Makalah Kelompok 6 Pengukuran Kinerja Sektor Publik (Balanced Scorecard) - Bobby Frathama Dan Satria Fadli [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



MAKALAH AKUNTANSI MANAJEMEN SEKTOR PUBLIK



PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK (BALANCED SCORECARD)



Disusun oleh : KELOMPOK 6 : BOBBY FRATHAMA SEMBIRING SATRIA FADLI PROGRAM ALIH JENJANG SARJANA AKUNTANSI KELAS KERJASAMA BEASISWA STAR-BPKP UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan karunianya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini merupakan tugas mata kuliah Akuntansi Manajemen Sektor Publik pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Program STAR-BPKP. Penulis menyadari bahwa selama mengerjakan makalah ini, penulis mendapat sumbangan pikiran serta bimbingan, baik moril maupun material dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Mediaty selaku dosen mata kuliah Akuntansi Manajemen Sektor Publik yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berjasa dalam penulisan makalah ini. Akhir kata, penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan, waktu, dan pengalaman. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis sangat mengharapkan tanggapan, saran, serta kritik dari pembaca yang sifatnya membangun dalam rangka perbaikan makalah ini ke depan. Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi pembaca. Makassar, November 2016



Penulis,



2



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR .............................................................................................................. DAFTAR ISI ........................................................................................................................... DAFTAR TABEL .................................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................



Halaman 2 3 4 5 6



A. LATAR BELAKANG ........................................................................................... B. SASARAN PEMBELAJARAN ............................................................................ C. TUJUAN ............................................................................................................. BAB II PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK (BALANCED SCORECARD) ............ A. KONSEP BALANCED SCORECARD ................................................................ 1. DEFINISI BALANCED SCORECARD .......................................................... 2. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BALANCED SCORECARD ................ 3. KEUNGGULAN BALANCED SCORECARD ................................................ 4. PERSPEKTIF BALANCED SCORECARD ................................................... B. BALANCED SCORECARD UNTUK SEKTOR PUBLIK ..................................... C. PERBEDAAN PERSPEKTIF DAN SKEMA BALANCED SCORECARD PADA



6 6 7 8 8 8 9 10 13 19



SEKTOR SWASTA DAN SEKTOR PUBLIK ...................................................... D. MISI, NILAI DAN VISI ........................................................................................ E. SASARAN STRATEGIS ..................................................................................... F. PETA STRATEGIS ...... .................................................................................... G. INDIKATOR KINERJA UTAMA .......................................................................... BAB III PENUTUP ................................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................



25 27 28 31 33 40 41



3



DAFTAR TABEL Nomor Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5



Uraian Perspektif Balanced Scorecard pada Sektor Swasta dan Sektor Publik ...... Proporsi Indikator Kinerja Utama dalam Balanced Scorecard ...................... Degree of controllability IKU ......................................................................... Jenis Polarisasi Data .................................................................................... Contoh Rancangan Indikator Kinerja Utama (IKU) dan target capaian



Halaman 24 35 37 37



KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Perak ................................................



38



4



DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4



Uraian Diagram Balanced Scorecard pada Sektor Privat ........................................ Perspektif Proses Bisnis Internal .................................................................. Diagram Balanced Scorecard pada Sektor Pemerintahan ........................... Perbandingan Skema Balanced Scorecard untuk Organisasi Nirlaba dan



Halaman 14 18 19



Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8



Organisasi Sektor Publik .............................................................................. Daftar Stakeholder Potensial Organisasi Sektor Publik ................................ Contoh Peta Strategis KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Perak ............ Tingkat validitas IKU ..................................................................................... Diagram Balanced Scorecard pada Sektor Privat ........................................



26 30 32 34 14



5



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi sebuah organisasi baik dalam sektor publik maupun sektor privat. Value for money merupakan salah satu konsep penilaian kinerja yang terdapat dalam sektor publik. Konsep ini menilai kinerja dari dimensi efektif, efisien, dan ekonomis. Value for money bukan satu-satunya pengukuran kinerja dalam sektor publik yang digunakan dalam pengukuran kinerja. Kinerja sektor publik bersifat multidimensional sehingga tidak ada suatu indikator tunggal yang dapat digunakan sebagai alat ukur kinerja yang komprehensif. Di samping itu, output yang dihasilkan oleh sektor publik bersifat intangible sehingga ukuran finanasial saja tidak cukup untuk mengukur kinerja sektor publik tersebut. Oleh karena itu, Balanced Scorecard sebagai instrumen pengukuran kinerja yang berdasarkan pada aspek finansial dan nonfinansial merupakan instrumen pengukuran kinerja yang banyak dikembangkan pada sektor publik. Organisasi sektor publik memiliki karakteristik yang berbeda dengan organisasi sektor swasta. Terdapat beberapa pendekatan dalam mengukur kinerja organisasi sektor publik yang lebih menekankan pada ukuran keuangan. Pengukuran kinerja yang hanya berdasarkan segi keuangan tidak begitu cocok diterapkan pada organisasi sektor publik. Balanced Scorecard mengukur kinerja secara komprehensif dan berimbang dari segi keuangan dan nonkeuangan yang dapat digunakan sebagai metode dalam pengukuran kinerja organisasi sektor publik. Balanced Scorecard mengukur kinerja berdasarkan empat perspektif yaitu perspektif finansial, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Tujuan organisasi sektor swasta yang lebih berorientasi laba berbeda dengan tujuan organisasi sektor publik yang melayani kebutuhan produk dan jasa publik, sehingga penerapan Balanced Scorecard pada organisasi sektor publik memerlukan penyesuaian kembali



B. SASARAN PEMBELAJARAN Adapun sasaran pembelajaran dalam makalah ini yaitu sebagai berikut : 1. Definisi Balanced Scorecard 2. Sejarah dan Perkembangan Balanced Scorecard 3. Keunggulan Balanced Scorecard 4. Perspektif Balanced Scorecard . 5. Balanced Scorecard Untuk Sektor Publik



6



6. Perbedaan Perspektif dan Skema Balanced Scorecard pada Sektor Swasta dan Sektor Publik 7. Misi, Nilai, dan Visi 8. Sasaran Strategis 9. Peta Strategis 10.Indikator Kinerja Utama



C. TUJUAN Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Manajemen Sektor Publik dan juga menambah wawasan dalam bidang akuntansi manajemen sektor publik khususnya mengenai impelementasi Balanced Scorecard



untuk Pengukuran Kinerja Sektor



Publik.



7



BAB II PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK (BALANCED SCORECARD) A. KONSEP BALANCED SCORECARD 1. Definisi Balanced Scorecard Menurut Kaplan dan Norton (1996), Balance Scorecard merupakan alat pengukur kinerja eksekutif yang memerlukan ukuran komprehensif dengan empat perspektif, yaitu persfektif keuangan,perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Pendekatan Balance Scorecard dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan pokok, yaitu (Kaplan dan Norton, 1996): 1.



