Tugas Makalah PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODEL BANTUAN MENURUT HERONS



Disusun Oleh :



RIZQY DWI RAMADHANI



1230019022



PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA 2020 1



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah “Model Bantuan Menurut Herons” Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari bersifat membangun guna kesempurnaan makalah penulis selanjutnya. Akhir kata, penulis menyucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta penulis berharap agar makalah ini dapat bermamfaat untuk kita semua.



Surabaya ,



28 Oktober 2020



Penulis



Rizqy Dwi Ramadhani



i



2



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... ii BAB I



PENDAHULUAN



A. Latar Belakang ............................................................................. 4 B. Tujuan ......................................................................................... 4 BAB II PEMBAHASAN A. Teori Pengambilan Keputusan ..................................................... 5 B. Model Herons .............................................................................. 8 C. Keterampilan Observasi ............................................................... 9 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................. 17 B. Saran ............................................................................................ 17 DAFTAR PUSTAKA



ii



3



BAB I PENDAHULUAN A.



LatarBelakang Model dalam teori kebidanan indonesia mengadopsi dari beberapa model



negara dengan berdasarkan dari beberapa teori yang sudah ada disamping dari teori & model yang bersumber dari masyarakat. Model asuhan kebidanan didasarkan pada kenyataan bahwa kehamilan dan persalinan merupakan episode yang normal dalam siklus kehidupan wanita. Model kebidanan ini dapat dijadikan tolak ukur bagi bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan pada klien sehingga akan terbina suatu hubungan saling percaya dalam pelaksanaan askeb. Dengan ini diharapkan profesi kebidanan dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam upaya menurunkan angka kesakitan, trauma persalinan, kematian & kejadian seksio sesaria pada persalinan.Manajemen kebidanan adalah suatu metode/proses berfikir logis sistematis.oleh karena itu manajemen kebidanan merupakan alur fikir bagi seorang bidan dalam memberikan arah / kerangka dalam menangani kasus yang menjadi



tanggung



jawabnya. Menjelaskan



dasar-dasar



harus diperhatikan oleh bidandalam melaksanakan asuhan kebidanan.



B.



Tujuan 1. Bagaimana teori pengambilan keputusan 2. Bagaiman model herons 3. Bagaimana keterampilan observasi



4



yang



BAB II PEMBAHASAN A. PELAYANAN KEBIDANAN Standar pelayanan kebidanan adalah tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna dalam pelaksanaan praktik kebidanan yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal, atau disebut pula sebagai kisaran variasi yang masih dapat diterima oleh masyarakat. B. Pengambilan Keputusan Dalam Pelayanan Kebidanan 1. Pengambilan Keputusan Proses pengambilan keputusan merupakan bagian dasar dan integral dalam praktik suatu profesi dan keberadaanya sangat penting karena akan menentukan tindakan selanjutnya. Menurut George R.Terry, pengambilan keputusan adalah memilih alternatif yang ada. Ada 5 (lima) hal pokok dalam pengambilan keputusan: 1.



Intuisi berdasarkan perasaan, lebih subyektif dan mudah terpengaruh



2.



Pengalaman mewarnai pengetahuan praktis, seringnya terpapar suatu kasus meningkatkan kemampuan mengambil keputusan terhadap nsuatu kasus



3.



Fakta, keputusan lebih riel, valit dan baik.



4.



Wewenwng lebih bersifat rutinitas



5.



Rasional, keputusan bersifat obyektif, trasparan, konsisten Keterlibatan bidan dalam proses pengambilan keputusan sangat penting



karena dipengaruhi oleh 2 hal • Pelayanan ”one to one” : Bidan dan klien yang bersifat sangat pribadi dan bidan bisa memenuhi kebutuhan. • Meningkatkan sensitivitas terhadap klien bidan berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan • Perawatan berfokus pada ibu(women centered care) dan asuhan total( total care)



5



Tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh 3 keterlambatan yaitu : • Terlambat mengenali tanda – tanda bahaya kehamilan sehingga terlambat untuk memulai pertolongan • Terlambat tiba di fasilitas pelayanan kesehatan • Terlambat mendapat pelayanan setelah tiba di tempat pelayanan. 2. Teori-Teori Pengambilan Keputusan 1.



