MAKALAH Fitokimia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan hayati yang beraneka ragam dan memiliki manfaat bagi kehidupan. Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia memungkinkan dapat ditemukannya berbagai jenis senyawa kimia. Beberapa diantara senyawa kimia telah banyak ditemukan dapat membantu perkembangan kimia organik bahan alam (Supratman, 2008). Keanekaragaman hayati Indonesia yang menjadikannya sebagai lahan utama bagi mereka yang mengembangkan penemuan berbagai senyawa kimia yang ditemukan di alam. Hal ini memerlukan penelitian khusus untuk melakukan isolasi senyawa kimia yang terkandung pada bahan alam tertentu, guna untuk menambah pengetahuan tentang proses isolasi dan senyawa kimia. Kandungan senyawa kimia dalam bahan alam tertentu dapat digunakan dalam bidang kesehatan. Berbagai tumbuhan dapat dijadikan sebagai sumber obat seperti kelompok sayursayuran, buah-buahan, bumbu dapur dan bunga-bungaan serta tumbuhan liar (Zacky dalam Isa 2008). Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid terdapat pada tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar yang sedikit. Selanjutnya dalam Meyer’s Conversation Lexicons tahun 1896 dinyatakan bahwa alkaloid terjadi secara karakteristik di dalam tumbuh-tumbuhan, dan sering dibedakan berdasarkan kereaktifan fisiologi yang khas. Senyawa ini terdiri atas karbon, hidrogen, dan nitrogen, sebagian besar diantaranya mengandung oksigen. Sesuai dengan namanya yang mirip dengan alkali (bersifat basa) dikarenakan adanya sepasang elektron bebas yang dimiliki oleh nitrogen sehingga dapat mendonorkan sepasang elektronnya. Sejarah alkaloid hampir setua peradaban manusia. Manusia telah menggunakan obatobatan yang mengandung alkaloid dalam minuman, kedokteran, teh, tuan atau tapal, dan racun selama 4000 tahun. Tidak ada usaha untuk mengisolasi komponen aktif dari ramuan obat-obatan hingga permulaan abad ke sembilan belas. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan alkaloid? 2. Bagaimana cara ekstraksi alkaloid? 3. Bagaimana cara pemisahan alkaloid? 4. Bagaimana cara karakterisasi alkaloid? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui apa itu alkaloid. 2. Mengetahui cara ekstraksi alkaloid 3. Mengetahui cara pemisahan alkaloid 4. Mengetahui cara karakterisasi alkaloid.



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Alkaloid Senyawa kimia terutama senyawa organik hasil metabolisme dapat dibagi dua yaitu yang pertama senyawa hasil metabolisme primer, contohnya karbohidrat, protein, lemak, asam nukleat, dan enzim. Senyawa kedua adalah senyawa hasil metabolisme sekunder, contohnya terpenoid, steroid, alkaloid dan flavonoid. Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid terdapat pada tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar yang sedikit. Selanjutnya dalam Meyer’s Conversation Lexicons tahun 1896 dinyatakan bahwa alkaloid terjadi secara karakteristik di dalam tumbuh-tumbuhan, dan sering dibedakan berdasarkan kereaktifan fisiologi yang khas. Senyawa ini terdiri atas karbon, hidrogen, dan nitrogen, sebagian besar diantaranya mengandung oksigen. Sesuai dengan namanya yang mirip denganalkali (bersifat basa) dikarenakan adanya sepasang elektron bebas yang dimiliki oleh nitrogen sehingga dapat mendonorkan sepasang elektronnya. Kesulitan mendefinisikan alkaloid sudah berjalan bertahun-tahun. Definisi tunggal untuk alkaloid belum juga ditentukan. Trier menyatakan bahwa sebagai hasil kemajuan ilmu pengetahuan, istilah yang beragam senyawa alkaloid akhirnya harus ditinggalkan (Hesse, 1981). Garam alkaloid dan alkaloid bebas biasanya berupa senyawa padat, berbentuk kristal tidak berwarna (berberina dan serpentina berwarna kuning). Alkaloid sering kali optik aktif, dan biasanya hanya satu dari isomer optik yang dijumpai di alam, meskipun dalam beberapa kasus dikenal campuran rasemat, dan pada kasus lain satu tumbuhan mengandung satu isomer sementara tumbuhan lain mengandung enantiomernya (Padmawinata, 1995). Ada juga alkaloid yang berbentuk cair, seperti konina, nikotina, dan higrina. Sebagian besar alkaloid mempunyai rasa yang pahit. Alkaloid juga mempunyai sifat farmakologi. Sebagai contoh, morfina sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai obat penenang, atrofina berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetik lokal, dan strisina sebagai stimulan syaraf (Ikan, 1969). Alkaloid telah dikenal selama bertahun-tahun dan telah menarik perhatian terutama karena pengaruh fisiologinya terhadap mamalia dan pemakaiannya di bidang farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan hampir sama sekali kabur. Beberapa pendapat mengenai kemungkinan perannya dalam tumbuhan sebagai berikut (Padmawinata,1995): 1. Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam urat dalam hewan (salah satu pendapat yang dikemukan pertama kali, sekarang tidak dianut lagi). 2. Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon penyimpanan nitrogen meskipun banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami metabolisme lebih lanjut meskipun sangat kekurangan nitrogen. 3. Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan parasit atau pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa bukti



