest pain



:







Palpitasi



:







Dipsnoe



:







Paroximal nocturnal



:







Orthopnea



:







Murmur



:







Edema



:







KETERANGAN



:



Tidak ditemukan masalah keperawatan



Gastrointestinal Ya



Tidak



Disphagia



:







Nausea / vomiting



:







Hemateemesis



:







Perubahan nafsu makan



:







27



13.



Massa



:







Jaundice



:







Perubahan pola BAB



:







Melena



:







Hemorrhoid



:







Pola BAB



:



Pasien BAB 1 kali sehari



KETERANGAN



:



Tidak ditemukan masalah keperawatan



Perkemihan Ya



Tidak 



Dysuria



:



Frekuensi



:



Hesitancy



:







Urgency



:







Hematuria



:







Poliuria



:







Oliguria



:







Nocturia



:







Inkontinensia



:







Nyeri berkemih



:







Pola BAK



:



3x sehari



Pasien kencing pada waktu pagi, siang, dan malam hari



KETERANGAN



:



Pasien tidak menggunakan Diappers. Tidak ditemukan masalah keperawatan



14.



Reproduksi (laki-laki) Ya



Tidak



Lesi



:







Disharge



:







Testiculer pain



:







Testiculer massa



:







Perubahan gairah sex



:







Impotensi



:







KETERANGAN



:



Masalah keperawatan: Disfungsi Seksual



28



15.



Muskuloskeletal Ya



Tidak



Nyeri Sendi



:







Bengkak



:







Kaku sendi



:







Deformitas



:







Spasme



:







Kram



:







Kelemahan otot



:







Masalah gaya berjalan



:







Nyeri punggung



:







Pola latihan



: ROM aktif



Dampak ADL



: Tn.A tidak memerlukan bantuan dalam memenuhi ADL : Tidak ditemukan Masalah Keperawatan



KETERANGAN 16.



Persyarafan Ya



Tidak



Headache



:







Seizures



:







Syncope



:







Tic/tremor



:







Paralysis



:







Paresis



:







Masalah memori



:







KETERANGAN



: Tidak ditemukan Masalah Keperawatan



6. Potensi Pertumbuhan Psikososial dan Spiritual Perasaan klien terhadap penyakitnya: klien merasa malu kepada istri karena ketidakmampuan untuk mencapai dan malu jika diketahui oleh orang lain. 7. Negative Functional Consequences a. Kemampuan ADL



: tidak ada gangguan



b. Aspek Kognitif



: tidak ada gangguan kognitif



29



c. Tes Keseimbangan



: tidak ada gangguan



d. GDS



: ada indikasi stres



e. Status Nutrisi



: moderate nutritional risk



f. Fungsi social lansia



: klien malu apabila keadaannya diketahui



orang lain Analisa Data Data



Etiologi penyakit kronik



DS: Klien



Masalah keperawatan



mengeluh



hasrat



(DM,hipertensi)



seksualnya menurun, tidak dapat ereksi saat melakukan tidak ada stimulus sekresi hubungan seksual sejak 3



Disfungsi Seksual



nitric oxide



bulan yang lalu, tidak muncul adanya relaksasi otot polos



DO: TD: 170/110 mmHg, nadi:



batang penis



95x/menit, suhu: 36,50C, RR: 18x/menit, GDA: 320.



aliran darah ke area tersebut menurun



tidak menimbulkan ereksi



Disfungsi Seksual DS: Klien mengatakan merasa malu



kepada



Ketidakmampuan ereksi



istrinya



dengan keadaannya tersebut



Tidak dapat menerima



dan malu jika diketahui



kondisi



Harga diri rendah situasional



oleh orang lain. Tidak ada komunikasi DO:



terbuka kepada istri



30



Klien tampak murung, dan stres.



Malu terhadap istri karena tidak mampu ereksi



Harga diri rendah situasional



Diagnosa Keperawatan 1. Domain 8.Seksualitas, Kelas 2.Fungsi seksual, Disfungsi seksual b.d gangguan fungsi tubuh (00059) Batasan karakteristik: 



Gangguan aktivitas seksual







Gangguan kepuasan seksual



2. Domain 6.Persepsi Diri, Kelas 2.Harga Diri, Harga diri rendah situasional b.d gangguan fungsi (00120) Batasan karakteristik: 



Tidak berdaya







Ungkapan negatif tentang diri



Intervensi keperawatan No



1.



