Laporan Praktikum Daging Dan Ikan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging, unggas dan ikan adalah hewan yang digunakan manusia sebagai bahan makanan, selain mempunyai penampakan yang menarik juga merupakan sumber protein hewani yang bernilai gizi tinggi. Daging, unggas dan ikan merupakan bahan makanan segar yang mudah sekali rusak setelah pasca panen. Kualitas atau kesegarannya yang digunakan untuk konsumsi terutama meliputi warna , keempukan atau tekstur, aroma, cita rasa dan kesan jus daging (juiceness). Daging adalah bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh. Daging merupakan bahan makanan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi, selain mutu proteinnya yang tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino essensial yang lengkap dan seimbang (Lawrie, 1995). Karena kandungan gizi yang cukup kompleks, maka daging merupakan sumber makanan bagi bakteri, dimana bakteri pada daging dapat mengakibatkan perubahan fisik dan kimia yang tidak diinginkan, sehingga daging tidak dapat disimpan lebih lama. Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat karena relatif mudah didapat karena harganya yang terjangkau. Banyak jenis ikan yang dikembangkan di Indonesia meliputi perikanan air tawar, air asin (laut), dan air payau atau tambak (Mareta, 2011). 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui perbedaan daging atau ikan segar dan yang kurang segar (busuk). 2. Mengetahui kualitas daging berdasarkan tingkatan penyebaran lemak intramuscular (marbling). 3. Mengetahui perubahan warna pada daging dan ikan setelah waktu tertentu maupun perlakuan tertentu. 4. Mengetahui nilai pH pada daging atau ikan. 5. Mengetahui cara pengukuran tekstur dan cara menghitung nilai tekstur daging. 6. Mengetahui penyusutan daging atau ikan akibat pemasakan. 7. Mengetahui kehilangan bobot daging akibat drip pada daging atau ikan beku. 8. Mengetahui ciri – ciri daging atau ikan dari beberapa jenis spesies.



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Komposisi Bahan 2.1.1 Deskripsi Daging Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan asam amino esensial yang lengkap. Menurut Soputan (2004), daging didefinisikan sebagai bagian dari hewan potong yang digunakan manusia sebagai bahan makanan, selain mempunyai penampakan yang menarik selera, juga merupakan sumber protein hewani berkualitas tinggi. Daging adalah seluruh bagian dari ternak yang sudah dipotong dari tubuh ternak kecuali tanduk, kuku, tulang dan bulunya. Dengan demikian hati, limpa, otak, dan isi perut seperti usus juga termasuk daging. a. Daging Sapi Daging sapi (Bahasa Inggris: beef) adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Daging sapi mempunyai gizi tinggi, rasa enak dan bermanfaat bagi tubuh manusia apabila dagingnya baik dan sehat. Daging sapi sangat disukai karena mempunyai gizi tinggi dan rasanya enak serta gurih. Menurut Trantono (2008), kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pada waktu hewan sebelum dan sesudah dipotong. Kualitas fisik daging sapi adalah warna daging, rasa dan aroma, perlemakan, dan tektur daging. Pada waktu sebelum dipotong, faktor penentu kualitas dagingnya adalah tipe ternak, jenis kelamin, umur, dan cara pemeliharaanyang meliputi pemberian pakan dan perawatan kesehatan. Sedangkan kualitas daging sesudah dipotong dipengaruhi oleh metode pemasakan, pH daging, hormon, dan metode penyimpanan. b. Daging ayam Unggas merupakan salah satu spesies yang dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan makanan. Selain karena rasanya yang enak daging unggas juga mengandung banyak sumber gizi seperti protein, lemak dan yang lainnya. Yang termasuk unggas antara lain, ayam, itik, angsa, burung dan kalkun. Yang paling populer adalah ayam, sedangkan yang lain jarang dimasak untuk hidangan sehari-hari (Tarwotjo, 1998).



Ayam yang digunakan oleh masyarakat untuk diolah biasanya adalah ayam potong. Disamping harganya lebih murah daripada ayam kampung, ayam potong yang masih muda memiliki daging yang empuk dan cocok untuk masakan ayam panggang, grill atau ayam goreng. Lemaknya sedikit, makin tua umur ayam makin banyak lemaknya. Untuk pengolahan ayam potong sendiri tidak berbeda dengan daging. Ayam yang telah dipotong perlu didiamkan dahulu sekitar 4 jam. Warna merah tua pada daging ayam karena adanya pigmen myoglobin (Tarwotjo, 1998). c. Daging Kambing Daging kambing memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan daging sapi. Namun, kambing memiliki serat lebih kecil dibandingkan serat daging sapi, serta aroma daging kambing yang khas goaty. Daging domba dan kambing masing - masing mengandung protein 17,1% dan 16,6% dan lemak 14,8% dan 9,2% (Usmiati, 2010). Daging kambing memiliki ciri yang khas, yaitu hampir tidak memiliki lemak dibawah kulit, kelebihan lemaknya ditimbun sebagai lemak yang tersebar diantara serat daging. Susunan karkas daging kambing yaitu daging 62%, tulang 19%, dan lemak 19% (Tiven, dkk., 2007). d. Daging Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Dalam mata rantai makanan, babi termasuk omnivora, yang berarti mengkonsumsi baik daging maupun tumbuh - tumbuhan. Babi adalah hewan yang kerakusannya dalam makan tidak tertandingi hewan lain. Ia memakan semua makanan yang ada di depannya (Kumari, 2009). Adapun ciri-ciri dari daging babi adalah sebagai berikut : baunya khas, daging lebih kenyal dan mudah direnggangkan, cenderung berair, warna lebih pucat, harga lebih murah dari pasaran daging sapi, seratnya lebih halus dari pada daging sapi, lemaknya tebal dan cenderung berwarna putih, dan elastik. Lemak babi sangat basah dan sulit dipisah dari dagingnya (Kumari, 2009). 2.1.2 Komposisi Daging Komposisi kimia daging secara umum dapat diestimasi, yaitu air sekitar 75%, protein 19%, lemak 2,5%, karbohidrat 1,2%, subtanasi non protein



lemak yang larut 2,3% termasuk subtansi nitro genus 1,65% dan subtansi anorganik 0,65%, dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dan dalam air, relatif sangat sedikit. (Soeparno, 2011). a. Daging Sapi Sapi pedaging dapat dibedakan dari jenis kelamin dan umur, dimana dengan perbedaan tersebut akan membedakan mutu dari daging sapi. Pada saat hewan dipotong akan diperoleh karkas dan non karkas. Dari seekor sapi yang beratnya 500 kg, akan diperoleh 350 kg karkas dan 270 kg daging (Susilawati, 2001). Komposisi daging menurut Soputan (2004), dalam 100 gram daging dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia daging sapi dan kisaran normalnya. Komponen Jumlah Kalori (kal) 207,00 Protein (g) 18,80 Lemak (g) 14,00 Karbohidrat (g) 0 Kalsium (mg) 11,00 Fosfor (mg) 170,00 Besi (mg) 2,80 Vitamin A (SI) 30,00 Vitamin B1 (mg) 0,08 Vitamin C (mg) 0 Air (g) 66,00 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981) dalam Soputan (2004) b. Daging Ayam Daging ayam termasuk mengandung gizi yang tinggi, selain dari proteinnya juga daging ayam mengandung lemak. Protein pada ayam yaitu 18,2 g, sedangkan lemaknya berkisar 25,0 g. Untuk memperjelas zat yang dikandung daging ayam, maka dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Ayam dalam 100 g bahan Komponen Jumlah Kalori (kal) 30,2 Protein (g) 18,2 Lemak (g) 25,0 Karbohidrat (g) 0 Kalsium (mg) 12,00



Fosfor (mg) 200,00 Besi (mg) 1,50 Vitamin A (SI) 810,00 Vitamin B1 (mg) 0,08 Vitamin C (mg) 0 Air (g) 55,9 Sumber : Departemen Kesehatan, (1986) c. Daging Kambing Komposisi daging kambing per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Komposisi daging kambing per 100 gram bahan Komponen Jumlah Kalori (kal) 154,00 Protein (g) 16,60 Lemak (g) 9,20 Karbohidrat (g) 0 Kalsium (mg) 11,00 Fosfor (mg) 124,00 Besi (mg) 1,00 Vitamin A (SI) 0 Vitamin B1 (mg) 0,09 Vitamin C (mg) 0 Air (g) 70,30 Sumber : Cahyono (1998) dalam Tiven, dkk. (2007) d. Daging Babi Komposisi daging babi per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Komposisi daging kambing per 100 gram bahan Komponen Jumlah Kalori (kal) 630,00 Protein (g) 9,10 Lemak (g) 65 Karbohidrat (g) 1,1 Kalsium (mg) 13,00 Fosfor (mg) 108,00 Besi (mg) 0 Vitamin A (SI) 0 Vitamin B1 (mg) 0,38 Vitamin C (mg) 0 Sumber : Departemen Kesehatan, (1986)