2



yang mendukung fungsi ini tidak dikemukakan, mungkin merupakan konsep yang direka-reka dan bersifat ‘manusia sentris’. 4. Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, karena dari segi struktur, beberapa alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid merangasang perkecambahan yang lainnya menghambat. 5. Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar bersifat basa, dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan kesetimbangan ion dalam tumbuhan. Sejalan dengan saran ini, pengamatan menunjukkan bahwa pemberian nikotina ke biakan akar tembakau meningkatkan pengambilan nitrat. Alkaloid dapat pula berfungsi dengan cara pertukaran dengan kation tanah. Sampai saat ini sangat sedikit sekali alkaloid yang ditemukan pada tumbuhan tingkat rendah. Kemungkinan hanya satu atau dua famili dari jamur saja yang mengandung alkaloid, seperti ergot. Pada golongan alkaloid indol, bufotenin, juga ditemukan dalam jamur yaitu spesies Amanita mappa, selain yang ditemukan pada tumbuhan (Piptadenia pergrina) dan katak (Bufovulgaris). Pada garis besarnya, campuran senyawa nitrogen yang ditemukan pada jamur dan mikroorganisme dapat dianggap sebagai alkaloid, tetapi hal ini tidaklah biasa. Contoh lain senyawanya adalah: gliotoksin (jamur Trichodermaviride), pyosianin (bakteri Pseudomonas aeruginosa) dan erythromisin hasil dari Streptomyces (Ikan, 1969). Semua alkaloid mengandung paling sedikit sebuah nitrogen yang biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Batasan mengenai alkaloid seperti dinyatakan di atas perlu dikaji dengan hati-hati. Karena banyak senyawa heterosiklik nitrogen lain yang ditemukan di alam bukan termasuk alkaloid. Misalnya pirimidin dan asam nukleat, yang kesemuanya itu tidak pernah dinyatakan sebagai alkaloid (Achmad, 1986). 2.2 Pemurnian Alkaloida Metode pemurnian dan karakterisasi alkaloid umumnya mengandalkan sifat kimia alkaloid yang paling penting yaitu kebasaannya, dan pendekatan khusus harus dikembangkan untuk beberapa alkaloid (misalnya rutaekarpina, kolkisina, risinina) yang tidak bersifat basa. Alkaloid biasanya diperoleh dengan cara mengekstrasi bahan tumbuhan memakai asam yang melarutkan alkaloid sebagai garam, atau bahan tumbuhan dapat dibasakan dengan natrium karbonat dan sebagainya lalu basa bebas diekstraksi dengan pelarut organik seperti kloroform, eter, dan sebagainya. Beberapa alkaloid jadian/sintesis dapat terbentuk jika kita menggunakan pelarut reaktif. Untuk alkaloid yang dapat menguap seperti nikotina dapat dimurnikan dengan cara penyulingan uap dari larutan yang dibasakan. Larutan dalam air yang bersifat asam dan mengandung alkaloid dapat dibasakan kemudian alkaloid diekstraksi dengan pelarut organik sehingga senyawa netral dan asam yang mudah larut dalam air tertinggal dalam air (Padmawinata, 1995). Garam alkaloid berbeda sifatnya dengan alkaloid bebas. Alkaloid bebas biasanya tidak larut dalam air (beberapa dari golongan pseudo dan protoalkaloid larut), tetapi mudah larut dalam pelarut organik agak polar (seperti benzena, eter, kloroform). Dalam bentuk garamnya, alkaloid mudah larut dalam pelarut organik polar (Cordell, 1981).