Teori Utilitarisme: Ketika keputusan diambil, memaksimalkan kesenangan, meminimalkan ketidaksenangan.



2.



Teori Deontology Menurut Immanuel Kant: sesuatu dikatakan baik bila bertindak baik. Contoh bila berjanji ditepati, bila pinjam hrus dikembalikan



3.



Teori Hedonisme: Menurut Aristippos , sesui kodratnya, setiap



manusia mencari



kesenangan dan menghindari ketidaksenangan. 4.



Teori Eudemonisme: Menurut Filsuf Yunani Aristoteles , bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan, ingin mencapai sesuatu yang baik bagi kita



3. Bentuk pengambilan keputusan : •



Strategi : dipengaruhi oleh kebijakan organisasi atau pimpinan, rencana dan masa depan, rencana bisnis dan lain-lain.







Cara kerja : yang dipengaruhi pelayanan kebidanan di dunia, klinik, dan komunitas.







Individu dan profesi : dilakukan oleh bidan yang dipengaruhi oleh standart praktik kebidanan.



Pendekatan tradisional dalam pengambilan keputusan : •



Mengenal dan mengidentifikasi masalah







Menegaskan masalah dengan menunjukan hubungan antara masa lalu dan sekarang.



6







Memperjelas hasil prioritas yang ingin dicapai.







Mempertimbangkan pilihan yang ada.







Mengevaluasi pilihan tersebut.







Memilih solusi dan menetapkan atau melaksanakannya.



4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan a. Faktor fisik, didasarkan pada rasa yang dialami oleh tubuh sepeti rasa sakit, tidak nyaman dan kenikmatan. b. emosional, didasarkan pada perasaan atau sikap. c. Rasional, didasarkan pada pengetahuan d. Praktik, didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan dalam melaksanakanya. e. Interpersonal, didasarkan pada pengrauh jarigan sosial yang ada f. Struktural, didasarkan pada lingkup sosial,ekonomi dan politik. 5. Dasar Pengambilan keputusan : a. Ketidak sanggupan ( bersifat segera) b. Keterpaksaaan karena suatu krisis, yang menuntut sesuatu unutuk segera dilakukan. 6. Pengambilan keputusan yang etis Ciri 2nya: a. Mempunyai pertimbangan yang benar atau salah b. Sering menyangkut pilihn yang sukar c. Tidak mungkin dielakkan d. Dipengaruhi oleh norma, situasi, iman,lingkungan social 7.



Tips pengambilan keputusan dalam keadaan kritis : a. Identifikasi dan tegaskan apa masalahnya, baik oleh sendiri atau dengan orang lain. b. Tetapkan hasil apa yang diinginkan. c. Uji kesesuaian dari setiap solusi yang ada. d. Pilih solusi yang lebih baik. e. Laksanakan tindakan tanpa ada keterlambatan.



7



C. Model bantuan menurut Herons Memahami Model Model Heron memiliki dua kategori dasar atau gaya "otoritatif" dan "fasilitatif". Mereka dua kategori rincian lebih lanjut ke dalam enam kategori total untuk menjelaskan bagaimana orang intervensi ketika membantu. •



Cara Menggunakan Model Anda dapat menggunakan model untuk melihat cara Anda berkomunikasi



dalam berbagai pengaturan "membantu" di tempat kerja. Jika Anda terbiasa satu atau dua gaya, model akan membantu Anda belajar dan lebih banyak menggunakan gaya, dan sehingga meningkatkan dampak dan hasil dari bantuan yang Anda berikan. Gunakan gambar 1 di bawah ini untuk menganalisis gaya yang Anda gunakan dalam pengaturan kerja tertentu. Jika Anda membantu seseorang untuk memecahkan suatu masalah tertentu atau masalah, menggunakan model untuk rencana intervensi Anda sehingga Anda membantu anggota tim Anda atau klien dengan cara terbaik mungkin. Gunakan angka 1 untuk memilih gaya yang sesuai dan merencanakan apa yang harus dikatakan dan meminta orang lain. 2. Model Heron: Apa yang Katakanlah dan Ask • • Bersifat