2.1.3 Deskripsi Ikan a. Ikan Kembung Ikan kembung (Indian Mackerel-Scombridae) memiliki karakteristik badan lonjong dan pipih. Di belakang sirip punggung kedua dan sirip dubur terdapat 5 sirip tambahan (finlet) dan terdapat sepasang keel pada ekor. Pada ikan ini terdapat noda hitam di belakang sirip dada. Pada semua jenis terdapat barisan noda hitam di bawah sirip punggung. Jenis ikan Kembung yang tertangkap di Indonesia terdiri dari spesies Rastelliger brachysoma, R. faughni dan R. kanagurta. Ikan kembung memiliki nama lokal Rumahan, Temenong, Mabong, Pelaling, Banyar, Kembung Lelaki. Habitat ikan kembung tersebar membentuk gerombolan (schooling) besar di wilayah perairan pantai. Ikan ini sering ditemukan bersama dengan ikan famili Clupeidae seperti Lemuru dan Tembang. Jenis makanannya adalah Phytoplankton (Diatom), Zooplankton (Cladocera, Ostracoda, Larva Polychaeta). Ikan dewasa memakan Makroplankton seperti larva udang dan ikan (Wiadnya, 2012). 2.1.4 Komposisi Ikan a. Ikan kembung Menurut Thariq et al (2014), ikan kembung dikenal sebagai mackarel fish yang termasuk ikan ekonomis penting dan potensi tangkapanya naik tiap tahunnya. Ikan ini memiliki rasa cukup enak dan gurih sehingga banyak digemari oleh masyarakat. Kandungan gizi ikan kembung dalam tabel 5. Tabel 5. Kandungan Ikan Kembung per 100 gram bahan Komponen Jumlah Kalori (kal) 103,00 Protein (g) 22,00 Lemak (g) 1 Karbohidrat (g) 0 Kalsium (mg) 20,00 Fosfor (mg) 200,00 Besi (mg) 1,5 Vitamin A (SI) 30,00 Vitamin B1 (mg) 0,05 Vitamin C (mg) 0 Air (g) 76,00 Sumber : Badan Ketahanan DIY (2012) dan Poedjiadi (1994)



2.2 Karakteristik Fisik dan Kimia Bahan 2.2.1 Karakteristik Fisik Daging Karakteristik fisik daging tersebut meliputi nilai pH daging, daya ikat air (DMA), susut masak, dan keempukan. Selanjutnya, dari nilai dari karakteristik fisik ini dapat dilihat kualitas daging tersebut. a. Ph Daging Pengaruh stres sesaat sebelum pemotongan terhadap bermacammacam otot sapi sangat bervariasi. Misalnya, sejumlah otot mengalami peningkatan cairan daging, sementara otot lain dapat menjadi kering. Stres sebelum pemotongan, seperti iklim, tingkah laku agresif diantara ternak sapi atau gerakan yang berlebihan, juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot dan akan menghasilkan daging yang gelap dengan pH yang tinggi (lebih besar dari 5,9) Setelah pH menurun pasca pemotongan, kemudian pH akan mencapai konstan pada beberapa waktu dan waktu ini bertambah meskipun daging dalam keadaan dingin dan akan naik lagi pH-nya pada kontaminasi dan kondisi membusuk. Bila pH mencapai 6,7 atau lebih, secara objektif pembusukan telah terjadi dan akan terbentuk perubahan bau, warna, dan susunan komposisinya. Nilai pH pasca mati akan ditentukan oleh jumlah asam laktat yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis anaerob dan hal ini akan terbatas bila glikogen terdeplesi karena lelah, kelaparan, atau takut pada hewan sebelum dipotong. pH adalah faktor penentu pertumbuhan bakteri yang penting, maka jelas bahwa pH akhir daging memang penting untuk ketahannya terhadap pembusukan. Hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH sekitar 7 dan tidak akan tumbuh persis dibawah pH 4 atau diatas 9, tetapi pH untuk pertumbuhan optimal ditentukan oleh kerja stimulan dari berbagai variabel lain di luar faktor keasaman itu sendiri. b. Daya Mengikat Air Nilai daya mengikat air oleh protein daging ditentukan dengan metode pengepresan menurut Hamm (Swatland, 1984). Penurunan nilai daya ikat air oleh protein daging, dan pada saat penyegaran kembali (thawing) daging beku, terjadi kegagalan serabut otot menyerap kembali semua air yang mengalami translokasi atau keluar pada saat penyimpanan beku (Bratzler et al., 1971 dan Lawrie, 1979). Proses pembekuan juga dapat meningkatkan kerusakan protein daging, sehingga daya ikat air terhadap protein daging akan semakin lemah,



yang akan menyebabkan nilai daya ikat air (Bhattacharya et al., 1988). Hal ini juga akan terlihat pada banyaknya cairan yang keluar (drip) pada saat daging beku tersebut di thawing. Semakin tinggi cairan yang keluar dari daging menunjukkan bahwa nilai daya ikat air oleh protein daging tersebut semakin rendah (Soeparno, 1998). Penurunan nilai daya mengikat air juga dapat meningkatkan nilai susut masak. c. Susut Masak Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar air daging, yaitu banyaknya air yang terikat di dalam dan di antara otot. Daging dengan susut masak yang rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging dengan persentase susut masak yang tinggi, karena kehilangan nutrisi selama proses pemasakan akan lebih sedikit. Menurut Shanks et al. (2002), besarnya susut masak dipengaruhi oleh banyaknya kerusakan membran seluler, banyaknya air yang keluar dari daging, degradasi protein dan kemampuan daging untuk mengikat air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara jenis ternak dan lama postmortem terhadap susut masak daging. Rataan susut masak daging sapi pada 4 jam postmortemnyata lebih tinggi. Menurut Lawrie (2003), nilai susut masak daging cukup bervariasi yaitu antara 1,5% sampai 54,5% dengan kisaran 15% sampai 40%. Hal ini menunjukkan bahwa susut masak yang diperoleh pada berbagai jenis ternak dengan lama postmortem yang berbeda adalah bervariasi. d. Keempukan Nilai keempukan daging ditentukan dengan metode shear press menurut Warner-Blatzer (Bouton et al., 1978). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan beku dapat menurunkan nilai daya putus atau meningkatkan keempukan daging secara nyata pada penyimpanan beku selama 0 sampai 2 bulan, dan tidak berbeda nyata pada penyimpanan beku selama 3 sampai 6 bulan . Hal ini disebabkan karena selama proses pembekuan dan penyimpanan beku terjadi kerusakan protein-protein daging, misalnya protein miofibrilar dan sarkoplasmik (Soeparno, 1998). Pembekuan cepat dapat meningkatkan keempukan daging, karena struktur jaringan mengalami perubahan, misalnya denaturasi protein. Salah satu penilaian mutu daging adalah sifat keempukannya yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging ada hubungannya dengan komposisi daging itu sendiri, yaitu berupa tenunan pengikat, serabut daging, sel-sel lemak



yang ada diantara serabut daging serta rigor mortis daging yang terjadi setelah ternak dipotong. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging digolongkan menjadi faktor antemortem (sebelum pemotongan) seperti genetik (termasuk bangsa, spesies, dan status fisiologi), umur, manajemen, jenis kelamin, serta stres, dan faktor postmortem (setelah pemotongan) yang meliputi metode chilling, refrigerasi, pelayuan/pemasakan (aging), pembekuan (termasuk lama dan temperatur penyimpanan), dan metode pengolahan (termasuk metode pemasakan dan penambahan bahan pengempuk). Keempukan daging dapat diketahui dengan mengukur daya putusnya, semakin rendah nilai daya putusnya, semakin empuk daging tersebut. 2.2.2 Karakteristik Kimia Daging a. pH Daging Standar pH daging hewan sehat dan cukup istirahat yang baru disembelih adalah 7-7,2 dan akan terus menurun selama 24 jam sampai beberapa hari. Jika terjadi pembusukan maka pH nya akan kembali ke 7. Jarak penurunan pH tersebut tidak sama untuk semua urat daging dari seekor hewan dan antara hewan juga berbeda. Nilai pH daging post mortem akan ditentukan oleh jumlah asam laktat yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis anaerob dan akan terbatas bila hewan terdepresi karena lelah. Setelah hewan disembelih, penyedian oksigen otot terhenti. Dengan demikian persediaan oksigen tidak lagi di otot dan sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan lagi dari otot. Jadi daging hewan yang sudah disembelih akan mengalami penurunan pH. pH daging segar adalah 7,2 yang berarti daging tersebut berasal dari hewan yang sehat. Setelah 24 jam di dalam refrigerator Ph daging mengalami penurunan karena adanya aktivitas mikroba yang menyebabkan proses glikolisis menghasilkan asam laktat. Begitu pula yang terjadi pada daging beku. Namun, pada daging busuk Ph meningkat karena penurunan aktivitas mikroba penghasil asam karena persediaan glikogen yang semakin terbatas dan diikuti aktivitas mikroba penghasil senyawa basa. 2.2.3 Karakteristik Fisik Ikan Untuk memecahkan segala permasalahan yang berhubungan dengan transportasi, penyimpanan dan pengolahan ikan perlu menguasai tentang sifat fisik ikan yang meliputi bentuk dan ukuran, tekstur, dan faktor-faktor lain juga perlu untuk diketahui. a. Bentuk Ikan Bentuk utama dari ikan, yaitu yang terdiri dari berikut ini. (a) Bentuk torpedo – memiliki bentuk seperti torpedo, bagian paling tebal