Bagaimana penampilan perusahaan dimata para pemegang saham? (perspektif keuangan)



2.



Bagaimana pandangan para pelanggan terhadap perusahaan? (perspektif pelanggan)



3.



Apa yang menjadi keunggulan perusahaan? (perspektif bisnis internal)



4.



Apa perusahaan harus terus menerus melakukan perbaikan dan menciptakan nilai secara berkesinambungan? (perspektif pertumbuhan dan pembelajaran) Supriyono dalam bukunya Sistem Pengendalian Manajemen (2000:143) menyatakan



bahwa: “Balanced Scorecard adalah salah satu alat pengukuran kinerja yang menekankan pada keseimbangan antara ukuran-ukuran strategis yang berlainan satu sama lain dalam usaha untuk mencapai keselarasan tujuan sehingga



mendorong



karyawan



bertindak



demi



kepentingan



terbaik



perusahaan.” Sedangkan Mulyadi (2001:1-2) mendefinisikan Balanced Scorecard ke dalam dua istilah kata, kartu skor (scorecard) dan berimbang (balance). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang, sedangkan berimbang dimaksudkan untuk menunjukan bahwa kinerja personel diukur secara seimbang dari aspek keuangan dan non-keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh karena itu, jika kartu skor personel digunakan untuk merencanakan skor yang hendak



diwujudkan



dimasa



depan,



personel



tersebut



harus



memperhitungkan



8



keseimbangan antara pencapaian kinerja finansial dan non finansial, antara kinerja jangka panjang dan jangka pendek, serta antar kinerja yang bersifat intern dan ekstern.



2. Sejarah dan Perkembangan Balanced Scorecard Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, yang dipimpin oleh David P. Norton mensponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa Depan”. Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai. Hasil studi tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul “ Balanced Scorecard Measures That Drive Performance” dalam Harvard Business Review (Yuwono, 2002). Niven (2002:11) menyatakan bahwa Balanced Scorecard dikembangkan oleh Robert Kaplan, seorang profesor pada Universitas Harvard, dan David Norton, seorang konsultan yang juga berasal dari wilayah Boston. Pada tahun 1990, Kaplan dan Norton melaksanakan penelitian pada sejumlah perusahaan untuk mengembangkan sebuah metode baru dalam pengukuran kinerja. Penelitian tersebut selanjutnya mengarahkan pada sebuah kesimpulan bahwa ukuran kinerja keuangan/finansial bukan merupakan ukuran kinerja yang memadai untuk mengukur



kinerja



sebuah



perusahaan.



Oleh



karena



itu,



Kaplan



dan



Norton



mengembangkan sejumlah alternatif pengukuran kinerja yang pada akhirnya menghasilkan sebuah ide pengukuran kinerja yang melibatkan keseluruhan aktivitas perusahaan baik pelanggan, proses bisnis internal, aktivitas karyawan, maupun kepentingan pemegang saham. Instrumen pengukuran kinerja ini selanjutnya dinamakan Balanced Scorecard sebagaimana dipublikasikan dalam sebuah artikel yang berjudul “Balanced ScorecardMeasured that Drive Performance” dalam majalah Harvard Business Review edisi JanuariFebruari tahun 1992. Kemudian pada tahun 1996 Kaplan dan Norton mengembangkan konsep Balanced Scorecard yang telah mereka bangun. Hasil studi yang mereka lakukan menyimpulkan bahwa Balanced Scorecard dapat dikembangkan dari sekedar sistem pengukuran kinerja menjadi sebagai sistem manajemen strategis. Sejak saat itu, Balanced Scorecard kemudian dilengkapi strategy map (peta strategi). Hasil penelitian mereka tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel di majalah Harvard Business Review edisi Januari-Februari 1996 dengan judul “Using Balanced Scorecard as a Strategic Management System.” Pada tahun 2004 Kaplan dan Norton menerbitkan buku mereka berikutnya yang berjudul Strategy Map: Converting Intangible Assets into Tangible Outcomes yang



9



diterbitkan oleh Harvard Business School Press. Dalam buku tersebut dijelaskan bagaimana Balanced Scorecard dapat berperan sebagai sebuah sistem manajemen strategis yang mengubah aset tak berwujud perusahaan menjadi outcome. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Balanced Scorecard telah mengalami perkembangan dari sekedar sistem manajemen kinerja menjadi sebuah sistem manajemen strategis yang bertujuan untuk mengkomunikasikan dan mengevaluasi strategi.



3. Keunggulan Balanced Scorecard Menurut Kaplan (1996:24), ukuran kinerja keuangan tidak cukup sebagai pedoman dan sarana evaluasi organisasi dalam lingkungan bisinis yang kompetitif. Ukuran kinerja keuangan memberikan beberapa informasi tentang peristiwa yang telah terjadi. Namun, ukuran kinerja keuangan tersebut tidak mampu memberikan pedoman dalam menentukan tindakan yang tepat untuk dilaksanakan saat ini maupun di masa yang akan datang. Balanced Scorecard memiliki keunggulan yang menjadikan sistem manajemen strategik saat ini berbeda secara signifikan dengan sistem manajemen strategik dalam manajemen tradisional (Mulyadi,2001). Manajemen strategik tradisional hanya berfokus ke sasaran-sasaran yang bersifat keuangan, sedangkan sistem manajemen strategik kontemporer mencakup perspektif yang luas yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Selain itu berbagai sasaran strategik yang dirumuskan dalam sistem manajemen strategik tradisional tidak koheren satu dengan lainnya, sedangkan berbagai sasaran strategik dalam sistem manajemen strategic kontemporer dirumuskan secara koheren. Di samping itu, Balanced Scorecard menjadikan sistem manajemen strategik kontemporer memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh sistem manajemen strategik tradisional, yaitu dalam karakteristik keterukuran dan keseimbangan. Di sisi lain, Balanced Scorecard menyediakan informasi yang komprehensif. Balanced Scorecard menerjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam ukuran-ukuran kinerja yang diorganisasikan dalam perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Balanced Scorecard menyediakan sebuah kerangka kerja dan sebuah bahasa untuk mengomunikasikan misi dan strategi. Ukuran-ukuran dalam Balanced Scorecard memberikan informasi kepada seluruh karyawan tentang hasil-hasil yang ingin dicapai perusahaan beserta indikator-indikator pencapaian hasil tersebut. Hal ini diharapkan mampu menjadi media bagi eksekutif perusahaan untuk menyalurkan energi, kemampuan, dan pengetahuan spesifik kepada seluruh karyawan dalam rangka mencapai tujuan jangka panjang perusahaan.