Memberikan saran dan bimbingan Beritahu orang lain bagaimana mereka harus berperilaku Katakan kepada mereka apa yang harus dilakukan



menentukan •



• Informatif







Memberi Anda melihat dan mengalami Jelaskan latar belakang dan prinsipprinsip Membantu orang lain mendapatkan pemahaman yang lebih baik



Otoriter



8



• • •



Menghadapi



• • Obat



pencahar •



• Fasilitatif Katalis



• • •



Mendukung • •



Menantang pemikiran orang lain Memutar ulang persis apa yang telah dikatakan atau dilakukan Beritahu mereka apa yang Anda pikirkan adalah menahan mereka kembali Membantu mereka menghindari membuat kesalahan yang sama lagi Membantu orang lain mengungkapkan perasaan mereka atau ketakutan Berempati dengan mereka



Ajukan pertanyaan untuk mendorong pemikiran segar Mendorong orang lain untuk menghasilkan pilihan baru dan solusi Mendengarkan dan meringkas, dan mendengarkan lagi Beritahu orang lain Anda menghargai mereka (kontribusi mereka, niat baik atau prestasi) Pujilah mereka Menunjukkan bahwa mereka memiliki dukungan dan komitmen



D. Keterampilan Observasi Observasi ialah metode atau cara yang menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Pengamatan (observasi) merupakan suatu cara pengumpulan data yang pengisiannya berdasarkan atas pengamatan langsung terhadap sikap dan perilaku individu atau kelompok. 1.



Tingkah laku verbal dan non verbal a. Komunikasi verbal Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata



baik secara lisan maupun tertulis. Komunikasi verbal (verbal communication) adalah bentuk komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan 9



dengan cara tertulis atau lisan. Bahasa verbal merupakan sarana untuk menyampaikan perasaan, pikiran dan maksud tujuan. Aspek



dalam



komunikasi



verbal



yaitu



perbendaharaan



kata-



kata(vocabulary), kecepatan(racing), intonasi suara, humor, waktu yang tepat dan singkat. Menurut Larry L. Barker (dalam Deddy Mulyana,2005), bahasa mempunyai tiga fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi. 1. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. 2. Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan. 3. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan



masa



lalu,



masa



kini,



dan



masa



depan,



memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita. b. Komunikasi non verbal Komunikasi non verbal adalah pesan yang di sampaikan dalam komunikasi di kemas dalam bentuk non verbal, tanpa kata-kata. Komunikasi non verbal adalah setiap bentuk perilaku manusia yang langsung dapat diamati oleh orang lain dan yang mengandung informasi tertentu tentang pengirim atau pelakunya. 1)



Bentuk komunikasi non verbal a) Bahasa tubuh: meliputi lambaian tangan, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, gerakan kepala, sikap atau postur tubuh, dan lain-lain. b) Tanda: dalam komunikasi non verbal menggantikan kata-kata, misal: bendara putih mengartikan ada lelayu c) Tindakan atau perbuatan: tindakan tidak menggantikan kata-kata tetapi mengandung makna, misal: menggebrak meja berarti marah.



10



d) Objek: objek tidak menggantikan kata-kata tetapi juga mengandung makna, misal: pakaian mencerminkan gaya hidup seseorang e) Warna: menunjukan warna emosional, cita rasa, keyakinan agama, politik, dan lain-lain, misal: warna merah muda adalah warna feminim. 2)



Fungsi pesan nonverbal Mark L. Knapp (dalam Jalaludin, 1994), menyebut lima fungsi pesan



nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal: 1. Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya setelah mengatakan penolakan saya, saya menggelengkan kepala. 2. Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-anggukkan kepala. 3. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya anda ’memuji’ prestasi teman dengan mencibirkan bibir, seraya berkata ”Hebat, kau memang hebat.” 4. Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata. 5. Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul meja. 2.