pada kepala, meruncing tajam ke arah belakang, dan sedikit mendatar pada kedua sisinya. Contoh: ikan tuna, cakalang dan layang. (b) Bentuk panah memanjang – sayatan atau potongan melintangnya sebanding dengan sirip punggung dan sirip anus terletak pada bagian belakang. Contoh: cendro dan cunang-cunang. (c) Bentuk pipih – bentuknya memipih pada kedua sisi atau pada bagian atas. Contoh: ikan pari. (d)Bentuk seperti ular – panjang, bulat, sedikit memipih pada kedua sisi dan geraknya mengombak. Contoh: belut dan sidat. b. Ukuran Panjang dan berat dapat dipakai untuk menentukan ukuran dari ikan. Ikan yang lebih tua memiliki ukuran lebih panjang dan lebih kambah dibandingkan dengan yang lebih muda. Pada umur dan panjang yang sama, biasanya ikan betina lebih berat dibandingkan ikan jantan. Keragaman ukuran secara musiman terhadap volume dan berat terjadi pada saat gonad sedang dalam proses perkembangan, dan kemudian mengecil kembali segera setelah bertelur. Laju pertumbuhan ikan tergantung kepada pakan yang tersedia di air tempat hidupnya sehingga ikan pada umur dan spesies sama yang ditangkap pada perairan berbeda mungkin bervariasi dalam berat dan panjang. c. Berat Spesifik Ikan Berat spesifik ikan adalah perbandingan antara berat terhadap volume (dalam gram/cm3 ). Rata-rata gravitasi spesifik dari ikan hidup (atau ikan mati yang memiliki kantung kemih belum kempis) mendekati 1,01 yang memungkinkan untuk mentransportasikan ikan utuh melalui aliran air. Ikan yang telah disiangi atau bagian dari badan ikan memiliki gravitasi spesifik yang lebih besar dan tenggelam di dalam air. Gravitasi spesifik ikan yang telah disiangi dan daging dari spesies yang berbeda bervariasi antara 1,05– 1,08, kulit antara 1,07– 1,12 dan sisik antara 1,30–1,55. Gravitasi spesifik ikan menurun dengan meningkatnya ukuran ikan. Perubahan suhu ikan antara 20⁰ke 30⁰ C dan 0⁰C menyebabkan sedikit perubahan gravitasi spesifik, tetapi berat spesifik ikan beku menurun karena peningkatan volume ketika air berubah menjadi es. d. Berat Kamba Berat kamba ikan adalah berat (dalam kilogram atau ton) per unit volume (meter kubik). Faktor ini harus diperhitungkan ketika melakukan kalkulasi kapasitas penyimpanan, transportasi, dan pengemasan. Berat kamba tergantung kepada kondisi dari ikan. Ikan hidup dapat dimuat lebih padat dibandingkan ikan mati dan memiliki



berat kamba lebih besar. Ikan mati yang belum mengencang, atau ikan telah melampaui tahap rigor mortis yang badannya lemas dapat dimuat lebih padat dari pada ikan yang baru mengencang atau ikan beku, oleh karenanya ikan tersebut memiliki berat kamba yang lebih tinggi. Pusat gravitasi ikan berada dekat bagian kepala. e. Tekstur Tekstur atau konsistensi sangat penting di dalam memperkirakan mutu ikan dan memperkirakan tingkat kesulitan dalam memotongnya. Konsistensi diukur berdasarkan kekakuan daging ikan yang meningkat pada awal setelah kematian, dan mencapai nilai tertinggi selama rigor mortis. Ketika tahap ini dilampaui dan ikan telah disimpan beberapa saat, kekakuan tersebut akan menurun. (Okada dkk, 1973) 2.2.4 Karakteristik Kimia Ikan Komposisi kimia ikan tergantung kepada spesies, umur, jenis kelamin dan musim penangkapan, serta ketersediaan pakan di air, habitat dan kondisi lingkungan. Kandungan protein dan mineral daging ikan relatif konstan, tetapi kadar air dan kadar lemak sangat berfluktuasi. Jika kandungan lemak pada daging semakin besar, kandungan air akan semakin kecil dan sebaliknya. a. Air Daging ikan laut mengandung air sekitar 50–85%, tergantung pada spesies dan status gizi dari ikan. Ikan dalam keadaan lapar, yaitu pada saat sedang bertelur, kehilangan simpanan energi pada jaringan sehingga meningkatkan kadar air daging. Di dalam otot atau jaringan yang lain, air berperan penting sebagai pelarut sehingga memungkinkan terjadinya reaksi - reaksi biokimia di dalam sel. Air dalam daging ikan dibedakan atas air terikat dan air bebas. Disebut air terikat karena tertahan secara kuat oleh molekul-molekul hidrofilik, terutama protein dalam bentuk gel atau sol. Hidrasi protein tergantung pada sifat kepolaran (struktur dipole) dari molekul air dan adanya molekul protein berupa gugus fungsional aktif (amino, karboksil, hidroksil) dan peptida serta senyawa lain yang memiliki kemampuan melakukan adsorpsi air. Dipole air membentuk lapisan terhidrasi yang mengelilingi gugus aktif dan protein secara keseluruhan. Jika daging ikan diberi perlakuan seperti pembekuan, pemanasan, pengeringan, variasi pH atau tekanan osmotik, perbandingan antara kedua jenis air mengalami perubahan dan kemudian menyebabkan terjadinya perubahan konsistensi. Ketika ikan dibekukan, tidak ada



air yang hilang, tetapi hubungan air-protein terganggu, sebagai akibatnya pada saat daging dilelehkan menjadi kurang kompak dan lebih berair. b. Protein Protein adalah komponen ikan yang sangat penting ditinjau dari sudut gizi dan biasanya terkandung sekitar 15−25% dari berat total daging ikan. Molekul protein terutama terdiri dari asam amino, yang merupakan senyawa organik yang mengandung satu atau lebih gugus amino dan satu atau lebih gugus karboksil. Hampir semua asam amino yang terdapat pada protein hewan juga terdapat pada protein daging ikan dan di antara asam-asam amino tersebut terdapat asam amino esensial, yaitu valin, histidin, isoleusin, lisin, leusin, methionin, threonin, triptofan, dan fenilalanin. Komposisi asam amino antar ikan tidak banyak berbeda. Akan tetapi, kandungan histidin pada ikan tuna, cakalang, tongkol dan kembung memiliki kandungan histidin yang jauh lebih besar dibandingkan dengan jenis-jenis ikan lainnya. Berdasarkan kelarutannya, protein pada daging ikan dibedakan atas tiga kelas, yaitu protein larut air, protein larut garam dan protein tidak larut. c. Lipid Ikan biasanya diklasifikasikan berdasarkan kandungan lipidnya. Lipid adalah kelompok komponen makanan yang biasanya dikenal sebagai fosfolipid, triasilgliserol, sterol, lilin, dan lainnya yang merupakan senyawa tidak larut air. Ikan digolongkan sebagai ikan berlemak rendah jika mengandung lipid kurang dari 2%; ikan berlemak sedang mengandung 2−5% lipid dan ikan berlemak tinggi mengandung lipid di atas 5%, dan bahkan ada ikan yang mengandung lipid sampai 20%, yaitu ikan lemuru dari selat Bali. Daging ikan yang masuk kelompok lemak rendah berwarna putih, sedangkan yang termasuk kelompok lemak tinggi berwarna putih sampai gelap. Variasi kandungan lipid sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, ukuran dan tahap siklus reproduksi. Daging kepiting dan udang kandungan lipidnya sangat rendah, bahkan kurang dari 1%. Lemak dalam bentuk cair pada suhu kamar disebut minyak. Lipid yang banyak dijumpai pada lemak adalah triasilgliserol atau trigliserida, yang terdiri dari tiga asam lemak yang diesterifikasi terhadap gliserida sebagai penyanggah. Asam lemak penyusun trigliserida bervariasi dalam panjang rantai karbon dan derajat kejenuhan. Lipid pada ikan memiliki asam lemak omega-3 yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber lainnya. Asam lemak omega-3