10



Menurut Mulyadi (2007:14), Balanced Scorecard memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut: a. Meningkatkan secara signifikan kualitas perencanaan Balanced Scorecard meningkatkan kualitas perencanaan dengan menjadikan perencanaan yang bernilai strategis yang terdiri dari tiga tahap terpisah yang terpadu, yaitu: 1) Sistem perumusan strategi Sistem perumusan strategi berfungsi sebagai alat trendwatching, SWOT analysis, envisioning, dan pemilihan strategi. 2) Sistem perencanaan strategis Sistem perencanaan strategis berfungsi sebagai alat penerjemah misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi ke dalam sasaran dan inisiatif strategis yang komprehensif, koheren, berimbang, dan terukur. Karakteristik rencana strategis yang dihasilkan oleh balanced scorecad adalah sebagai berikut: a) Komprehensif Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategis, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ke tiga perspektif yang lain, pelanggan, proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana strategic ke perspektif nonkeuangan tersebut menghasilkan manfaat sebagai berikut: i.



Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang,



ii.



Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.



b) Koheren Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebabakibat di antara berbagai sasaran strategis yang dihasilkan dalam perencanaan strategis.



Setiap



sasaran



strategis



yang



ditetapkan



dalam



perspektif



nonkeuangan harus mempunyai hubungan sebab-akibat dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung.



11



Dengan demikian, kekoherenan sasaran strategik yang dihasilkan dalam sistem perencanaan strategik memotivasi personel untuk bertanggung jawab dalam mencari inisiatif strategik yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan. Sistem perencanaan strategic yang menghasilkan sasaran strategik yang koheren akan menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan berjangka panjang, karena personel dimotivasi untuk mencari inisiatif strategik yang mempunyai manfaat bagi perwujudan sasaran strategik di perspektif keuangan, pelanggan,



proses



bisnis



internal,



pembelajaran



dan



pertumbuhan.



Kekoherenan sasaran strategic yang menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompetitif. c) Berimbang Balanced Scorecard memberikan keseimbangan di antara Shareholder value, Customer capital, Proses yang produktif dan cost effective, serta modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi. Keseimbangan dari keempat perspektif tersebut mencerminkan keseimbangan antara fokus internal dan fokus eksternal serta antara process centric dan people centric. d) Terukur Keterukuran sasaran strategis yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategis menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategis yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Hal tersebut dilandasi oleh keyakinan berikut ini: If we are measure it, we can manage it Dengan Balanced Scorecard, sasaran-sasaran strategik yang sulit diukur, seperti sasaran-sasaran strategik di perspektif nonkeuangan, ditentukan ukurannya agar dapat dikelola, sehingga dapat diwujudkan. Dengan demikian keterukuran sasaransasaran strategik di perspektif nonkeuangan tersebut menjanjikan perwujudan berbagai sasaran strategik nonkeuangan, sehingga kinerja keuangan dapat berlipat ganda dan berjangka panjang. 3) Sistem penyusunan program Sistem penyusunan program merupakan alat penjabaran inisiatif strategis ke dalam program.



12



b. Meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja personel Pengelolaan kinerja personel ditujukan untuk meningkatkan akuntabilitas personel dalam memanfaatkan berbagai sumber daya dalam mewujudkan visi perusahaan melalui misi pilihan Balanced Scorecard adalah metode yang dikembangkan Kaplan dan Norton untuk mengukur setiap aktivitas yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam rangka merealisasikan tujuan perusahaan tersebut. Balanced Scorecard semula merupakan aktivitas tersendiri yang terkait dengan penentuan sasaran, tetapi kemudian diintegrasikan dengan sistem manajemen strategis. Balanced Scorecard bahkan dikembangkan lebih lanjut sebagai sarana untuk berkomunkasi dari berbagai unit dalam suatu organisasi. Balanced Scorecard juga dikembangkan sebagai alat bagi organisasi untuk berfokus pada strategi Sedangkan menurut Gunawan (2000), keunggulan Balanced Scorecard:



1) Adaptif dan responsif terhadap perubahan 2) lingkungan bisnis 3) Fokus terhadap tujuan perusahaan Tujuan yang ditetapkan dalam implementasi Balanced Scorecard akan membantu dalam (Lasdi, 2002):



1) Memberi pedoman dalam penentuan tujuan-tujuan dan ukuran scorecard 2) Mendapatkan komitmen dari partisipan proyek 3) Mengklarifikasi kerangka kerja bagi pelaksanaan dan proses manajemen yang harus dilaksanakan setelah penyusunan scorecard awal.



4. Perspektif Balanced Scorecard . Kaplan (2010:4) menyebutkan bahwa Balanced Scorecard terdiri dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Hubungan di antara ke empat perspektif tersebut digambarkan sebagai berikut:



13



Gambar 1 Diagram Balanced Scorecard pada Sektor Privat



a. Perspektif Keuangan Niven (2002:17) menjelaskan bahwa perspektif keuangan merupakan komponen penting dalam Balanced Scorecard, khusunya bagi sektor privat yang berorientasi laba. Ukuran-ukuran dalam perspektif ini memberikan informasi apakah pelaksanaan strategi yang dijabarkan dalam ukuran-ukuran kinerja telah mampu meningkatkan laba. Perusahaan dapat memusatkan energi dan kapabilitasnya untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, meningkatkan kualitas produk, memberikan pengiriman yang tepat waktu, ataupun hal-hal yang lain. Namun, tanpa adanya indikasi peningkatan imbal hasil finansial bagi perusahaan maka tindakan-tindakan tersebut menjadi tidak bernilai. Contoh ukuran kinerja finansial antara lain adalah laba, pertumbuhan pendapatan, dan economic value added (EVA). Balanced Scorecard menggunakan tolok ukur kinerjanya, seperti laba bersih dan ROI (Return On Investment), karena tolok ukur tersebut secara umum digunakan dalam organisasi yang mencari laba. Tolok ukur keuangan memberikan bahasa umum untuk menganalisis dan membandingkan perusahaan. Orang-orang yang menyediakan dana untuk perusahaan, seperti lembaga keuangan dan pemegang saham, sangat mengandalkan tolok ukur kinerja keuangan dalam memutuskan apakah meminjamkan



14



atau menginvestasikan dana. Tolok ukur keuangan yang didesain dengan baik dapat memberikan pandangan agregat keberhasilan suatu organisasi. Menurut Kaplan yang diterjemahkan oleh Indra Gunawan (2000:288) dalam “Jurnal Bisnis dan Akuntansi” mengemukakan bahwa : “Pada saat organisasi atau perusahaan melakukan pengukuran secara finansial atau keuangan, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mendeteksi keberadaan industri yang dimilikinya. Perkembangan suatu industri tersebut terbagi kedalam tiga tahapan, yaitu : 1. Pertumbuhan (growth ). 2. Masa Bertahan (sustain) 3. Kematangan (harvest).” Tahap pertumbuhan (growth stage), adalah tahapan awal siklus perusahaan dimana perusahaan memiliki produk dan jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Dalam hal ini, manajemen terikat dengan komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan suatu produk atau jasa dan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur, dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta membina dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan. Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang rendah. Dengan demikian, tolok ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini adalah tingkat pertumbuhan pendapatan dan penjualan dalam segmen pasar yang telah ditargetkan. Masa bertahan (sustain stage), adalah tahapan kedua dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahapan ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya jika mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan



untuk



menghilangkan



bottleneck,



mengembangkan



kapasitas,



dan



meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. Tahap kematangan (harvest stage), adalah tahapan di mana perusahaan benarbenar menuai hasil investasi di tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Sasaran keuangan utama dalam tahap ini, adalah memaksimumkan arus kas masuk dan pengurangan modal kerja sehingga diambil sebagai tolok ukur.