3



Hingga kini belum ada pendefinisian tunggal dan penggolongan yang jelas dari alkaloid. Dalam bukunya, Matsjeh (2002) menerangkan beberapa klasifikasi alkaloid, diantaranya yaitu berdasarkan lokasi atom nitrogen di dalam struktur alkaloid dan berdasarkan asal mula kejadiannya (biosintesis) dan hubungannya dengan asam amino. Berdasarkan lokasi atom nitrogen di dalam struktur alkaloid, alkaloid dapat dibagi atas 5 golongan: 1. 2. 3. 4. 5.



Alkaloid heterosiklis Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis Alkaloid putressina, spermidina, dan spermina Alkaloid peptida Alkaloid terpena



Dari lima golongan di atas, alkaloid heterosiklis adalah yang terbesar dan yang terkecil adalah alkaloid putressina, spermidina, dan spermina. Ini dapat dilihat dari jumlah anggota dari masing-masing golongan seperti diterangkan di bawah ini: 1. Alkaloid heterosiklis Alkaloid heterosiklis merupakan alkaloid dengan atom nitrogennya terdapatdalam cincin heterosiklis. Alkaloid hetrosiklis dibagi menjadi: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.



Alkaloid pirolidin Alkaloid indol Alkaloid piperidin Alkaloid piridin Alkaloid tropan dan basa yang berhubungan Alkaloid histamin, imidazol dan guanidin Alkaloid isokuinolin Alkaloid kuinolin Alkaloid akridin Alkaloid kuinazolin Alkaloid izidin



2. Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis a) Eritrofleum b) Fenilalkilamina c) Kapsaisin d) Alkaloid dari jenis kolkina 3. Alkaloid putressina, spermidina, dan spermina 4. Alkaloid peptida 5. Alkaloid terpena dan steroid



4



Sedangkan berdasarkan asal mulanya (biogenesis) dan hubungannya dengan asam amino, alkaloid dibagi menjadi tiga kelas, yaitu: (1) Truealkaloid, (2) Proto alkaloid, dan (3) Pseudo alkaloid. Ciri-ciri dari ketiga kelas alkaloid adalah sebagai berikut: 1) True alkaloid Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; toksik, perbedaan keaktifan fisiologis yang besar, basa, biasanya mengandung atom nitrogen di dalam cincin heterosiklis, turunan asam amino, distribusinya terbatas dan biasanya terbentuk di dalam tumbuhan sebagai garam dari asam organik. Tetapi ada beberapa alkaloid ini yang tidak bersifat basa, tidak mempunyai cincin heterosiklis dan termasuk alkaloid kuartener yang lebih condong bersifat asam. Contoh dari alkaloid ini adalah koridin dan serotonin. 2) Proto alkaloid Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri mempunyai struktur amina yang sederhana, di mana atom nitrogen dari asam aminonya tidak berada di dalam cincin heterosiklis, biosintesis berasal dari asam amino dan basa, istilah biologycal amine sering digunakan untuk alkaloid ini. Contoh dari alkaloid ini adalah meskalina dan efedrina. 3) Pseudo alkaloid Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; tidak diturunkan dari asam amino dan umumnya bersifat basa. Contohnya adalah kafeina.