memiliki kemampuan di dalam mengurangi risiko dari penyakit jantung. Energi umumnya disimpan dalam bentuk trigliserida. d. Karbohidrat Ikan mengandung karbohidrat dalam jumlah yang sangat rendah dibandingkan dengan tanaman. Karena kandungannya yang sangat kecil maka dapat diabaikan, tetapi memiliki konsekuensi yang sangat penting terhadap mutu ikan selama pengolahan. Sebagian besar karbohidrat di otot ikan adalah glikogen yang merupakan polimer glukosa. Otot dari ikan atau krustasea hidup mungkin mengandung 0,1–1,0% glikogen. Moluska mempunyai kandungan glikogen yang tinggi, biasanya sekitar 1–7%, tetapi bervariasi menurut musim dan menurun secara cepat setelah mati, khususnya selama stres dan meronta ketika ditangkap. Pada sebagian besar spesies, produk dekomposisi glikogen adalah glukosa, gula fosfat dan asam piruvat, serta asam laktat. Beberapa spesies moluska menghasilkan campuran alanin, asam suksinat, dan oktopin. e. Energi Perhitungan dengan menggunakan data komposisi ikan adalah cara yang paling mudah di dalam menentukan nilai energinya. Energi yang dihasilkan oleh 1 g lemak adalah 9 kkal, 1 g karbohidrat menghasilkan 3,75 kkal dan 1 g protein menghasilkan 4 kkal. Akan tetapi, jenis lipid pada ikan sering menghendaki modifikasi nilai kalorinya. Nilai energi bagian yang dapat dimakan dari berbagai spesies ikan pada umumnya berkorelasi dengan kandungan lipid. Ikan berlemak rendah mengandung sekitar 80 kkal per 100 g bagian yang dapat dimakan, ikan berlemak sedang 100 kkal/100g, dan ikan berlemak tinggi 150– 225 kkal/100g. Shellfish dan ikan berlemak rendah lebih tergantung terhadap sifat lipid dari pada kandungan lipid total untuk kontribusinya terhadap densitas kalori. Energi sterol lebih tinggi dibandingkan dengan energi fosfolipid dan monogliserida. Semakin tinggi lipid fosfolipid, semakin rendah kontribusi energi sebenarnya. Fosfolipid merupakan kandungan mayoritas lipid pada jaringan udang. Lemak daging cumicumi dan lobster memberikan kontribusi energi yang lebih rendah dibandingkan lemak daging tiram, kepiting dan udang penaeid. Kadar air yang lebih tinggi pada moluska dan krustasea dapat mengurangi kontribusi energinya dibandingkan dengan ikan. f. Vitamin Vitamin dalam jaringan ikan, walaupun terdapat dalam jumlah kecil tetapi merupakan regulator yang sangat penting bagi proses



metabolik. Terdapat dua jenis vitamin pada ikan, yaitu vitamin larut air dan vitamin larut lemak. Kandungan vitamin ikan dipengaruhi oleh metode penanganan, pengolahan dan penyimpanan. Vitamin larut air yang terdapat pada ikan adalah kompleks vitamin B1 (thiamin, aneurin), B2 (riboflavin), B6 (adermin, piridoksin), Bc (asam folat), B12 (sianokobalamin, kobalamin, vitamin antianemia, faktor pertumbuhan), BT (karnitin), vitamin H (biotin)dan PP (asam nikotinat, niasin), inositol dan asam panthotenat, dan sejumlah kecil vitamin C (asam askorbat, faktor antiscorbutik). Vitamin B12 ikut berperan di dalam proses biosintesa protein. Vitamin larut lemak pada ikan adalah vitamin A (vitamin antixerophthalmic, vitamin pertumbuhan), vitamin D3 (vitamin antirachitic) dan vitamin E (tocopherol, faktor anti-sterility). Kandungan vitamin A ikan jauh lebih banyak dibandingkan hewan lainnya sehingga dapat dipakai sebagai sumber vitamin A. g. Mineral Kandungan total mineral pada daging mentah ikan dan invertebrata adalah 0,6–1,5%. Komponen mineral yang terkandung dalam makanan dibedakan atas makroelemen dan mikroelemen. Kandungan makroelemen dalam daging ikan dan invertebrata laut (dalam mg/100g) adalah natrium: 25−620, kalium: 25−710, magnesium: 10−230, kalsium: 5−750, besi: 0,01−50, fosfor: 9−1100, sulfur: 100−300 dan chlorin: 20−500. Mineral mikroelemen penting yang terdapat pada ikan adalah fluoride (1−4 μg/g), iodin (ikan laut: 0,3−3,0 μg/kg dan ikan air tawar: 0,02−0,04 μg/g), selenium (0,7 μg/g), copper (0,7−79,3 μg/g), zinc (4,6−844 μg/g), chromium (0,1 μg/g), cobalt (0,2−1,5 μg/g), dan molybdenum (0−3,0 μg/g). (Wheaton, 1985) 2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Bahan 2.3.1 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Daging Daging mudah mengalami kerusakan akibat adanya aktivitas pada daging atau produk daging, karena daging memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme termasuk mikroorganisme perusak, karena: a. Mempunyai kadar air yang tinggi (68-75%) b. Kaya dengan zat yang mengandung nitrogen dgn komplek yg berbeda c. Karbohidrat yg tinggi d. Kaya akan mineral untuk pertumbuhan mikroba e. Mempunyai pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme (5,3-6,5) (Albiner 2002)



Keberadaan mikroorganisme pada pangan tak terkecuali daging atau produk olahan daging dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu: 1. Faktor intrinsik yang meliputi : aktivitas air, komposisi nutrien, pH, potensial redoks, adanya bahan pengawet alami dan tambahan. 2. Faktor pengolahan 3. Faktor ektrinsik yang meliputi suhu, kelembapan dan susunan gas, 4. Faktor implisit (berbagai mikroba yang terdapat pada bahan makanan kadang-kadang mengakibatkan dua atau lebih jenis mikroorganime hidup bersama saling menguntungkan atau sebaliknya yang satu merugikan pertumbuhan mikroorganisme lain 5. Faktor makana, yang pada dasarnya terbagi atas makanan yang mudah rusak, makanan yang awet dan bahan pangan yang awet (Supardi dan Sukamto1999). Karena daging atau produk daging proses sangat mudah mengalami kerusakan oleh adanya aktivitas mikroorganisme perusak maka diperlukan penanganan penyimpanan atau pengolahan yang sesuai. Pada dasarnya metodemetode penyimpanan atau pengolahan tersebut bisa menghambat pertumbuhan mikroorganime perusak, sehingga dari tiap metode hanya bisa mempertahankan kualitas daging atau daging proses untuk jangga waktu yang terbatas (Soeparno, 1992). Terkecuali proses penanganan dengan metode sterilisasi yang bisa mempertahankan kualitas daging dan penyimpanan dalam watu yang lama. 2.3.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Ikan Ikan merupakan bahan pangan yang sangat mudah mengalami kerusakan. Berbagai jenis bakteri dapat menguraikan komponen gizi ikan menjadi senyawa – senyawa berbau busuk dan anyir. Berbagai bakteri patogen (penyebab penyakit), seperti salmonella, vibrio, dan clostridium sering mencemari produk perikanan. Beberapa faktor penyebab kerusakan ikan yaitu (1) kadar air cukup tinggi yang menyebabkan mikroorganisme mudah tumbuh dan berkembang biak., (2) secara alami, ikan mengandung enzim yang dapat menguraikan protein menjadi putresin, isobutilamin, kadaverin dan lain – lain, yang menyebabkan timbulnya bau tidak sedap, (3) lemak ikan mengandung asam lemak tidak jenuh ganda yanga sangat mudah mengalami proses oksidasi atau hidrolisis yang menghasilkan bau tengik, (4) ikan mempunyai susunan jaringan sel yang lebih longgar, sehingga mikroba dapat dengan mudah menggunakannya sebagai media pertumbuhan (Sudarmadji dkk, 1996) Sifat ikan yang sangat mudah rusak ini akan diperberat lagi oleh kondisi penanganan pascapanen yang kurang baik. Kerusakan mekanis



dapat terjadi akibat benturan selama penangkapan, pengangkutan, dan persiapan sebelum pengolahan. Gejala yang timbul akibat kerusakan mekanis ini antara lain memar (karena tertindih atau tertekan), sobek atau terpotong. Kerusakan mekanis pada ikan ini tidak berpengaruh nyata terhadap nilai gizinya, tetapi cukup berpengaruh terhadap penampian dan penerimaan konsumen.



BAB 3. METODOLOGI 3.1Alat dan Bahan 3.1.1 Alat 1. Pisau 2. Beaker glass 3. pH meter 4. Neraca analitis 5. Rheotex 6. Waterbath 7. Hot plate 8. Plastik 9. Freezer 10. Stopwatch 3.1.2 Bahan 1. Ikan kembung 2. Aquadest 3. Larutan NaCl 4. Tissue 3.2 Skema Kerja 3.2.1 Pengamatan Daging dan Ikan Segar 1. Prosedur daging segar dan kurang segar Daging atau Ikan Pengamatan warna, tekstur ( kekenyalan), aroma 2. Prosedur ikan segar dan kurang segar Daging sapi/Daging ayam/Ikan kembung Pengamatan bentuk, warna, insang, kulit, sisik, lendir, warna, tekstur (kekenyalan), dan aroma 3.2.2



Pengamatan Marbling pada Daging



Daging sapi/Daging ayam/Daging babi/Daging kambing Pembandingan dengan standart marbling Penentuan tingkat marbling pada daging



3.2.3



Pengamatan Warna Daging sapi/Daging ayam/Ikan kembung Pengamatan warna awal daging ikan Pengirisan ikan menjadi dua iris



Irisan 1



Irisan 2



Cooking loss (direbus diatas suhu 80⁰C selama 10 menit)



Curring (direndam larutan curing selama 15 menit)