Pengamatan dan Penafsiran Pengamatan objektif adalah berbagai tingkah laku yang biasa dilihat



dan didengar. Sedangkan penafsiran/interprestasi adalah kesan yang kita berikan pada apa yang kita lihat dan dengar. Tahap-tahap interprestasi meliputi: 1.



Refleksi perasaan; konselor tidak jauh dari apa yang dikatakan klien.



2.



Klarifikasi; menjelaskan apa yang tersirat dalam perkataan klien.



3.



Refleksi; penilaian konselor terhadap apa yang diungkapkan klien.



4.



Konfrontasi; konselor membawa kepada perhatian dan perasaan klien tanpa disadari.



11



5.



Interprestasi; konselor memperkenalkan konsep-konsep hubungan yang berakar dari pengalaman



3.



JENIS OBSERVASI Ada beberapa jenis observasi yang lazim dilakukan oleh konselor atau



peneliti, yaitu : 1. Dilihat dari keterlibatan subyek terhadap obyek yang sedang diobservasi (observee), observasi bisa dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu : a. Observasi partisipan, yaitu bila pihak yang melakukan observasi (observer) turut serta atau berpartisipasi dalam kegiatan yang sedang diobservasi (observee). Observasi partisipan juga sering digunakan dalam penelitian eksploratif.Observasi partisipan ini memiliki kelebihan, yaitu observee bisa jadi tidak mengetahui bahwa mereka sedang diobservasi, sehingga perilaku yang nampak diharapkan wajar atau tidak dibuat – buat. Disisi lain, observasi partisipan mengandung kelemahan, terutama berkaitan



dengan



kecermatan



dalam



melakukan



pengamatan



dan



pencatatan, sebab ketika observer terlibat langsung dalam aktifitas yang sedang dilakukan observee, sangat mungkin observer tidak bisa melakukan pengamatan dan pencatatan secara detail. b. Observasi non – partisipan, yaitu bila observer tidak secara langsung atau tidak berpartisipasi dalam aktifitas



yang sedang dilakukan oleh



observee.Observasi non – partisipan ini memiliki kelebihan, yaitu observer bisa melakukan pengamatan dan pencatatan secara detail dan cermat terhadap segala aktivitas yang dilakukan observee. Disisi lain, bentuk ini juga memiliki kelemahan yaitu bila observee mengetahui bahwa mereka sedang diobeservasi, maka perilakunya biasanya buat – buat atau tidak wajar. Akibatnya, observer tidak mendapatkan data yang asli. c. Observasi kuasi – partisipan, yaitu bila observer terlibat pada sebagian kegiatan yang sedang dilakukan oleh observee, sementara pada sebagian kegiatan lain observer tidak melibatkan diri. Bentuk ini merupakan jalan tengah untuk mengatasi kelemahan kedua bentuk observasi di atas, dan sekaligus memanfaatkan kelebihan dari kedua bentuk tersebut.