5



BAB III PEMBAHASAN 3.1 Ekstrasi Alkaloid 1. ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID DARI DAUN ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL) Nilda Apriyati Tengo, Nurhayati Bialangi, Nita Suleman Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo Ekstraksi Pada tahap ekstraksi sampel berupa serbuk halus daun alpukat diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol. Tahap Maserasi dilakukan selama 4 x 24 jam, setiap 24 jam dilakukan penyaringan dan dimaserasi kembali dengan memakai metanol yang baru. Maserat yang diperoleh disatukan dan dievaporasi pada suhu 30-400C dengan menggunakan alat penguap vakum dan diperoleh ekstrak kental metanol. Tahap selanjutnya, ekstrak kental metanol disuspensi dengan metanol-air dan dipartisi dengan pelarut n-heksan, diperoleh fraksi n-heksan dan fraksi air. Fraksi n-heksan dievaporasi menghasilkan ekstrak n-heksan. Fraksi air dipartisi dengan pelarut etil asetat diperoleh fraksi air dan fraksi etil asetat. Hasil Partisi dari fraksi-fraksi dievaporasi pada suhu 30-40°C sampai diperoleh ekstrak air dan ekstrak etil asetat. Masing-masing ekstrak diuji fitokimia. Uji Fitokimia Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat didalam sampel tumbuhan tersebut dengan menggunakan modifikasi metode Farnsworth (Sermakkani dan V. Thangapandian 2010). Daun alpukat diuji fitokimia untuk melihat kandungan metabolit sekunder. Uji Fitokimia meliputi uji flavonoid, uji alkaloid, uji steroid, terpenoid dan saponin. a. Uji Flavonoid Ekstrak kental metanol 0,1 gr diencerkan dengan menggunakan metanol 10 mL dan dibagi menjadi 4 tabung reaksi yang berbeda. Tabung pertama sebagai kontrol, tabung kedua ditambahkan lempengan Mg dan larutan HCl pekat, tabung ketiga ditambahkan H2SO4 pekat, tabung keempat ditambahkan NaOH pekat. Hasil uji positif flavonoid jika terjadi perubahan warna larutan (Harbone, 1987). Pada jurnal didapatkan hasil positif dari ekstrak etil asetat dan n-heksan hasil dari fraksinasi menunjukkan positif Flavonoida. b. Uji Alkaloid Ekstrak kental metanol sebanyak 0,1 gr dilarutkan dengan 10 mL kloroform amoniak lalu hasilnya dibagi menjadi dua bagian yang sama. Untuk bagian pertama ditambahkan asam sulfat (H2SO4) 2 N perbandingan volumenya sama. Lapisan asam diambil dan dibagi menjadi tiga bagian dan dilakukan pengujian menggunakan pereaksi fitokimia yaitu pereaksi Mayer, pereaksi Dragendroff, dan pereaksi Wagner. Untuk bagian kedua diuji menggunakan pereaksi Hager. Hasil uji positif mangandung alkaloid jika terbentuk endapan. Ekstrak etil6



asetat dan ekstrak n-hexan menunjukkan hasil positif karena ada endapan hijau diperkirakan ini ialah kompleks kalium-alkaloid. c. Uji Steroid, terpenoid, Saponin Ekstrak kental metanol 0,1 g, dilarutkan dalam 10 mL dietil eter. Bagian ekstrak yang larut dalam dietil eter diberi perlakuan uji dengan menggunakan pereaksi Lieberman Bauchard (asam asetat anhidrida : asam sulfat pekat). Terbentuknya warna hijau kebiruan menunjukkan adanya steroid, sedangkan warna merah kecoklatan menunjukan uji ini positif mengandung terpenoid. Bagian yang tidak larut dalam dietil eter, diuji dengan cara menambahkan aquadest panas sebanyak 2 mL. Hasil menunjukkan adanya saponin, jika setelah penambahan aquadest panas terbentuk buih/busa yang stabil (15 menit setelah penambahan aquadest panas). Filtrat yang berada dibagian bawah buih/busa di ambil lalu ditambahkan HCl pekat, dilakukan proses penguapan hingga kering dan terbentuk kerak. Dilanjutkan dengan uji menggunakan pereaksi Liebarman Bauchard. Jika terdapat warna hijau kebiruan menunjukkan adanya kandungan senyawa steroid. Untuk pembentukan warna merah kecoklatan menunjukan adanya senyawa terpenoid. Dalam jurnal tidak mendapatkan hasil positif pada uji ini. 2. ISOLASI SENYAWA ALKALOID DARI EKSTRAK METANOL DAUN TUMBUHAN JAMBU KELING Philippus H Siregar Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155 Sebelum diekstraksi dilakukan destruksi terlebih dahulu, destruksi sendiri adalah perlakuan untuk melarutkan atau mengubah sampel menjadi bentuk marteri yang dapat diukur sehingga kandungan berupa unsur-unsur di dalamnya dapat dianalisis. Dekstruksi: Daun Jambu keeling didestruksi basah dengan HCL dalam methanol lalu kemudian dinetralisasi dengan penambahan basa NH4OH dan terjadi padatan berupa endapan Ekstraksi: Endapan dikeringkan dan diektraksi dan direndam dalam khloroform dan dipekatkan dengan alat rota-evaporator. 3. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID TUMBUHAN SENGUGU (Clerodendron serratum Spreng) Ita Emilia Dosen Jurusan Biologi FMIPA Universitas PGRI Palembang