Diagnosa Domain



NOC Primer :



Primer :



8.Seksualitas, Kelas



Pengetahuan: Fungsi Pengajaran: Seksualitas (5624) 2.Fungsi Seksual (1815): 



seksual, Disfungsi seksual b.d fungsi (00059)



Fungsi



Implementasi



NIC



anatomi 



seksual (181502/IV)



gangguan 



Pengaruh



tubuh



terhadap



peilaku



seksual



pribadi 



sosial



Primer : Pengajaran: Seksualitas (5624)



Jelaskan anatomi  manusia dan fisiologi dari tubuh pria dan wanita Jelaskan anatomi 



31



Menjelaskan anatomi manusia dan fisiologi dari tubuh pria dan wanita Menjelaskan



Batasan



(181508/IV)



karakteristik: 



Gangguan







Sekunder :



aktivitas 



seksual



Tingkat Depresi (1208):



Gangguan



 Perasaan (120801/V)   Kelelahan (120806/V)  Rendahnya harga diri (120819/V)  Penurunan libido (120820/V)



kepuasan seksual



fisiologi reproduksi manusia Eksplorasi arti  peran seksual



Konseling depresi (5248)



Tersier : Fungsi Seksual (0119): 



Mencapai



gairah



seksual (011901/V) 



Mengekspresikan kepercayaan



diri



(011909/V) 



Mengekspresikan minat







anatomi fisiologi reproduksi manusia Mengksplorasi arti peran seksual



Seksual Konseling (5248)



Informasikan pada  pasien di awal hubungan bahwa seksualitas merupakan bagian yang penting dalam kehidupan dan bahwa penyakit, medikasi dan stres (atau masalah lain dan kejadian-kejadian yang pasien alami) sering merubah fungsi seksual Berikan informasi  mengenai seksual, sesuai kebutuhan



seksual



Seksual



Menginformasika n pada pasien di awal hubungan bahwa seksualitas merupakan bagian yang penting dalam kehidupan dan bahwa penyakit, medikasi dan stres (atau masalah lain dan kejadian-kejadian yang pasien alami) sering merubah fungsi seksual Memberikan informasi mengenai seksual, sesuai kebutuhan



Sekunder :



(011911/V) Sekunder : Konseling



Konseling seksual (5248) 



(5248) 



seksual



Membangun



Bangun



hubungan



hubungan



terapeutik



terapeutik



didasarkan



didasarkan



kepercayaan



kepercayaan



dan



dan



hormat



rasa



32



rasa







hormat 



Kumpulkan



riwayat pasien,



riwayat pasien,



beri perhatian



beri



pada



perhatian



pada



pola



pola



normal fungsi



normal fungsi



seksual



dan



seksual



dan



istilah



yang



istilah



yang



dipakai pasien



dipakai pasien



untuk



untuk



mendeskripsik



mendeskripsika



an



n



seksual



fungsi 



seksual 



mengumpulkan



fungsi



Menentukan



Tentukan



besarnya



besarnya



perasaan



perasaan



bersalah terkait



bersalah terkait



seksual



seksual



dihubungkan



dihubungkan



dengan



dengan



persepsi klien



persepsi



klien



mengenai



mengenai



faktor



faktor



penyebab dari



penyebab dari



penyakit yang



penyakit yang



dialami.



dialami. Tersier: Tersier: Manajemen Pengobatan (2380) 



Manajemen Pengobatan (2380) 



Tentukan obat apa yang diperlukan,



33



Menentukan obat apa yang diperlukan, dan kelola menurut











2.



dan kelola menurut resep dan atau protokol  Monitor pasien mengenai efek terapetik obat  Monitor efek samping obat



resep dan atau protokol Memantau pasien mengenai efek terapetik obat Memantau efek samping obat



Domain 6.Persepsi Primer :



Primer :



Diri, Kelas 2.Harga Koping (1302)



Peningkatan koping Peningkatan koping



Diri,



(5230)



e. Dapat



Harga diri rendah situasional gangguan



mengidentifikasi



b.d fungsi



(00120)







karakteristik:  Tidak berdaya



negatif tentang diri



efektif



mengidentifika



mengidentifika



sikan deskripsi



sikan deskripsi



penerimaan



yang realistik



yang realistik



terhadap situasi



terhadap



terhadap



adanya



adanya



terhadap



perubahan



perubahan



perubahan hidup



peran



peran







Menggunakan



pendekatan



pendekatan



strategi



yang



yang



koping



Sekunder : Harga Diri (1205): Gambaran



 diri



(120505/V) Gambaran bangga



Perasaan



tenang



tentang



pada



diri



tentang



tenang



dan



dan



memberikan



memberikan



jaminan



jaminan 



Dukung sikap pasien



terkait



harapan



Mendukung sikap



dengan



sebdiri (120518/V) 







Gunakan



untuk



menggunakan



yang efektif







Mendukung klien



h. Dapat











Dukung klien untuk



g. Dapat beradaptasi



 Ungkapan



(5230)



pola koping yang



f. Dapat menyatakan



Batasan



Primer :



pasien



terkait dengan yang



harapan



yang



realistis



realistis



sebagai upaya



sebagai upaya



untuk



untuk



34



nilai diri (120519/V) Penampilan



peran



(1501) d. Dapat







mendeskripsikan tentang perubahan peran



akibat



penyakit



atau



kecacatan



mengatasi



mengatasi



perasaan



perasaan



ketidakberdaya



ketidakberdaya



an



an 



Evaluasi



Mengevaluasi



kemampuan



kemampuan



klien



klien



dalam



dalam



membuat



membuat



keputusan.