12



2. Dilihat dari segi situasi lingkungan dimana subjek diobservasi, Gall dkk (2003 : 254) membedakan observasi menjadi dua, yaitu : a. Observasi naturalistik, jika observasi dilakukan secara alamiah atau dalam kondisi apa adanya. Contoh : melihat pertandingan sepak bola, guru mengamati murid ketika sedang bermain di halaman sekolah, seorang peneliti mengamati perilaku binatang di hutan atau kebun binatang. b. Observasi eksperimental, jika observasi itu dilakukan terhadap subjek dalam suasana eksperimen atau kondisi yang diciptakan. Contoh : para ilmuwan mengamati perubahan hewan percobaannya yang diberi vaksin dengan hewan yang tidak diberi vaksin. 3. Khususnya bentuk observasi sistematis, Blocher (1987) mengelompokan ke dalam tiga bentuk dasar observasi, yaitu : a. Observasi naturalistik, yaitu ketika sesorang ingin mengobservasi subjek (observee) dalam kondisi alami atau natural. b. Metode survai, yaitu ketika seseorang mensurvai (mengobservasi) contoh – contoh tertentu dari perilaku individu yang ingin kita nilai. c. Eksperimentasi, yaitu ketika sesorang tidak hanya mengobservasi tetapi memaksakan kondisi – kondisi spesifik terhadap subjek yang diobservasi. 4. Berdasarkan pada tujuan dan lapangannya, Hanna Djumhana (1983 : 205) mengelompokkan observasi menjadi, yaitu : a. Finding observasi, yaitu kegiatan observasi untuk tujuan penjajagan. Dalam melakukan observasi ini observer belum mengetahui dengan jelas apa yang harus diobservasi, ia hanya mengetahui bahwa ia akan mengahadapi suatu situasi saja. Selama berhadapan dengan situasi itu, ia bersikap menjajagi saja, kemudian ia mengamati berbagai variabel yang mungkin dapat dijadikan bahan untuk menyusun observasi yang lebih terarah. b. Direct observation, yaitu observasi yang menggunakan “daftar isi” sebagai pedomannya. Daftar ini bisa berupa checklist kategori tingkah laku yang diobservasi. Pada umumnya pembuatan daftar isian ini didasarkan pada data yang diperoleh dari finding observation dan atau penjabaran dari konsep dalam teori yang dipandang sudah mapan.



13



5. Berdasarkan pada tingkat kesempurnaannya dan pelatihan yang disyaratkan, Gibson & Mitchell (1995 : 261), mengklasifikasikan observasi sebagai berikut : a. Level



pertama,



observasi



informasi



kasual



(casual



information



observation ). Observasi jenis ini banyak dilakukan dalam kehidupan sehari – hari dengan tidak terstruktur, dan biasanya observasi – observasi yang tidak terencana yang memberikan kesan – kesan kasual yang terjadi sehari –hari oleh orang – orang di dekat kita. Tidak ada pelatihan atau instrumentasi yang diharapkan atau disyaratkan. b. Level kedua, observasi terstruktur (guided observation). Terencana, diarahkan pada sebuah maksud atau tujuan. Observasi pada tingkat ini biasanya difasilitasi oleh instrumen yang sederhana seperti cheklist dan skala penilaian. Beberapa training juga diperlukan. c. Level ketiga, level klinis. Observasi, selalu diperpanjang, dan sering dengan kondisi – kondisi yang terkontrol. Teknik – teknik dan instrumen – instrumen yang digunakan direncanakan dengan baik, dan digunakan melalui pelatihan secara khusus, biasanya diberikan pada level doktoral. (Pemahaman Individu oleh Drs. Anwar Sutoyo, M.Pd, 2012 : 86 – 91) 4.



ANALISA OBSERVASI Gibson (1995 : 263) menyarankan agar dalam melakukan analisis selama



atau setelah observasi memperhatikan hal – hal sebagai berikut : 1. Mengamati satu klien dalam satu waktu. Observasi untuk analisis individu sebaiknya difokuskan pada individu tersebut. Utamanya terhadap perilaku klien secara detail yang mungkin berguna dalam konseling. 2. Ada kriteria spesifik untuk melakukan observasi. Konselor hendaknya selalu ingat bahwa observasi yang dilakukan adalah untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh sebab itu, ketika melakukan analisis hendaknya difokuskan pada hal – hal yang berkaitan dengan tujuan observasi. 3. Observasi seharusnya dilakukan tanpa batas waktu. Utamanya dalam dunia pendidikan, observasi dalam rangka konseling sebaiknya tidak hanya dibatasi pada waktu tertentu saja, tetapi dilakukan secara