DARI



DAUN



Ekstraksi dilakukan secara sinambung menggunakan alat soxlet dengan kepolaran pelarut bertingkat yaitu dengan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol sehingga diperoleh ekstrak cair dari ketiga pelarut. Berdasarkan hasil ekstraksi secara sinambung dengan menggunakan alat soxhlet menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol terhadap daun senggugu (Clerodendron seratum), didapatkan berat masing-masing ekstrak pada tabel:



7



Dari hasil penelitian didapatkan hasil ekstraksi daun senggugu sebanyak 120 gr diperoleh ekstrak nheksan sebanyak 16 gr (13.3%), ekstrak etil asetat 16 gr (13.3%), dan Ekstrak metanol 62 gr (51.6%), pelarut-pelarut yang digunakan mempunyai kemampuan untuk menarik senyawa yang terdapat dalam simplisia secara berbeda-berbeda. Pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar, pelarut semi polar akan melarutkan senyawa semi polar dan pelarut polar akan melarutkan senyawa polar. Dari hasil ekstraksi, terdapat perbedaan berat yang dihasilkan dari masing-masing ekstrak. Di dalam ekstrak kemungkinan terdapat senyawa dari golongan senyawa kimia yang berbeda-beda sesuai kepolaranya. 4. ISOLASI, IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID TOTAL DAUN TEMPUYUNG (Sonchus arvensis Linn) DAN UJI SITOTOKSIK DENGAN METODE BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) Yazid Murtadlo, Dra. Dewi Kusrini, M.Si, Dra. Enny Fachriyah, M.Si Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro Jalan Prof. Soedarto, Tembalang, Semarang 50275, Telepon (024) 7474754 Ekstraksi: Ekstrak etanol daun tempuyung mengandung alkaloid dan flavonoid (Wadekar, J., Sawant, R., dkk.,2012). Akar tempuyung mengandung senyawa alkaloid total sebanyak 0,5 % (Anonim, 2011) Isolasi Alkaloid Total: Serbuk daun tempuyung kering 650 g dimaserasi dengan pelarut etanol 96% selama 24 jam. Kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental dan ditambahkan asam asetat 10% hingga suasana menjadi asam. Ekstrak larutan asam ini selanjutnya diekstraksi dengan etil asetat sehingga diperoleh dua lapisan, lapisan etil asetat dan lapisan asam. Ke dalam lapisan asam kemudian ditambahkan ammonium hidroksida pekat sampai suasana basa, dilanjutkan ekstraksi dengan etil asetat kembali. Dari perlakuan ini diperoleh lapisan basa dan lapisan etil asetat. Lapisan etil asetat inilah yang mengandung senyawa alkaloid total. Daun tempuyung yang sudah kering di potong dan dihaluskan menggunakan blender untuk memperluas permukaan pada saat maserasi. Sehingga senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada daun dapat teisolasi dengan baik. Sebanyak 650 gram daun tempuyung yang sudah halus di maserasi menggunakan pelarut etanol. Isolat yang didapatkan kemudian diuapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak yang diperoleh 8