15



b. Perspektif Pelanggan Menurut Niven (2002:15), dua pertanyaan penting yang harus dijawab oleh sebuah perusahaan dalam menentukan ukuran untuk perspektif keuangan adalah (1) siapakah pelanggan yang menjadi target perusahaan dan (2) nilai apa yang akan menjadi karakteristik dalam memberikan pelayanan bagi pelanggan tersebut. Pertanyaan siapakah pelanggan yang menjadi target perusahaan tidak selalu mudah untuk dijawab. Perusahaan bisa jadi menyatakan bahwa mereka memiliki taeget pelanggan tertentu. Namun, dalam praktiknya mereka memberikan segala hal untuk segala jenis pelanggan. Kondisi semacam ini membuat perusahaan menjadi tidak fokus dan gagal melakukan diferensiasi dari kompetitornya. Adapun pertanyaan kedua dapat dijawab menggunakan beberapa alternatif berikut:



1) Keunggulan Operasional (Operational Exellence) Perusahaan dapat memilih keunggulan operasional sebagai nilai yang diutamakan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Keunggulan operasional mencakup harga yang murah, kenyamanan, dan menghindari penggunaan pemikatpemikat yang menyesatkan pelanggan. Contoh perusahaan yang menerapkan nilai ini adalah Wal-Mart.



2) Keunggulan Produk (Product Leadership) Perusahaan dapat memilih keunggulan produk sebagai nilai yang diutamakan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Keunggulan produk dapat berupa upaya melakukan inovasi terus-menerus untuk senantiasa menjadi produk terbaik yang ada di pasaran. Contoh perusahaan yang menerapkan nilai ini adalah Nike dalam menyediakan sepatu bagi para atlet.



3) 3) Kedekatan dengan Pelanggan (Customer Intimacy) Perusahaan juga dapat memilih kedekatan dengan pelanggan sebagai nilai yang diutamakan



dalam



memberikan



pelayanan.



Kedekatan



dengan



pelanggan



merupakan tindakan maksimal untuk senantiasa menyediakan solusi bagi kebutuhan dan permasalahan pelanggan terkait pelayanan yang diberikan. Perusahaan tidak hanya berfokus pada sekali transaksi kemudian selesai. Perusahaan senantiasa memelihara hubungan kedekatan dengan pelanggan untuk mengetahui



kebutuhan



para



pelanggannya.



Contoh



perusahaan



yang



mengedepankan nilai ini adalah Nordstrom. Terlepas dari nilai apa yang dipilih oleh perusahaan, perspektif pelanggan pada umumnya akan mengukur kinerja yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan,



16



kesetiaan pelanggan, perluasan pangsa pasar, perolehan pelanggan baru, dan lainlain. Untuk itu, perusahaan harus mengembangkan ukuran-ukuran perilaku yang menjadi indikator kesuksesan kinerja tersebut. c. Perspektif Proses Bisnis Internal Perspektif Proses Bisnis Internal adalah untuk membangun keunggulan organisasi melalui perbaikan proses bisnis internal organisasi secara berkelanjutan. Tujuan strategik dalam perspektif proses bisnis internal mendukung perspektif keuangan dan perspektif pelanggan. Dalam perspektif proses internal, organisasi mengidentifikasi proses kunci yang harus dikelola dengan baik agar terbangun keunggulan organisasi dengan tujuan untuk : 1) Memberikan proporsi nilai yang akan menarik perhatian dan mempertahankan pelanggan dalam segmen pasar sasaran, dan 2) Memenuhi harapan keuntungan finansial yang tinggi para pemegang saham. Beberapa sasaran strategik pada perspektif proses internal misalnya peningkatan proses pelayanan, perbaikan siklus pelayanan, peningkatan kapasitas infrastruktur, pemutakhiran teknologi, dan pengintegrasian proses layanan pelanggan secara langsung. Menurut Kaplan dan Norton ( 1996:96), rantai proses bisnis internal terdiri dari tiga bagian, yaitu inovasi, operasi, dan layanan purna jual.



1) Inovasi Pada



tahap



inovasi



dilakukan



penilaian



dan



pengembangan



produk/jasa.



Perusahaan meneliti kebutuhan pelanggan, baik pelanggan lama maupun pelanggan potensial, dan kemudian menciptakan produk atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut.



2) Operasi Proses operasi perusahaan mencerminkan aktivitas yang dilakukan perusahaan, mulai dari penerimaan order pelanggan sampai saat produk/jasa dikirimkan pada pelanggan. Pengukuran kinerja yang terkait dalam proses operasi dikelompokkan pada waktu, kualitas, dan biaya.



3) Layanan Purna Jual Pada tahap ini perusahaan berupaya memberikan manfaat tambahan kepada pelanggan yang telah membeli produk/jasanya dalam bentuk layanan setelah transaksi.



17



Terdapat hubungan sebab akibat antara perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan perspektif usaha internal dan proses produksi. Karyawan yang melakukan pekerjaan merupakan sumber ide baru yang terbaik untuk proses usaha yang lebih baik. Hubungan pemasok adalah kritikal untuk keberhasilan, khususnya dalam usaha eceran dan perakitan manufakturing. Perusahaan tergantung pemasok mengirimkan barang dan jasa tepat pada waktunya, dengan harga yang rendah dan dengan mutu yang tinggi. Perusahaan dapat berhenti berproduksi apabila terjadi problema dengan pemasok. Gambar 2 Perspektif Proses Bisnis Internal