14



berkesinambungan ini sekurang – kurangnya memiliki dua manfaat, yaitu untuk validasi dan evaluasi. 4. Konseli seharusnya diamati dalam situasi yang natural dan berbeda. Perilaku natural kebanyakan terjadi dalam situasi yang juga natural. Meskipun situasi naturalitu beragam antara satu orang dengan yang lain, tetapi ada situasi umum yang kurang lebih sama, misalnya : ketika di sekolah, di rumah, ketika berhubungan dengan teman, dengan guru, dengan karyawan, dan dengan orang dewasa lainnya. Sebab bisa jadi seseorang ketika di tengah – tengah keluarga menunjukkan perilaku sopan, tetapi ketika berhubungan dengan orang – orang di luar rumah terjadi sebaliknya. Mengamati perilaku dalam situasi yang berbeda itu sangat membantu dalam penyimpulan apakah karakteristik tingkah laku tersebut konsisten atau tidak. 5. Mengamati klien dalam konteks semua situasi atau situasi total. Dalam melakukan observasi terhadap tingkah laku manusia, sangatlah penting menghindari pendekatan “tunnel vision”, dimana kita hanya bermaksud mengamati klien secara visual atau sebatas yang tampak mata, tetapi observasi sebaiknya dilakukan dengan melihat faktor – faktor yang mendorong munculnya tingkah laku tersebut, sehingga kita bisa memberi makna yang lebih tepat terhadap tingkah laku yang kita amati. 6. Data dari observasi seharusnya digabungkan dengan data yang lain. Dalam analisis individu sangatlah penting untuk menggabungkan semua yang diketahui tentang konseli. Hal ini karena untuk melihat konseli sebagai seorang manusia yang utuh, semua kesan yang didapatkan dari observasi harus dipadukan dengan semua informasi yang mungkin didapatkan. Teknik studi kasus yang diguanakan oleh sebagian besar bantuan profesional memberikan ilustrasi terhadap integrasi dan hubungan antar data sebelum dilakukan interpretasi. 7. Observasi seharusnya dilakukan dalam kondisi yang menyenangkan. Dalam melakukan observasi sangat diharapkan observer berada pada posisi yang cukup jelas untuk melihat apa yang ingin dilaporkan. Idealnya, observer mampu melakukan observasi dalam waktu yang



15



cukup tanpa halangan dan gangguan, serta kondisi yang menyenangkan untuk melakukan observasi. Observer seharusnya juga siap terhadap kemungkinan lain yang mungkin terjadi ketika seseorang diamati memodifikasi perilakunya karena dia sadar bahwa dirinya sedang diamati. (Pemahaman Individu oleh Drs. Anwar Sutoyo, M.Pd, 2012 : 124 -126)



16



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Model Kebidanan adalah suatu bentuk pedoman atau acuan yang merupakan kerangka kerja seorang bidan dalam memberikan asuhan kebidanan.Konseptual model kebidananyaitu: Pelayanan Kebidanan



Indonesia



dimulaisejak zaman Hindia-Belanda1807



(zamanGubernur Jendral Hendrik William Deandels) namun bukan bidan yang menjaditenaga medis dalam



proses



persalinan akantetapi dukun



yang



melakukan hal tersebut. Seiring berjalannya waktu dan pengaruhperkembangan zaman pada tahun 1851, oleh



dibuka seorang



pendidikan Dokter



bidan



bagi wanita



pribumi



di



Batavia



Militer Belanda (Dr. W. Bosch) lulusan



ini



kemudian bekerja di rumah sakit juga di masyarakat. Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan.



B.



Saran Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan



saran dari pembaca yang sifatnya membangun sangat saya harapkan demi perbaikan makalah ini kedepannya.



17



DAFTAR PUSTAKA



Fitriasari.2009. Konseling (Komunikasi Interpersonal. akbidypsdmi.net. 26 April 2009. 05:08 PM. Tyastuti, dkk., 2008. Komunikasi dan Konseling Dalam Praktik Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya. Uripni.



2003.



Komunikasi



Kebidanan.



Jakarta:



EGC.



mustikanurse.blogspot.com/2006/12/komunikasi-dalam-pelayanankeperawatan_12.html. Tuesday, December 12, 2006. Komunikasi Dalam Pelayanan Keperawatan II Oleh : Mustikasar Wulandari



diah.2009.Komunikasi



dan



kebidanan.Jogyakarta:Nuha medika



18



konseling



dalam



praktik