sebanyak 8 garam. Kemudian dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui senyawa yang terkandung pada ekstrak daun tempuyung. Hasil uji fitokimia memberikan uji positif terhadap senyawa alkaloid, flavonoid, saponin dan negatif terhadap senyawa saponin, fenolik, terpenoid dan steroid. 3.2 Fraksinasi Alkaloid 1. ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID DARI DAUN ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL) Pemisahan Uji Alkaloid, Steroid, Saponin,Terpenoid: Ekstrak metanol yang akan dipisahkan, terlebih dahulu dianalisis menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) untuk mencari eluen yang sesuai, sebagai fasa gerak pada pemisahan kromatografi kolom. Selanjutnya ekstrak metanol sebanyak 4 gr dipisahkan dengan kromatografi kolom dengan fase diam silika gel GF60 dan dieluasi berturut-turut menggunakan pelarut organik seperti n-heksan, methanol, etil asetat dengan perbandingan tertentu. Fraksi-fraksi yang diperoleh dari tahapan kromatografi kolom dilakukan proses kromatografi lapis tipis kembali untuk mengabungkan fraksi-fraksi yang sama harga Rf-nya. Pola noda akan terbentuk pada setiap fraksi. Jika isolat tetap menunjukan pola noda tunggal, maka isolat telah murni. Anilisis dengan KLT ini, fasa diam yang digunakan berupa silika gel (70-220 Mesh) dan fasa gerak n-heksan : etil asetat dan etil asetat : metanol secara bergradien. Tahap kromatografi kolom menghasilkan 220 fraksi dan dilakukan KLT. Didapatkan hasil penggabungan yang memiliki harga Rf-nya yang terdiri dari N1 – N17 mendapatkan isolat murni. Pemilihan fraksi N12 untuk di pisahkan mempertimbangkan beberapa hal yaitu berat fraksi, pola noda hasil KLT dan fraksi ini menghasilkan kristal jarum berwarna hijau. Tahap pemisahan kromatografi kolom fraksi N12 dengan berat 0,07 gr didapatkan 83 fraksi. Proses Kromatografi kolom kedua ini dielusi secara bergradien 10 % dengan eluen n-heksan : etil asetat dan etil asetat : metanol. Dari 83 fraksi ini di KLT dan dihitung nilai Rf dari setiap fraksi. Berdasarkan hasil kromatografi kolom kedua ini, fraksi 7 menghasilkan kristal jarum. Hasil Kromatografi lapis tipis terhadap fraksi ini menunjukkan pola noda tunggal pada eluen n-heksan : etil asetat. Fraksi 7 yang berbentuk kristal jarum berwarna hijau dipisahkan kembali untuk memperoleh isolat murni dengan manggunakan kromatografi lapis tipis berbagai eluen. Pemisahan Uji Fitokimia: Ekstrak kental metanol dikromatografi lapis tipis dengan menggunakan perbandingan eluen tertentu. Tahapan Kromatografi lapis tipis merupakan langkah awal mencari eluen yang cocok untuk digunakan pada pemisahan kromatografi kolom. Kromatografi lapis tipis adalah kromatografi serapan yang fasa diamnya berupa zat padat yang disebut adsorben (penyerap) dan fasa gerak berupa zat cair (Gritter, 1991). Setelah diperoleh eluen yang cocok, ekstrak kental metanol dipisahkan dengan kromatografi kolom.



9



Ekstrak Kental metanol dilakukan pemisahan dengan cara kromatografi kolom gravitasi dengan menggunakan fasa diam berupa silika gel (70-220 Mesh) dan fasa gerak nheksan : etil asetat dan etil asetat : metanol secara bergradien. Tahap kromatografi kolom menghasilkan 220 fraksi dan fraksi yang diperoleh dari kolom ini dilakukan kromatografi lapis tipis. KLT ini dilakukan untuk menggabungkan fraksi-fraksi yang mempunyai nilai Rf yang sama. Hasil Penggabungan fraksi terdiri dari N1 – N17. Dari hasil penggabungan fraksi, fraksi N12 dipilih untuk dipisahkan lagi menggunakan kromatografi kolom gravitasi. Tujuan dilakukan pemisahan kromatografi kolom kedua ini untuk mendapatkan isolat murni. Pemilihan fraksi N12 untuk di pisahkan mempertimbangkan beberapa hal yaitu berat fraksi, pola noda hasil kromatografi lapis tipis dan fraksi ini menghasilkan kristal jarum berwarna hijau Tahap pemisahan kromatografi kolom fraksi N12 dengan berat 0,07 gr menghasilkan 83 fraksi. Proses Kromatografi kolom kedua ini dielusi secara bergradien 10 % dengan eluen n-heksan : etil asetat dan etil asetat : metanol. Dari 83 fraksi ini di KLT dan dihitung nilai Rf dari setiap fraksi. Berdasarkan hasil kromatografi kolom kedua ini, fraksi 7 menghasilkan kristal jarum. Hasil Kromatografi lapis tipis terhadap fraksi ini menunjukkan pola noda tunggal pada eluen n-heksan : etil asetat. Fraksi 7 yang berbentuk kristal jarum berwarna hijau dipisahkan kembali untuk memperoleh isolat murni dengan manggunakan kromatografi lapis tipis berbagai eluen. 2. ISOLASI SENYAWA ALKALOID DARI TUMBUHAN JAMBU KELING