Pengamatan perubahan warna 3.2.4



Pengamatan perubahan warna



Pengamatan pH Daging sapi/Daging ayam/Ikan kembung Pencincangan sebanyak 5 gram Pencampuran dengan aquadest dengan perbandingan 1 : 1 dalam BG Pengukuran nilai pH



3.2.5



Pengukuran Tekstur Daging sapi/Daging ayam/Ikan kembung



Penghidupan Power dan Jarum Penekan diatas tempat test Penekanan tombol distance dengan besaran 0,5 mm dan penekanan tombol holdrheotex kemudian pengarahan Peletakan daging di bawah jarum jarum ke permukaan daging Penekanan tombol start hingga terdengar bunyi tanda selesai



Pembacaan angka yang tertera pada jarum rheotex



3.2.6



Pengukuran Cooking Loss



Daging sapi/Daging ayam/Ikan kembung Pengambilan sample daging Penimbangan 10 gram dan dimasukkan dalam plastik Polietilen Penjepitan dan pemasukan dalam waterbath dengan suhu 80⁰Cselama 10 menit Pengeluaran sampel lalu penempatan pada air mengalir pada suhu kamar dingin



Pengeringan sampel dengan kertas tissue pada permukaan bahan tanpa memeras atau menekan bahan Penimbangan bahan Perhitungan 3.2.7 Pengukuran Drip Loss Daging sapi/Daging ayam/Ikan kembung Penimbangan sebanyak 10 gram Pemasukkan dalam plastik dengan pemberian kode Pemasukkan ke dalam freezer selama 3 hari Proses thawing Chiling selama 24 jam Penaruhan pada suhu kamar



Penyiraman dengan air mengalir



Penirisan daging Penimbangan bahan Perhitungan 3.2.8



Pengamatan Daging Beberapa Spesies Ternak Daging Pengambilan gambar



Perbandingan sample bersadasarkan parameter yang telah ditentukan



BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN 4.1 Hasil Pengamatan 4.1.1 Pengamatan Daging dan Ikan Segar Ikan kurang segar Bentuk tidak utuh bagian perut sudah tidak ada (terbuka) Mata berwarna gelap (hitam)



Jenis pengamatan



Ikan segar



bentuk



Bentuk utuh tidak ada bagian tubuh ikan yang hilang



mata



Mata berwarna putih kekuningan



insang



Insang ikan berwarna merah kecoklatan dan masih ada darah



Insang hitam Tidak ada darah



lendir



Tidak ada lendir



berlendir



kulit



Kulit ikan agak kasar



Kulit lebih kasar dari ikan segar



sisik



Agak keras



Keras



warna



Warna ikan mengkilap



Tidak mengkilap



aroma



Amis segar



Amis busuk



gambar



gambar



tekstur



Tekstur ikan lunak Jika ditekan kembali kebentuk semula



Tekstur ikan kaku, jika ditekan waktu untuk kembali lebih lama



Jenis daging



warna



tekstur



aroma



ayam



Putih kecoklatan



kenyal



Khas ayam Tidak amis/busuk



Babi



Merah kecoklatan



Kenyal



Tidak begitu berbau



Sapi



Merah terang



Kenyal



Khas sapi Tidak amis/busuk



kambing



Merah agak pucat



Kenyal



Khas kambing Tidak amis/busuk



Sapi



Merah gelap kecoklatan



Lembek agak keras



busuk



gambar



4.1.2 Pengamatan Marbling Pada Daging



Sampel



Gambar



No. BMS



Grade



Daging sapi



2



2



Daging kambing



2



2



Daging babi



6



4



Daging ayam



1



1



4.1.3 Pengamatan Warna Sampel



Ikan laut



Daging sapi ekstrak + perendaman nanas 5%



Perlakuan



Deskripsi warna



Intensitas



Segar



Warna putih kemerahan sedikit keabuan menunjukkan bahwa ikan segar



+++++



Rebus



Daging matang berwarna putih kecoklatan tanpa ada bintik darah. Sisik terkelupas beberapa



curing



Warna kemerahan sedikit pudar (titik darah ditengah). Masih ada sisik bening



Segar



Merah pucat



++



Rebus



Coklat pucat



+



+



+++



Gambar



Daging ayam + perendaman ekstrak nanas 5%



Daging ayam



Curing



Sedikit merah cerah



+++



Segar



Cerah,segar



++++



Rebus



Sangat pucat,putih



Curing



Merah kekuningan,cerah,segar



++++



Segar



Merah, terdapat bercak darah



+++++



Rebus



Putih pucat



+



+++



Curing



Segar



Putih kekuningan



Merah segar dan cerah



++++



++++



serta tidak pucat



Daging sapi



Rebus



Coklat pucat



+



Curing



Merah terang, namun



+



sedikit pudar



Daging ikan laut + perendaman ekstrak nanas 5%



Segar



Warnanyacerah



++++



Rebus



Warnanya putih pucat



+++++



Curing



Warnanyacerah



+++++



4.1.4 Penentuan pH Sampel Ikan laut Daging sapi ekstrak + perendaman nanas 5% Daging ayam + perendaman ekstrak nanas 5% Daging ayam Daging sapi Daging ikan laut + perendaman ekstrak nanas 5%



Segar 6.2



Perlakuan Daging Rebus 6.3



Curing 6.1



5,4



5,7



5,2



5,5



5,6



5,4



6



5,9



5,4



6.5



5.7



5.6



6,4



6,0



6,0



4.1.5 Pengukuran Tekstur Pengukuran Tekstur Sampel



Ikan Laut



Daging sapi+perendaman ekstrak nanas 5%



Daging ayam



Daging ayam+perendaman ekstrak nanas 5%



Daging sapi



Ikan laut+perendaman ekstrak nanas 5%



Perlakuan Segar (g/0,5mm) Rebus (g/0,5mm) Curing (g/0,5mm) Segar (g/0,5mm) Rebus (g/0,5mm)



Atas



Bawah



Samping



4



5



4



23



33



15



7



13



6



5



5



4



38



24



18



5



5



5



Curing (g/0,5mm) Segar (g/0,5mm) Rebus (g/0,5mm) Curing (g/0,5mm) Segar (g/0,5mm)



5



5



4



11



14



17



6



6



6,5



5



5



6



Rebus (g/0,5mm)



14



7



14



5



4



4



Curing (g/0,5mm) Segar (g/0,5mm) Rebus (g/0,5mm) Curing (g/0,5mm) Segar (g/0,5mm)



5



4



4



60



11



42



4



5



7



38



5



5



Rebus (g/0,5mm)



7



6



6



Curing (g/0,5mm)



5



4



5



4.1.6 Pengukuran Cooking Loss Berat (g) Sampel



Ikan Laut



Daging sapi+perendaman ekstrak nanas 5%



Daging ayam



Daging ayam+perendaman ekstrak nanas 5%



Daging sapi



Ikan laut+perendaman ekstrak nanas 5%



Perlakuan



Sebelum dimasak



Setelah dimasak



Segar



10



9



Rebus



6



6



Curing



2



2



Segar



1,9294



1,0090



Rebus



1,4155



1,2734



Curing



1,5977



0,9714



Segar



1,4895



1,1971



Rebus



1,0167



0,9359



Curing



1,0527



0,8454



Segar



3



1,3966



Rebus



2



1,5810



Curing



2



1,4407



Segar



2



2



Rebus



2



1,9139



Curing



2



3,4319



Segar



1,4588



1,1224



Rebus



1,3865



0,9827



Curing



1,4326



1,0981



4.1.7 Pengukuran Drip Loss



Sampel



Segar



Ikan Laut



Rebus



Curing



Segar



Daging ayam+ekstrak nanas 5%



Berat (gr)