Sumber: Robert S. Kaplan and David P. Norton, 1996. d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Kaplan dan Norton (1996:127) menjelaskan bahwa terdapat tiga kategori utama untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu kapabilitas pegawai, kapabilitas sistem informasi, serta motivasi, pemberdayaan, dan keselarasan, dengan penjelasan sebagai berikut: 1) Kapabilitas pegawai Dalam kaitannya dengan kapabilitas pegawai, terdapat tiga ukuran utama yang berlaku umum, yaitu kepuasan pegawai, retensi pegawai, dan produktivitas pegawai. Ketiga ukuran tersebut menggambarkan sebuah hubungan sebab akibat. Kepuasan pegawai mempengaruhi retensi pegawai, sedangkan produktivitas pegawai dan dipengaruhi oleh kompetensi staf, infrastruktur teknologi, dan iklim untuk bertindak. 2) Kapabilitas sistem informasi Kapabilitas sistem informasi memberi dukungan kepada para pegawai untuk menyempurnakan proses pelaksanaan yang memerlukan umpan balik yang cepat, tepat waktu, dan teliti mengenai produk/jasa yang diberikan. Sistem informasi yang baik adalah sebuah persyaratan penting bagi perusahaan untuk meningkatkan proses bisnis secara berkesinambungan. Tolok ukur kinerja ini dapat berupa tingkat 18



ketersediaan informasi umpan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tugas, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, dan jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. 3) Motivasi, Pemberdayaan, dan Keserasian Aspek motivasi, pemberdayaan, dan keserasian individu dalam perusahaan merupakan



sebuah



prasyarat



yang



diperlukan



untuk



pencapaian



tujuan



pembelajaran dan pertumbuhan melalui pencipataan iklim organisasi yang memotivasi pegawai. Tolok ukur yang digunakan dalam kelompok ini adalah: a) Partisipasi pegawai dalam meningkatkan kinerja perusahaan. b) Ukuran peningkatan hasil yang diberikan oleh pegawai, misalnya peningkatan mutu dan waktu kerja.



B. BALANCED SCORECARD UNTUK SEKTOR PUBLIK Niven (2003:32) menyatakan bahwa implementasi Balanced Scorecard dalam sektor pemerintahan memerlukan beberapa penyesuaian sebagaimana diagram yang diilustrasikan dalam gambar 3. Gambar 3 Diagram Balanced Scorecard pada Sektor Pemerintahan



1. Misi ditempatkan di atas Balanced Scorecard Model Balanced Scorecard untuk organisasi sektor privat, seluruh pengukuran dalam Balanced Scorecard bertujuan untuk meningkatkan kinerja keuangan (bottom-line



19



performance). Tujuan akhir dari organisasi sektor privat adalah meningkatkan nilai dari pemegang saham. Namun hal tersebut tidak berlaku dalam organisasi sektor publik. Dalam sektor publik, organisasi dituntut untuk mencapai tujuannya dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara efisien. Sektor publik dihadapkan pada tujuan yang lebih tinggi daripada hanya sekedar meningkatkan nilai pemegang saham misalnya “Meningkatkan Keamanan Publik”, “Mengurangi Tingkat Kemiskinan”, “Menurunkan Tingkat Kematian Ibu Melahirkan”, dan lain-lain. Sulitnya pencapaian tujuan semacam itu tidak jarang menjadikan organisasi sektor publik tidak memasukkannya sebagai bagian dalam Balanced Scorecard. Padahal, tujuan tersebut diciptakan bukan untuk dicapai dalam waktu semalam. Tujuan tersebut dapat dicapai secara bertahap. Oleh karena itu, tujuan semacam itu hendaknya dijadikan sebagai visi yang ditempatkan di atas Balanced Scorecard.



2. Strategi tetap diposisikan sebagai inti dari Balanced Scorecard Strategi tetap menjadi inti dari Balanced Scorecard, baik itu pada organisasi sektor privat maupun organisasi sektor publik. Strategi merupakan sejumlah prioritas yang direncanakan untuk dilaksanakan dalam rangka mencapai misi yang telah ditetapkan. Prioritas-prioritas tersebut harus sesuai dengan karakteristik organisasi dan saling berkesesuaian satu dengan yang lain sehingga dapat merespon secara efektif tantangan dan kesempatan yang dihadapi oleh organisasi. Ketika strategi telah ditetapkan maka Balanced Scorecard akan menjadi alat yang efektif untuk mengimplementasikannya.



3. Perspektif pelanggan naik ke atas menggantikan perspektif keuangan Penempatan perspektif pelanggan pada bagian atas memiliki makna bahwa apa pun yang dilaksanakan organisasi pemerintah adalah untuk pelanggannya. Namun, penentuan pelanggan dari organisasi sektor publik terkadang menjadi sulit karena tidak adanya hubungan timbal balik yang langsung antara keduanya sebagaimana yang terjadi di perusahaan privat. Oleh karena itu, terdapat beberapa perspektif dalam menentukan pelanggan dalam sektor publik. Pelanggan pada sektor publik bisa saja merupakan anggota legislatif yang telah menyetujui anggaran yang mereka gunakan. Perspektif lain adalah bahwa pelanggan pada sektor publik merupakan warga yang memiliki hak pilih karena telah berperan dalam menyalurkan aspirasi politisnya.



4. Perspektif keuangan tetap ada karena tidak ada Balanced Scorecard yang lengkap tanpa perspektif keuangan Dalam sektor publik, sumber daya keuangan dapat dilihat sebagai pendukung (enabler) ataupun rintangan dalam memberikan jasanya. Sebagai pendukung karena tidak ada satu



20



organisasi, baik itu sektor publik maupun sektor privat, yang dapat sukses beroperasi dan memenuhi permintaan pelanggan tanpa adanya sumber daya keuangan. Sebagai rintangan karena organisasi sektor publik dituntut untuk memberikan pelayanannya dengan tingkat efisiensi tertentu. Hal senada juga diungkapkan oleh Kaplan (2009:3) bahwa perspektif finansial dapat berperan sebagai enabler maupun rintangan, tetapi sangat jarang menjadi tujuan. Setiap organisasi sektor publik harus memonitor pengeluarannya dan menaati anggaran yang telah disusun. Namun, kesuksesan kinerja organisasi sektor publik tidak bisa diukur dengan membandingkan seberapa dekat realisasi belanja dengan anggarannya maupun seberapa hemat realisasi belanja terhadap anggarannya. Kinerja organisasi sektor publik diukur dari seberapa efektif dan efisien kegiatan dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan konstituen. Dengan demikian, baik Niven maupun Kaplan menekankan pentingnya perspektif keuangan sebagai bagian dari Balanced Scorecard. Kedua teori ini akan penulis jadikan sebagai dasar untuk mengevaluasi perspektif Balanced Scorecard pada Sekretariat Jenderal, khusususnya perspektif keuangan.



5. Identifikasi proses internal yang menjadi pendorong nilai pelanggan Dalam mengembangkan tujuan dan ukuran untuk perspektif internal proses ini, pertanyaan utama yang harus dijawab adalah proses internal manakah yang menjadi kunci dalam memberikan nilai bagi pelanggan. Tujuan dan ukuran pada proses internal inilah yang akan menjadi petunjuk dalam memilih dan mengukur proses-proses yang akan meningkatkan nilai pelanggan dan mengarahkan setiap tindakan sesuai dengan misi yang telah ditetapkan.



6. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan tetap menjadi dasar dalam Balanced Scorecard Dalam upaya mencapai misinya, organisasi sektor publik sangat bergantung pada ketrampilan dan dedikasi para pegawai yang ada untuk mencapai tujuan yang bersifat sosial. Terdapat tiga hal yang relevan dengan perspektif ini, yaitu: a) kecukupan dan kesesuaian ketrampilan dan kompetensi pegawai dengan setiap tantangan dan kesempatan yang ada dalam rangka mencapai misi organisasi, b) kecukupan sarana prasarana dan informasi yang dimiliki setiap pegawai untuk keperluan pengambilan keputusan yang memiliki pengaruh terhadap pelanggan, dan c) kepatuhan dan motivasi pegawai dalam mencapai misi yang telah ditetapkan



21



Penerapan Balanced Scorecard dalam organisasi sektor publik membutuhkan modifikasi, namun modifikasi tersebut tidak berarti harus berbeda dengan Balanced Scorecard untuk organisasi bisnis. Mahmudi (2005) menjelaskan tentang keempat perspektif dalam Balanced Scorecard untuk sektor publik sebagai berikut: 1. Perspektif Keuangan Penyedia sumberdaya finansial pada sektor publik adalah para pembayar pajak atau pengguna layanan publik yang membayar atas jasa yang diterimanya sehingga organisasi harus berfokus pada sesuatu yang diharapkan oleh masyarakat yang membayar tersebut. Mereka mengharapkan uang yang telah dibayarkan digunakan secara efektif dan efisien. Meskipun organisasi sektor publik tidak mengejar laba, organisasi perlu memikirkan bagaimana meningkatkan pendapatan atau mengurangi biaya sehingga bisa meningkatkan kemandirian fiskal yang dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan. Beberapa ukuran kinerja yang digunakan pada perspektif keuangan misalnya pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan pajak, penghematan anggaran



dan indikator lain yang terkait keuangan



organisasi 2. Perspektif Pelanggan Tinjauan dari perspektif pelanggan antara sektor publik dan bisnis pada dasarnya sama yaitu mengetahui bagaimana pelanggan melihat organisasi. Pelanggan sektor publik yang utama adalah masyarakat pembayar pajak atau masyarakat pengguna layanan publik. Pada perspektif pelanggan, organisasi sektor publik difokuskan untuk memenuhi kepuasan masyarakat melalui penyediaan barang dan pelayanan publik yang berkualitas dengan harga yang terjangkau Menurut Zeithaml, Parasuraman, dan Berry (dalam Riduwan, 2007: 21) terdapat lima dimensi penentu kualitas layanan yang dinamakan konsep Servqual. Lima dimensi tersebut yaitu: a. Tangibles atau wujud fisik, adalah penampakan fisik dari gedung, peralatan, pegawai, dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki oleh providers. b. Reliability atau keandalan adalah kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat. c. Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk mendorong customers dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas. d. Assurance atau kepastian/jaminan adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada customers. e. Emphaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh providers kepada customers.



22



3. Perspektif Proses Bisnis Internal Perspektif proses bisnis internal pada organisasi publik yaitu untuk membangun keunggulan organisasi melalui perbaikan proses internal organisasi secara berkelanjutan. Tujuan strategik dalam perspektif proses bisnis internal ini adalah mendukung perspektif keuangan dan perspektif pelanggan. Beberapa tujuan atau sasaran pada perspektif proses bisnis internal misalnya peningkatan proses layanan, perbaikan siklus layanan,



peningkatan



kapasitas



infrastruktur dan



pemutakhiran teknologi. Pengintegrasian proses layanan pelanggan secara langsung akan mempengaruhi kepuasan pelanggan dan secara tidak langsung akan berdampak pada kinerja keuangan. Menurut Mahmudi (2010: 145), dalam rangka meningkatkan kinerja pada perspektif proses bisnis internal, organisasi sektor publik harus mengidentifikasi dan mengukur kompetensi inti organisasi, mengidentifikasi proses utama pelayanan, mengidentifikasi teknologi utama yang perlu dimiliki dan menentukan ukuran dan target kinerja. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kinerja pada perspektif proses bisnis internal dapat ditingkatkan apabila didukung beberapa faktor antara lain: ketersediaan peralatan, sarana dan prasarana yang memadai, dan proses pelayanan yang baik. 4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dalam organisasi sektor publik difokuskan untuk melakukan perbaikan dan menambah nilai bagi pelanggan dan stakeholder-nya. Sasaran atau tujuan yang ditetapkan pada perspektif ini akan berpengaruh terhadap perspektif lainnya. Beberapa sasaran atau tujuan untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ini antara lain peningkatan kemampuan pegawai dan peningkatan motivasi pegawai. Menurut Kaplan dan Norton (2000: 109), organisasi tidak hanya menekankan investasi peralatan saja tetapi organisasi juga harus berinvestasi dalam infrastruktur yaitu orang, sistem, dan prosedur



jika ingin mencapai pertumbuhan jangka panjang. Tiga kategori utama untuk



perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah kemampuan karyawan, kemampuan sistem informasi, motivasi, penguasaan wewenang, dan penjajaran. Oleh sebab itu, selain pemanfaatan sarana, prasarana, dan teknologi yang tersedia secara optimum, kemampuan dan motivasi yang dimiliki oleh karyawan juga sangat mempengaruhi kualitas pelayanan. Keith Davis (1985 dalam Hartati, 2012) mengemukakan faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah faktor kemampuan dan faktor motivasi. 23



1. Kemampuan Menurut Keith Davis (1985 dalam Hartati, 2012), kemampuan pegawai dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dan keterampilan. Sebagaimana dirumuskan: ability = knowledge + skill. Secara psikologis, kemampuam pegawai terdiri dari kemampuan potensi dan kemampuan reality. Artinya, pegawai yang memiliki kemampuan di atas rata-rata dengan pendidikan dan pengetahuan yang memadai untuk menjalankan pekerjaan terampil dalam mengerjakanan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja (prestasi) yang diharapkan. 2. Motivasi Teori motivasi yang dikemukakan Mc.Clelland (1961 dalam Hartati, bahwa



pegawai



mempunyai



2012)



menyebutkan



energi potensial. Energi akan dimanfaatkan oleh pegawai



karena didorong oleh motif, harapan, dan insentif. Motif adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Harapan adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku untuk tercapainya tujuan. Insentif yakni memotivasi bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar.