EKSTRAK



METANOL



DAUN



Pemisahan Alkaloid: Daun jambu Keling (Eugenia cumini (L.) Druce) Ekstrak pekat khloroform sebanyak 2g di lakukan pemisahan dengan cara khromatografi kolom. Menggunakan fasa diam silika gel 60 sebanyak 60 gram. Fasa gerak khloroform : metanol dengan menaikkan kepolaran bertingkat. Fraksi yang keluar kolom khromatografi ditampung menggunakan vial serta dimonitor dengan khromatografi lapis tipis. Fraksi dengan Rf yang sama dan positip dengan pereaksi Mayer yang ditandai dengan munculnya warna putih, digabung. Selanjutnya, diuapkan pelarutnya. Kemudian fraksi ini direkristalisasi untuk memperoleh kristal murni. Dari hasil destruksi dan netralisasi didapat padatan lalu pemisahan dengam pemurnian serbuk Daun jambu Keling (Eugenia cumini (L.) Druce) diperoleh kristal berwarna kuning dengan titik leleh 293⁰C-295⁰C. 3. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID DARI DAUN TUMBUHAN SENGUGU (Clerodendron serratum Spreng) Fraksinasi (pemisahan) Metanol dari Senyawa Alkaloida Ekstrak aktif difraksinasi (dilakukan pemisahan) dengan metode kromatografi cair vakum (KCV) dengan penyerapan silika gel. Fase gerak menggunakan larutan n-heksana 100%, n-heksana 80%, n-heksana 60%, n-heksana 40%, n-heksana 20%, etil asetat 100%, etil asetat 80%, etil asetat 60%, etil asetat 40%, etil asetat 20%, dan methanol 100%. Masingmasing persentase diberikan volume larutan sebanyak 100 ml. Fraksi yang aktif diuji secara bioautografi dan diisolasi senyawa aktifnya (Picman et al. 1998 dalam Salni 2003). 10



4. ISOLASI, IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID TOTAL DAUN TEMPUYUNG (Sonchus arvensis Linn) DAN UJI SITOTOKSIK DENGAN METODE BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) Isolasi Alkaloid Total : Serbuk daun tempuyung kering 650 g dimaserasi dengan pelarut etanol 96% selama 24 jam. Kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental dan ditambahkan asam asetat 10% hingga suasana menjadi asam. Ekstrak larutan asam ini selanjutnya diekstraksi dengan etil asetat sehingga diperoleh dua lapisan, lapisan etil asetat dan lapisan asam. Ke dalam lapisan asam kemudian ditambahkan ammonium hidroksida pekat sampai suasana basa, dilanjutkan ekstraksi dengan etil asetat kembali. Dari perlakuan ini diperoleh lapisan basa dan lapisan etil asetat. Lapisan etil asetat inilah yang mengandung senyawa alkaloid total. Pemisahan Alkaloid Total : Isolat alkaloid diidentifikasi dengan pereaksi Dragendorrf. Setelah itu dianalisis menggunakan kromatografi lapis tipis untuk mencari eluen yang cocok untuk mengisolasi alkaloid murni dengan KLT preparatif dan untuk mengetahui jumlah komponen yang ada pada isolate alkaloid total. Fase gerak KLT menggunakan eluen etil asetat : etanol : n-heksan (2:1:30), sedangkan fase diamnya menggunakan silica gel 60GF254.



11