Perlakuan



Rebus



Curing



Segar



Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling



Sebelum



Setelah



1,09



0,5892



1,43



0,816



1,42



0,9460



0,81



0,7476



1,60



0,9813



1,40



0,9220



2,04



1,3370



1,22



0,6329



1,13



0,6342



1,1310



0,7421



0,8125



1,7202



1,1099



1,1080



0,5756



0,5232



0,6167



1,2555



0,6133



0,5669



0,6100



0,7833



0,9219



1,5039



0,9120



0,5964



0,5286



0,5058



0,4493



0,4367



0,3016



0,2940



Daging ayam



Rebus



Curing



Segar



Daging sapi



Rebus



Curing



Segar



Daging sapi+ekstrak nanas 5%



Rebus



Curing



Air mengalir



0,5210



0,5049



Suhu ruang



0,3369



0,3049



Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir



0,4377



0,4334



0,3398



0,3305



0,3370



0,3317



0,3192



0,3137



0,8980



0,8059



0,6036



0,5576



1,7642



1,6681



0,4190



0,3303



0,8946



0,8450



0,7281



0,6746



1,1132



1,0167



1,5500



1,4531



1,0442



1,0091



0,6277



0,5733



0,6541



0,5846



0,6243



0,5859



0,5002



0,4877



0,3563



0,3338



0,4441



0,4160



0,7985



0,7792



0,8999



0,8527



0,7144



0,5859



Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling



Segar



Ikan laut+ekstrak nanas 5%



Air mengalir



2,6175



0,6785



Suhu ruang Chilling Air mengalir



1,3672



0,6533



1,2651



0,5672



0,7881



0,3965



Suhu ruang



Rebus



Chilling



Curing



Air mengalir Suhu ruang Chilling



0,3987 0,7520 0,8001



0,5621



0,6632



0,1493



0,3672



0,0986



0,5642 4.1.8 Pengamatan Daging Beberapa Spesies Ternak



0,1165



Jenis pengamatan



Daging sapi



Daging kambing



Daging ayam



Daging babi



Warna



Merah terang



Merah agak pucat



Putih kecoklatan



Merah kecoklatan



Bentuk serat



teratur



Tidak teratur



teratur



teratur



Tekstur



kenyal



kenyal



kenyal



kenyal



Aroma



Khas sapi Tidak amis



Khas kambing Tidak amis



Khas ayam tidak amis



Tidak begitu berbau



Warna lemak



Putih kekuningan



Putih tulang



Putih kekuningan



bening



Keberadaan lemak



Lemak kebanyakan berada didalam daging



Lemak kebanyakan berada dipermukaan



Lemak berada didalam daging



Keberadaan lemak lebih banyak dari daging yang lain dan menyebar



Gambar



4.2 Hasil Perhitungan 4.2.1 Perhitungan Tekstur Jenis Sampel Daging Sapi Daging Ayam Ikan Laut Daging Sapi + Ekstrak Nanas 5% Daging Ayam + Ekstrak Nanas 5% Ikan Laut + Ekstrak Nanas 55%



Perlakuan Daging Rebus Curing 37,67 g / 0,5 5,33 g / 0,5 mm mm 6,17 g / 0,5 14 g / 0,5 mm mm 23,67 g / 0,5 8,67 g / 0,5 mm mm 26,67g / 0,5 5 g / 0,5 mm mm 11,67 g / 0,5 4,33 g / 0,5 mm mm 6,33 g / 0,5 4,67 g / 0,5 16 g / 0,5 mm mm mm Segar 4,33 g / 0,5 mm 4,67 g / 0,5 mm 4,33 g / 0,5 mm 4,67 g / 0,5 mm 5,33 g / 0,5 mm



4.2.2 PerhitunganCooking Loss Jenis Sampel Daging Sapi Daging Ayam Ikan Laut Daging Sapi + Ekstrak Nanas 5% Daging Ayam + Ekstrak Nanas 5% Ikan Laut + Ekstrak Nanas 5%



Segar 0% 19,63 % 10 % 47,7 % 53,45 % 23,06%



Perlakuan Daging Rebus Curing 4,31 % 41,72 % 7,95 % 19,69 % 0% 0% 10,03 % 39,2 % 20,95 % 27,97 % 29,12 % 23,35 %



4.2.3 PerhitunganDrip Loss Jenis Sampel Daging Sapi Daging Ayam Ikan Laut Daging Sapi + Ekstrak Nanas 5% Daging Ayam + Ekstrak Nanas 5% Ikan Laut + Ekstrak Nanas 5%



1 5,45 % 2,52 % 33,4 %



Segar 2 7,62 % 2,80 % 42,9 %



3 10,3 % 4,31 % 7,70 %



Perlakuan Daging Rebus 1 2 3 7,35 5,54 21,2 % % % 0,98 9,65 3,09 % % % 34,1 38,7 34,5 % % %



6,15 %



10,6 %



8,67 %



6,33 %



34,4 %



7,6 %



74,1 %



29,7 %



0,1 % 55,2 %



Keterangan 1



=



Chilling



2



=



Suhu Kamar



3



=



Air Mengalir



52,2 %



6,32 %



46,9 %



Curing 2 3 6,25 8,67 % % 1,57 2,74 % % 48,1 34,4 % %



1 3,36 % 1,72 % 43,9 %



2,49 %



2,14 %



5,24 %



2,42 %



9,1 %



34,6 %



63,1 %



28,4 %



49,7 %



79,4 %



78,1 %



77,5 %



BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan 5.1.1 Skema Kerja 1. Pengamatan Daging dan Ikan Segar a. Prosedur daging segar dan kurang segar Daging atau Ikan Pengamatan warna, tekstur ( kekenyalan), aroma b. Prosedur ikan segar dan kurang segar Daging sapi/Daging ayam/Ikan kembung Pengamatan bentuk, warna, insang, kulit, sisik, lendir, warna, tekstur (kekenyalan), dan aroma 2. Pengamatan Marbling pada Daging Daging Pembandingan dengan standart marbling Penentuan tingkat marbling pada daging 3. Pengamatan Warna Daging sapi/Daging ayam/Ikan kembung Pengamatan warna awal daging ikan Pengirisan ikan menjadi dua iris



Irisan 1



Irisan 2



Cooking loss (direbus diatas suhu 80⁰C selama 10 menit)



Curring (direndam larutan curing selama 15 menit)



Pengamatan perubahan warna



Pengamatan perubahan warna



4. Pengamatan pH Daging sapi/Daging ayam/Ikan kembung Pencincangan sebanyak 5 gram Pencampuran dengan aquadest dengan perbandingan 1 : 1 dalam BG Pengukuran nilai pH 5. Pengukuran Tekstur Daging sapi/Daging ayam/Ikan kembung Penghidupan Power dan Jarum Penekan diatas tempat test Penekanan tombol distance dengan besaran 0,5 mm dan penekanan tombol holdrheotex kemudian pengarahan Peletakan daging di bawah jarum jarum ke permukaan daging Penekanan tombol start hingga terdengar bunyi tanda selesai



Pembacaan angka yang tertera pada jarum rheotex



6. Pengukuran Cooking Loss Daging sapi/Daging ayam/Ikan kembung Pengambilan sample daging Penimbangan 10 gram dan dimasukkan dalam plastik Polietilen Penjepitan dan pemasukan dalam waterbath dengan suhu 80⁰Cselama 10 menit Pengeluaran sampel lalu penempatan pada air mengalir pada suhu kamar dingin



Pengeringan sampel dengan kertas tissue pada permukaan bahan tanpa memeras atau menekan bahan Penimbangan bahan Perhitungan



7. Pengukuran Drip Loss Daging sapi/Daging ayam/Ikan kembung Penimbangan sebanyak 10 gram Pemasukkan dalam plastik dengan pemberian kode Pemasukkan ke dalam freezer selama 3 hari Proses thawing Chiling selama 24 jam Penaruhan pada suhu kamar



Penyiraman dengan air mengalir



Penirisan daging Penimbangan bahan Perhitungan



8. Pengamatan Daging Beberapa Spesies Ternak Daging Pengambilan gambar Perbandingan sample bersadasarkan parameter yang telah ditentukan 5.1.2 Fungsi Perlakuan 1. Pengamatan Daging dan Ikan Segar a. Prosedur Daging Segar atau Kurang Segar Pertama, menyiapkan daging sabagai sampel untuk pengamatan. Lalu, melakukan pengamatan pada daging tersebut. Pengamatan tersebut meliputi pengamatan warna, tekstur, dan aroma yang bertujuan untuk mengetahui apakah daging tersebut termasuk daging segar atau kurang segar. b. Prosedur Ikan Segar atau Kurang Segar Pertama, menyiapkan ikan sabagai sampel untuk pengamatan. Lalu, melakukan pengamatan pada ikan tersebut. Pengamatan tersebut meliputi pengamatan bentuk, mata, insang, kulit, sisik, lendir, warna, tekstur dan aroma yang bertujuan untuk mengetahui apakah daging tersebut termasuk daging segar atau kurang segar.



2. Pengamatan Marbling pada Daging Pertama, menyiapkan daging sebagai sampel untuk pengamatan. Lalu, melakukan pengamatan pada irisan daging tersebut. Kemudian, sampel daging dibandingkan dengan standart marbling. Setelah itu, menentukan tingkatan marbling pada daging tersebut. 3. Pengamatan Warna Pertama, menyiapkan daging atau ikan sebagai sampel untuk pengamatan. Kemudian, melakukan pengamatan warna awal sampel. Lalu, pengirisan daging menjadi dua bagian untuk analisa cooking loss dan pengamatan daging curing. Dua analisa pada pengamatan warna bertujuan untuk membedakan warna pada setiap analisa. Untuk analisa cooking loss, daging ikan direbus diatas air dengan suhu 80⁰C selama 10 menit. Dan untuk pengamatan daging curing , direndam pada larutan NaCl selama 15 menit. Kemudian, dilakukan pengamatan perubahan warna pada setiap analisa. 4. Pengamatan pH Pertama, menyiapkan daging atau ikan sabagai sampel untuk pengamatan. Lalu, mencincang daging sebanyak 5 gram. Setelah itu, daging dicampurkan dengan aquadest dengan perbandingan 1 : 1. Penambahan aquadest bertujuan untuk menetralkan sampel. Lalu, mengukur pH dengan menggunakan pH meter. 5. Pengamatan Tekstur Pertama, menyiapkan daging atau ikan sabagai sampel untuk pengamatan. Lalu, melakukan pengamatan tekstur menggunakan alat rheotex. Pada rheotex, dinyalakan powernya terlebih dahulu dan jarum penekan dipasang diatas tempat test. Kemudian, tekan tombol distance dengan besaran 0,5 mm dan tekan juga tombol hold. Lalu, daging yang telah ditiriskan diletakkan tepat dibawah jarum rheotex, kemudian menempatkan ujung jarum sampai menyentuh permukaan sampel. Setelah itu, tekan tombol start beberapa detik sampai terdengar bunyi tanda selesai. Lalu, membaca angka yang ditunjukkan oleh jarum rheotex dengan satuan (g). 6. Pengukuran Cooking Loss Pertama, menyiapkan daging atau ikan sabagai sampel untuk pengamatan. Lalu, sampel diiris dan ditimbang sebanyak 10 gram kemudian dimasukkan ke dalam plastik polietilen. Kemudian, plastik dijepit agar tidak ada udara yang masuk dalam plastik lalu dimasukkan dalam waterbath dengan suhu 80⁰C selama 10 menit. Setelah itu, sampel dikeluarkan dari waterbath dan dibasuh dengan air mengalir agar sampel bisa kembali pada suhu kamar. Kemudian, sampel dikeluarkan dari