C. PERBEDAAN PERSPEKTIF DAN SKEMA BALANCED SCORECARD PADA SEKTOR SWASTA DAN SEKTOR PUBLIK Pemerintah sebaiknya menjembatani kesenjangan antara ekspektasi publik atau kebutuhan sosial dan penyerahan pelayanan publik yang diberikannya. Organisasi pemerintah merupakan sistem penyerahan pelayanan publik (public service delivery system) kepada masyarakat. Terdapat perbedaan-perbedaan perspektif Balanced Scorecard yang diterapkan pada organisasi bisnis yang berorientasi keuntungan (private sector) dan yang diterapkan pada organisasi pemerintah yang berorientasi pelayanan publik (public sector) (Gaspersz, 1997: 207), seperti ditunjukkan dalam tabel 2.1 berikut ini. Tabel 1 Perspektif Balanced Scorecard pada Sektor Swasta dan Sektor Publik Perspektif



Organisasi Swasta/Bisnis



Organisasi Pemerintah



Finansial/ Efisiensi



(Private Sector) Bagaimana kita melihat



(Public Sector) / Bagaimana kita melihat



Operasional



memandang dan memberikan nilai



memandang



kepada pemegang saham?



nilai kepada masyarakat dan atau



dan



/



memberikan



pembayar pajak/



24



Pelanggan



Bagaimana pelanggan melihat atau Bagaimana memandang



dan



orang-orang



yang



mengevaluasi menggunakan jasa / pelayanan



kinerja kami?



publik



memandang



dan



Pembelajaran dan



mengevaluasi kinerja kami? Dapatkah kita melanjutkan untuk Dapatkah kita melanjutkan untuk



Pertumbuhan



meningkatkan



dan



menciptakan meningkatkan dan menciptakan



nilai kepada pelanggan, pemegang saham,



karyawan,



nilai untuk masyarakat/ pembayar



manajemen pajak,



serta organisasi?



aparatur



dan



pemeintah,



pejabat organisasi



pemerintah, dan pihak-pihak lain yang Proses dan Produk



berkepentingan



(stakeholdres)? Apa yang harus diunggulkan dari Apakah program-program proses dan produk kami?



pembangunan yang dilaksanakan telah



memberikan



hasil-hasil



sesuai dengan yang diinginkan/ diharapkan? Menurut Gaspersz (1997: 208) ukuran finansial merupakan alat pengukuran tradisional yang digunakan oleh sektor swasta. Pada organisasi swasta (bisnis), tujuan finansial telah menjadi fokus bagi tujuan dan ukuran semua perspektif dalam Balanced Scorecard. Namun, hal itu tidak menjadi tujuan utama untuk organisasi pemerintah. Dengan demikian, fokus utama organisasi pemerintah bukan pada pencapaian tujuan finansial, tetapi pada pencapaian tujuan yang berfokus pada pelanggan, yang dalam konteks organisasi pemerintah adalah masyarakat pembayar pajak. Keberhasilan organisasi pemerintah dan nirlaba sebaiknya diukur melalui efektivitas dan efisiensi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat pembayar pajak. Tujuan-tujuan yang berwujud harus didefinisikan untuk pelanggan, dalam hal ini adalah masyarakat pembayar pajak. Agar menciptakan perspektif pelanggan, para manajer birokrat dapat memulai mendefinisikan segmen masyarakat yang akan mereka layani, dan kemudian memilih tujuan dan ukuran kinerja untuk segmen masyarakat ini. Pernyataan visi, misi, dan strategi organisasi pemerintah yang berfokus pada masyarakat harus diterjemahkan ke dalam tujuan spesifik yang berorientasi masyarakat dan dikomunikasikan ke seluruh organisasi pemerintah (Gaspersz, 1997: 208-209). Menurut Gaspersz (1997: 209) berdasarkan fokus untuk memberikan nilai bagi segmensegmen masyarakat, para manajer yang mengelola organisasi pemerintah harus mengidentifikasi proses internal organisasi pemerintah itu. Dalam hal ini, kinerja mekanisme kerja dan proses pembuatan keputusan perlu diidentifikasi dan ditingkatkan. Kinerja proses-proses internal yang paling kritis untuk mencapai tujuan pemberian pelayanan berkualitas kepada masyarakat harus diidentifikasi, diukur, dianalisis, dan ditingkatkan secara terus-menerus. Kunci perspektif proses



25



internal dalam organisasi pemerintah adalah mengidentifikasi proses kunci, mengukur dan menganalisis, menentukan target kinerja, dan melaksanakan inisiatif atau program peningkatan kinerja untuk mencapai tujuan utama memberikan pelayanan publik bernilai tambah (berkualitas) kepada masyarakat pembayar pajak (pelanggan utama dari organisasi pemerintah). Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dalam Balanced Scorecard, memberikan suatu infrastruktur untuk organisasi pemerintah mencapai sasaran yang telah diidentifikasi melalui perspektif-perspektif yang lain. Tujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dalam organisasi pemerintah adalah sebagai pengendali untuk mencapai keunggulan hasil dalam perspektif yang lain, terutama perspektif pemberian nilai tambah dalam pelayanan publik kepada masyarakat pembayar pajak (perspektif pelanggan) (Gaspersz, 1997: 208-209). Berikut adalah perbandingan skema Balanced Scorecard untuk organisasi nirlaba dan organisasi sektor publik. Gambar 4 Perbandingan Skema Balanced Scorecard untuk Organisasi Nirlaba dan Organisasi Sektor Publik



Sumber Data : Panduan Pengelolaan Kinerja berbasis Balanced Scorecard di lingkungan Kementerian Keuangan (2010)



D. MISI, NILAI, DAN VISI 26



1. Misi Misi adalah jalan pikiran (the chosen mark) suatu organisasi untuk menyediakan produk atau jasa bagi customer-nya. Perumusan misi adalah suatu usaha untuk menyusun peta perjalanan. Setiap organisasi menjalani kehidupan di dunia yang tidak berpeta (uncharting world), oleh karena itu kemampuan organisasi untuk membuat peta yang secara akurat menggambarkan dunia yang dimasuki, memberikan kesempatan bagi organisasi tersebut untuk menyediakan produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan customersnya, sehingga kelangsungan hidup dan perkembangan organisasi terjamin (Lasdi, 2002: 150-169) Niven (2003:192) menyatakan bahwa misi merupakan pernyataan tentang tujuan dan alasan keberadaan suatu organisasi. Misi menyatakan apa yang mesti dilakukan dan mengapa organisasi itu ada (why we exist) sehingga pernyataan misi lebih berkaitan dengan keadaan saat ini. Pernyataan misi akan memberikan arah maupun batasan tentang hal atau tindakan yang boleh dilakukan, secara eksplisit, atau yang tidak boleh dilakukan, secara implisit, oleh suatu organisasi. Tidak seperti strategi dan goal yang dapat dicapai setiap waktu, misi organisasi tidak akan pernah bisa dicapai secara penuh. Selanjutnya Niven (2003:103) menjelaskan beberapa atribut dari pernyataan misi yang efektif sebagai berikut: a. sederhana dan jelas, tetapi jangan terlalu sederhana, b. menginspirasi perubahan, c. bersifat jangka panjang (100 tahun atau lebih), dan mudah dimengerti dan dikomunikasikan.



2. Nilai Niven (2003:111) menjelaskan bahwa Nilai dasar adalah kepercayaan dan perilaku yang kita anut. Nilai dasar mencerminkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh anggota organisasi dalam melaksanakan misi dan mencapai visi. Nilai dasar merupakan nilai-nilai budaya yang berkembang dan berlaku dalam perusahaan. Tujuan pembuatan kalimat pernyataan nilai dasar adalah untuk menormakan keyakinan yang harus dipegang dan dilakukan oleh semua pegawai.