keputusan.



e. Dapat Bimbingan antisipasif Bimbingan antisipasif



menampilkan perilaku



peran



orang terdekat



(5210) 



f. Dapat melaporkan kenyamanan dalam perubahan peran







Tersier : Tingkat Stres (1212) 



Depresi (121221/V)







Perubahan (121234/V)



libido







(5210)



Berikan informasi  mengenai harapanharapan yang realistis mengenai perilaku pasien Instruksikan klien mengenai perilaku dan perkembangan  dengan cara yang tepat Bantu klien untuk memutuskan bagaimana  masalah dipecahkan



Sekunder : Peningkatan peran (5370) 



Memberikan informasi mengenai harapan-harapan yang realistis mengenai perilaku pasien Menginstruksikan klien mengenai perilaku dan perkembangan dengan cara yang tepat Membantu klien untuk memutuskan bagaimana masalah dipecahkan



Sekunder : Bantu untuk



klien Peningkatan peran (5370)



mengidentifika







35



Membantu



sikan







peran



klien



yang biasanya



mengidentifika



dalam keluarga



sikan



Bantu



yang biasanya



klien



dalam



mengidentifika



keluarga 



klien



peran



mengidentifika



khusus



sikan



diperlukan



perubahan



terkait dengan



peran



sakit/kecacatan



yang



Ajarkan



diperlukan



perilaku-



terkait dengan



khusus



sakit/kecacatan



baru 



Mengajarkan



diperlukan



perilaku-



oleh



klien



perilaku



untuk



dapat



yang



baru



memenuhi



diperlukan



perannya.



oleh



klien



untuk



dapat



Peningkatan Diri (5400)







untuk



yang



yang







Membantu



perubahan



perilaku







peran



untuk



sikan







untuk



Harga



memenuhi perannya.



Tentukan kepercayaan diri pasien dalam hal penilaian diri Bantu pasien untuk mengidentifikasi respon positif dari orang lain Jangan mengkritisi



Peningkatan Diri (5400) 







36



Harga



Menentukan kepercayaan diri pasien dalam hal penilaian diri Membantu pasien untuk











pasien secara negatif Bantu pasien untuk memeriksa  persepsi negatif terhadap diri Monitor tingkat  harga diri dari waktu ke waktu, dengan tepat 



Evaluasi 1. Disfungsi seksual b.d gangguan fungsi tubuh S



: Klien mengatakan dapat beraktivitas seksual meskipun minimal,



dan melakukan hubungan karena demi memenuhi kebutuhan biologis istrinya O



: TD: 150/90 mmHg, GDA: 285



A



: Masalah belum teratasi



P



: lanjutkan intervensi no. 1



2. Harga diri rendah situasional b.d gangguan fungsi S



: Klien mengatakan sudah mampu menerima keadaan dirinya



sekarang O



: klien terlihat tenang dan tidak ada perasaan malu kepada istri



A



: Masalah teratasi



P



: Hentikan intervensi



37



mengidentifikasi respon positif dari orang lain Tidak mengkritisi pasien secara negatif Membantu pasien untuk memeriksa persepsi negatif terhadap diri Memantau tingkat harga diri dari waktu ke waktu, dengan tepat



BAB V KESIMPULAN



Disfungsi ereksi atau impotensi adalah sebuah masalah umum di kalangan pria yang ditandai oleh ketidakmampuan yang konsisten untuk mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan hubungan seksual atau ketidakmampuan untuk mencapai ejakulasi, atau keduanya Gairah seksual adalah proses yang kompleks dan melibatkan otak, hormon, emosi, syaraf, otot dan pembuluh darah. Disfungsi ereksi dapat dihasilkan dari masalah pada salah satu atau beberapa diantaranya. Sebagai contoh, stress dan masalah kesehatan mental dapat menyebabkan atau memperburuk disfungsi ereksi.



38



DAFTAR PUSTAKA



Bulechek, Gloria M. et al. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Missouri: Mosby Elsevier. Efendi, Ferry Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). Nursing Diagnoses Definitions



and



Classifications (NANDA) 2015-2017. Oxford: Willey Blackwell. http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/240/pdf_169



Diakses



pada



tanggal



1



September 2017 pukul 10.00 WIB Maurer, F. A. & Smith, C. M. (2000).Community health nursing: Theory and practice. 2nd ed. Philadelphia: W. B. Saunders Company. Moorhead, Sue et al. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. Missouri: Mosby Elsevier. Bulechek, Gloria M. et al. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Missouri: Mosby Elsevier. Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). Nursing Diagnoses Definitions



and



Classifications (NANDA) 2015-2017. Oxford: Willey Blackwell. Mac Vary, Kevin T. Erectile Dysfunction. Available from: n engl j med 357;24 www.nejm.org 2472 december 13, 2007. [Accessed 08 maret 2018]. Moorhead, Sue et al. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. Missouri: Mosby Elsevier. Wespes E et al.Guidelines On Erectile Dysfunction. European Association Of Urology. 2012: 1-47.



39