plastik dan dikeringkan menggunakan tissue pada permukaannya tanpa memeras atau menekan sampel. Pengeringan menggunakan tissue bertujuan untuk menghilangkan air yang masih menempel pada daging. Lalu, sampel ditimbang dan dihitung cooking loss nya. 7. Pengukuran Drip Loss Pertama, menyiapkan daging atau ikan sabagai sampel untuk pengamatan. Lalu, sampel diiris dan ditimbang sebanyak 10 gram kemudian dimasukkan ke dalam plastik polietilen dan diberi kode. Lalu, dimasukkan ke dalam freezer selama 3 hari. Setelah itu, proses thawing daging beku menggunakan 3 cara yaitu chilling selama 24 jam, diletakkan pada suhu kamar, dan penyiraman dengan air mengalir. Kemudian, daging ditiriskan dan ditimbang serta dihitung drip loss nya. 8. Pengamatan Daging Beberapa Spesies Ternak Pertama, menyiapkan daging sabagai sampel untuk pengamatan. Lalu, pengambilan gambar pada sampel. Kemudian, sampel dibandingkan berdasarkan parameter yang telah ditentukan. Perbandingan sempel bertujuan untuk mengetahui ciri – ciri sampel dari beberapa spesies ternak. 5.2 Analisa Data 5.2.1 Pengamatan Daging dan Ikan Segar Pada pengamatan daging segar sampel yang digunakan adalah daging ayam, daging babi, daging sapi, dan daging kambing. Pada daging ayam segar memiliki karakteristik warna putih kecoklatan, bertekstur kenyal, dan memiliki aroma khas ayam serta tidak amis. Pada daging babi segar memiliki karakteristik warna merah kecoklatan, bertekstur kenyal, dan tidak beraroma. Pada daging sapi segar memiliki karakteristik warna merah terang, bertekstur kenyal, dan memiliki aroma khas sapi serta tidak amis. Pada daging kambing segar memiliki karakteristik warna merah, bertekstur kenyal, dan memiliki aroma khas kambing serta tidak amis. Dan untuk daging sapi yang kurang segar memiliki karakteristik warna merah gelap kecoklatan, bertekstur lembek, dan beraroma busuk. Pada pengamatan ikan segar dan kurang segar sampel yang digunakan adalah ikan kembung. Pada ikan yang segar memiliki ciri – ciri bentuk ikan utuh tidak ada bagian tubuh ikan yang hilang, mata berwarna putih kekuningan, insang ikan berwarna merah kecoklatan dan masih ada darah, tidak terdapat lendir, kulit ikan agak kasar, sisik agak kera, warna ikan mengkilap, beraroma amis segar, dan bertekstur lunak. Pada ikan yang kurang segar memiliki ciri – ciri bentuk ikan tidak utuh ada bagian tubuh ikan yang hilang, mata berwarna gelap (hitam), insang ikan



berwarna hitam dan tidak ada darah, terdapat lendir, kulit ikan lebih kasar dari ikan segar, sisik keras, warna ikan tidak mengkilap, beraroma busuk, dan bertekstur kaku. Menurut Adawiyah (2007) yang menyatakan ikan yang segar memiliki ciri-ciri bola mata yang cerah, pupil mata yang berwarna hitam pekat dan kornea mata yang berwarna putih dan tidak keabu-abuan. Parameter keadaan mata sangat mudah dilakukan atau diamati. Perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan pada matanya. 5.2.2 Pengamatan marbling pada daging Pada pengamatan marbling daging sampel yang digunakan adalah daging ayam, daging babi, daging sapi, dan daging kambing. Pada sampel daging sapi memiliki grade 2 dan no.BMS 2. Pada sampel daging kambing memiliki grade 2 dan no.BMS 2. Pada sampel daging babi memiliki grade 4 dan no.BMS 6. Serta pada sampel daging ayam memiliki grade 1 dan no. BMS 1. Hal ini menunjukkan bahwa daging ayam memiliki pola penyebaran lemak (kandunga lemak) paling sedikit. Daging sapi dan daging kambing memiliki pola penyebaran lemak (kandungan lemak) sedikit. Sementara daging babi memiliki pola penyebaran lemak (kandungan lemak) yang lebih banyak. Semakin banyak marbling menandakan semakin tinggi juiciness, flavor dan kelunakan dagingkarena kandungan lemaknya sangat tinggi. Lemak marbling tidak dapat dihilangkan dan hal tersebut mempengaruhi kualitas daging (Priyanto et al., 1999). 5.2.3 Pengamatan Warna Pada pengamatan warna daging sampel yang digunakan adalah daging ayam, daging sapi, ikan laut, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5%, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5%, dan ikan laut dengan penambahan ekstrak nanas 5%. Pengamatan warna dilakukan tiga perlakuan yaitu daging segar, perebusan, dan curing. Pada semua sampel daging segar memiliki warna merah dan masing terdapat bercak darah, kecuali pada sampel daging segar dengan penambahan ekstrak nanas memiliki warna merah agak pucat. Pada semua sampel daging dengan perebusan memiliki warna merah dan kecolatan pucat. Dan pada semua sampel daging dengan curing rata – rata memiliki warna merah pudar. Perbedaan warna permukaan daging, disebabkan oleh status kimia molekul mioglobin. Mioglobin merupakan pigmen berwarna merah keunguan yang menentukan daging segar. Mioglobin dapat mengalami perubahan bentuk akibat berbagai reaksi kimia. Bila terkena udara, pigmen mioglobin akan teroksidasi menjadi oksimioglobin yang mengeluarkan warna merah terang. Oksidasi lebih lanjut dari oksimioglobin akan



menghasilkan pigmen metmioglobin yang berwarna coklat (Soeparno, 2009). 5.2.4 Penentuan pH 7 6 5 4 3 2



Segar



1



Rebus



0



Curing



Pada pengamatan pH daging sampel yang digunakan adalah daging ayam, daging sapi, ikan laut, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5%, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5%, dan ikan laut dengan penambahan ekstrak nanas 5%. Pengamatan pH dilakukan terhadap tiga perlakuan daging yaitu daging segar, perebusan, dan curing. Pada semua sampel daging segar memiliki pH berkisar 5,4 -6,5. Lalu, pada semua sampel daging dengan perebusan memiliki pH berkisar 5,7 -6,3. Dan pada semua sampel daging dengan curing memiliki pH berkisar 5,2-6,1. Hal ini menunjukkan bahwa daging segar memiliki pH tinggi. Namun, hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa, daging dengan perebusan mengakibatkan kenaikan pH daging karena penambahan akan mengurangi gugus asidik sehingga titik isoelektrik daging akan berubah dan berada pada pH yang lebih tinggi (Soeparno, 2009).Pemasakan dapat menurunkan atau meningkatkan keempukan daging yang tergantung dari lama dan temperatur pemasakan yang digunakan.



5.2.5 Pengukuran Tekstur



6 5 4 3



Segar Rebus



2



Curing



1 0 Daging sapi Daging ayam Ikan laut



Daging sapi Daging ayam Ikan laut + + ekstrak + ekstrak ekstrak nanas 5% nanas 5% nanas 5%



Pada pengamatan tekstur daging sampel yang digunakan adalah daging ayam, daging sapi, ikan laut, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5%, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5%, dan ikan laut dengan penambahan ekstrak nanas 5%. Pengamatan tekstur dilakukan terhadap tiga perlakuan daging yaitu daging segar, perebusan, dan curing. Pada daging sapi segar, dagaing ayam segar, ikan laut segar, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5% segar, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5% segar, dan ikan laut dengan penambahan ekstrak nanas 5% segar memiliki tekstur berturut – turut 4,33; 4,67; 4,33; 4,67; 5;33; 16. Pada daging sapi, dagaing ayam , ikan laut, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5%, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5% , dan ikan laut dengan penambahan ekstrak nanas 5% yang mengalami proses perebusan memiliki tekstur berturut – turut 37,67; 14; 23,67; 26,67; 11,67; 6,33. Serta daging ayam, daging sapi, ikan laut, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5%, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5%, dan ikan laut dengan penambahan ekstrak nanas 5% yang mengalami proses curing memiliki tekstur berturut –turut 5,33; 6,17; 8,67; 5; 4,33; 4,67. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan perebusan dapat mengurangi tekstur lunak pada daging ikan laut daripada dengan perlakuan perendaman larutan curing. Semakin tinggi angka yang didapat pada alat Rheotex menunjukkan semakin lunak tekstur daging ikan yang diukur. Menurut Nurjanah et., al. (2005) menyatakan bahwa, penurunan kadar air disebabkan oleh proses pemanasan (perebusan) yang menyebabkan terlepasnya air bebas dari bahan. Bahan yang mengandung protein seperti ikan dan kerang akan mengalami denaturasi dan koagulasi, sehingga daging kerang yang direbus akan lebih padat. Namun pada dan ikan laut dengan penambahan ekstrak nanas 5% yang



mengalami proses perebusan memiliki tekstur yang lebih rendah dibanding dengan ikan laut dengan penambahan ekstrak nanas 5% segar. 5.2.6 Pengukuran Cooking Loss 60% 50% 40% 30%



Segar Rebus



20%



Curing



10% 0% Daging sapi



Daging ayam



Ikan laut Daging sapi + esktrak nanas 5%



Daging ayam + ekstrak nanas 5%



Ikan laut + ekstrak nanas 5%



Pada pengamatan cooking loss daging sampel yang digunakan adalah daging ayam, daging sapi, ikan laut, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5%, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5%, dan ikan laut dengan penambahan ekstrak nanas 5%. Pengamatan cooking loss dilakukan terhadap tiga perlakuan daging yaitu daging segar, perebusan, dan curing. Pada daging sapi segar, dagaing ayam segar, ikan laut segar, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5% segar, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5% segar, dan ikan laut dengan penambahan ekstrak nanas 5% segar memiliki persentaase berat berturut – turut 0%; 19,63%; 10%; 47,7%; 53,45%; 23,06%.. Pada daging sapi, dagaing ayam , ikan laut, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5%, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5% , dan ikan laut dengan penambahan ekstrak nanas 5% yang mengalami proses perebusan memiliki persentase berat berturut – turut 4,31%; 7,95%; 0%; 10,03%; 20,95%; 29,12%. Serta daging ayam, daging sapi, ikan laut, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5%, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5%, dan ikan laut dengan penambahan ekstrak nanas 5% yang mengalami proses curing memiliki persentase berat berturut –turut 41,72%; 19,69%; 0%; 39,2%; 27,97%; 23,35%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya perlakuan pemasakan/perebusan pada daging akan mengurangi berat pada semua sampel daging tersebut karena terjadi penyusutan (susut masak/cooking loss). cooking loss atau susut masak merupakan indikator kualitas daging, dimana



daging dengan susut masak yang lebih rendah lebih baik dibandingkan dengan susut masak yang relatif besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit (Yanti dkk, 2008). 5.2.7 Pengukuran Drip Loss 1. Daging segar 120.00% 100.00% 80.00% 60.00%



Chiling Suhu Kamar



40.00%



Air mengalir



20.00% 0.00% Daging sapi



Daging ayam



Ikan laut



Daging Daging Ikan laut + sapi + ayam + ekstrak ekstrak ekstrak nanas 5% nanas 5% nanas 5%



2.Daging dengan perebusan 120.00% 100.00% 80.00% 60.00%



Chilling Suhu Kamar



40.00%



Air mengalir



20.00% 0.00% Daging sapi



Daging ayam



Ikan laut



Daging Daging Ikan laut + sapi + ayam + ekstrak ekstrak ekstrak nanas 5% nanas 5% nanas 5%



3. Daging dengan perlakuan curing



90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00%



Chilling



30.00%



Suhu kamar



20.00%



Air mengalir



10.00% 0.00% Daging sapi



Daging ayam



Ikan laut



Daging Daging Ikan laut + sapi + ayam + ekstrak ekstrak ekstrak nanas 5% nanas 5% nanas 5%



Pada pengamatan drip loss daging sampel yang digunakan adalah daging ayam, daging sapi, ikan laut, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5%, daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas 5%, dan ikan laut dengan penambahan ekstrak nanas 5%. Pengamatan drip loss dilakukan terhadap tiga perlakuan daging yaitu daging segar, perebusan, dan curing. Pada pengamatan drip loss dilakukan tiga perlakuan yaitu chilling, suhu kamar dan air mengalir. Dari diagram diatas dapat ditujukkan penurunan berat daging pada perlakuan pembekuan dan pencairam perlakuan suhu kamar dan air mengalir. Namun terdapat sampel yang menyimpang yaitu ikan laut dan ikan laut dengan ekstrak nanas 5% segar, dengan perebusan maupun curing lebih mengalami penurunan berat pada perlakuan chilling dan suhu kamar. Dan perlakuan suhu kamar dan air mengalir yang seharusnya lebih menurunkan nilai berat dari ikan karena terjadi penyusutan lebih besar akibat keluarnya drip dari daging ikan daripada pencairan dengan chilling dan suhu kamar. Drip adalah cairan yang berwarna putih pucat yang tidak terserap kembali oleh jaringan daging ikan beku ketika dicairkan. Drip mengandung air yang melarutkan protein dan unsur-unsur nitrogen lain, vitamin, mineral, komponen pembentuk rasa dan lain-lain. Pembentukan drip harus dibatasi sekecil mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu jenis ikan, kecepatan pembekuan, jangka waktu penyimpanan, kestabilan suhu penyimpanan dan suhu pelelehan. Drip dapat dikurangi dengan menggunakanlarutan garam atau larutan polifosfat (Murniyati dan Sunarman, 2000).



5.2.8 Pengamatan jenis daging 1. Daging sapi Pengamatan jenis daging sapi didapatkan warna daging merah cerah, bentuk serat teratur, tekstur (kekenyalan) lebih kenyal, aroma yang khas sapi namun tidak amis, lemak berwarna putih kekuningan, keberadaan lemak didalam daging. Data pengamatan tersebut didukung oleh pendapat Potter (1993), daging sapi memiliki warna cerah, bau dan rasa aromatis, berserabut halus dengan sedikit lemak, konsistensi liat/kenyal, permukaan mengkilat, dan bersih tidak ada darah. 2. Daging kambing Pengamatan pada daging kambing didapatkan warna daging merah agak pucat, bentuk serat tidak teratur, tekstur kenyal, aroma khas kambing namun tidak amis, warna lemak putih tulang, lemak berada dipermukaan daging. Menurut Lawrie (2003), karakteristik daging kambing adalah merah muda pucat, lemak menyerupai lemak domba warna putih, dan bau daging kambing jantan lebih menyengat dari pada bau daging kambing betina. 3.Daging ayam Pengamatan pada daging kambing didapatkan warna daging putih kecoklatan, bentuk serat teratur, tekstur kenyal, aroma khas ayam amis namun tidak amis, warna lemak putih kekuningan, lemak berada didalam daging. 4.Daging babi Pengamatan pada daging babi didapatkan hasil warna daging merah kecoklatan, bentuk serat teratur, tekstur yang kenyal, aroma tidak terlalu berbau, warna lemak putih bening dan keberadaan lemak menyebar didalam maupun dipermukaan daging. Menurut Naruki dan Kononi (1992), warna daging babi pucat hingga merah muda, serabut halus dengan konsistensi padat dan berbau spesifik, dan pada umur tua daging berwarna lebih tua, sedikit lemak dan serabut kasar.



BAB 6. PENUTUP 6.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik dari daging atau ikan segar berbeda dengan daging kurang segar (busuk) mulai dari warna, tekstur, aroma, dan lain - lain. 2. Semakin sedikit penyebaran lemak (kandungan lema) yang terdapat dalam daging, maka semakin kecil juga grade pada marbling. 3. Perubahan warna pada daging dan ikan akan mengalami perubahan saat perlakuan perebusan dan curing. 4. Nilai pH pada daging atau ikan mengalami perubahan saat dilakukan perlakuan terhadap daging tersebut misalnya perlakuan perebusan dan curing. 5. Tekstur diukur menggunakan alat rheotex dan tekstur diukur dibeberapa bagian daging yaitu bagian atas, bawah samping . 6. Daging atau ikan akan mengalami penurunan berat akibat pemasakan . 7. Bobot daging atau ikan akan mengalami penurunan bobot akibat drip pada daging atau ikan beku. Dan cara thawing yang paling efektif yaitu diletakkan pada suhu kamar dan menggunakan air mengalir. 8. Ciri – ciri daging atau ikan dari beberapa jenis spesies mempunyai perbedaan mulai dari warna, bentuk serat, tekstur, aroma, warna lemak dan keberadaan lemak. 6.2 Saran Adapun saran yang diajukan dalam praktikum ini sebagai berikut : 1. Sebaiknya praktikan melakukan praktikum secara kondunsif agar praktikum berjalan lancar. 2. Sebaiknya praktikan lebih teliti agar tidak terdapat kesalahan saat pengamatan.