3. Visi Visi adalah suatu pikiran yang melampaui realitas sekarang, sesuatu yang diciptakan yang belum pernah ada sebelumnya, suatu keadaan yang akan diwujudkan yang belum pernah dialami sebelumnya. Seorang leader yang memiliki visi adalah leader yang memiliki kemampuan untuk berpikir melampaui realitas sekarang, kemampuan untuk menciptakan



27



sesuatu yang belum pernah ada, dan kemampuan untuk mencapai suatu kondisi yang belum pernah dialami sebelumnya. Visi merupakan gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh organisasi dimasa mendatang. Dalam rangka mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi, perusahaan perlu merumuskan strategi. Dalam perumusan strategi, visi organisasi dijabarkan dalam tujuan (goals) (Lasdi: 2002: 150-169). Niven (2003:116) menjelaskan bahwa Visi adalah suatu pandangan jauh ke depan tentang organisasi atau impian yang ingin dicapai. Visi dibuat untuk menjawab pertanyaan sebenarnya kita mau menjadi apa atau hasil seperti apa yang ingin kita raih di masa depan. Visi berfungsi untuk mempertajam dan mengarahkan organisasi ke masa depan yang sifatnya strategis. Untuk menentukan sebuah pernyataan visi, Luis dan Biromo (2008:33) menjelaskan beberapa atribut dari pernyataan visi yang efektif sebagai berikut: a. Imaginable Orang bisa membayangkan di masa depan perusahaan atau organisasi itu akan menjadi seperti apa. b. Desireable Memberikan



kesenangan



dan



kenyamanan



jangka



panjang



untuk



karyawan,



pelanggan, pemegang saham, dll. yang memiliki keterkaitan dengan perusahaan. c. Feasible Masuk akal, mampu mencapai tujuan. d. Focus Memberikan panduan yang jelas dalam pengambilan keputusan. e. Flexible Diharapkan cukup umum sehingga masih membuka peluang bagi pertumbuhan, inisiatif pribadi, dan menampung kemungkinan perkembangan dan perubahan sepanjang masih selaras dengan lingkup visi yang ada. f.



Communicable Mudah dikomunikasikan dan dijelaskan dalam hitungan menit.



E. SASARAN STRATEGIS Niven (2003:129) mendefinisikan strategi sebagai representasi prioritas utama organisasi dalam merespon lingkungan operasi dan mencapai misinya. Selanjutnya, Niven (2003:133-140) menjelaskan tahapan-tahapan penyusunan strategi sebagai berikut:



1. Tahap Permulaan



28



Tahap permulaan merupakan tahapan penilaian kesiapan organisasi untuk melaksanakan perencanaan, pengembangan tujuan yang ingin dacapai dari proses perencanaan, serta peninjauan ulang tugas dan fungsi organisasi. Tahapan penilaian kesiapan tersebut dapat dilaksanakan dengan mengevaluasi proses perencanaan dan strategi yang telah berjalan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut. a. Strategi yang ada telah memberikan gambaran yang jelas mengenai prioritas organisasi di masa yang akan datang. b. Strategi yang ada telah berperan sebagai pemersatu organisasi secara keseluruhan. c. Strategi yang ada telah dipandang oleh pimpinan-pimpinan dalam organisasi sebagai sesuatu yang berharga dan relevan. d. Strategi yang ada telah mampu memberikan pengetahuan kepada seluruh karyawan mengenai prioritas organisasi dan bagaimana organisasi akan memberikan pelayanan kepada setiap pelanggan. e. Strategi yang ada telah menjadi dasar dalam menyusun inisiatif-inisiatif organisasi untuk mengambil keuntungan dari setiap kesempatan yang ada atau untuk melindungi operasi yang telah berlangsung. f.



Strategi yang ada, jika dilaksanakan, akan mampu meningkatkan efisiensi operasi organisasi.



g. Strategi yang ada telah memberikan gambaran yang jelas mengenai pembagian wewenang dan tanggung jawab dalam organisasi dalam melaksanakan strategi tersebut. h. Strategi yang ada telah diwujudkan dalam ukuran kinerja untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan strategi tersebut. Evaluasi terhadap strategi yang ada dilaksanakan dengan memberikan skor 1 s.d. 4 bagi setiap pernyataan dalam angka 1) s.d. 8) di atas dengan ketentuan sebagai berikut. a. Tidak sesuai b. Cukup sesuai c. Sesuai d. Sangat Sesuai Akumulasi nilai yang diperoleh dari kedelapan pernyataan tersebut dapat ditafsirkan ke dalam tiga klasifikasi. Nilai kurang dari 16, berarti mengindikasikan kebutuhan yang sangat untuk dilakukan perbaikan. Nilai 16 s.d. 24 mengidikasikan bahwa strategi yang ada sudah cukup baik, tetapi masih perlu dikembangkan.



Sedangkan nilai lebih dari 24



mengindikasikan bahwa organisasi telah menyusun strategi dengan sangat baik.



2. Tahap Analisis Stakeholder



29



Tahap analisis stakeholder merupakan tahapan identifikasi seluruh stakeholder kunci dari organisasi. Selanjutnya, organisasi menentukan hal-hal yang diinginkan para stakeholder tersebut. Sebaliknya, organisasi dapat pula menentukan hal-hal yang dibutuhkannya dari para stakeholder tersebut untuk mencapai tujuannya. Daftar stakeholder potensial dari sebuah organisasi sektor publik dapat diilustrasikan sebagai berikut. Gambar 5 Daftar Stakeholder Potensial Organisasi Sektor Publik



Sumber: Niven (2003:136).



3. Tahap Analisis SWOT Tahapan analisis SWOT merupakan tahapan untuk mengidentifikasi Strenghts (Kekuatan), Weaknesses (Kelemahan), Opportunities (Kesempatan), and Threats (Ancaman) yang dihadapi organisasi. Kekuatan dan kelemahan cenderung berasal dari internal organisasi. Sedangkan Kesempatan dan ancaman berasal dari fenomena eksternal. Selanjutnya, organisasi perlu mengidentifikasi keterkaitan setiap elemen SWOT tersebut untuk memperoleh wawasan strategis organisasi.



4. Tahap Identifikasi Isu Strategis Pada tahapan ini, identifikasi isu-isu strategis dapat dilaksanakan dengan memperhatikan karakteristik-karakteristik sebagai berikut. a. Merupakan bagian dari agenda pimpinan organisasi; b. Bersifat jangka panjang; c. Mempengaruhi organisasi secara keseluruhan; d. Memiliki pengaruh finansial yang signifikan; e. Dapat membutuhkan adanya program-program dan pelayanan baru; 30



f.



Merupakan kepentingan utama bagi para stakeholder kunci; dan



g. Dapat membutuhkan adanya tambahan karyawan.



5. Tahap Pengembangan Strategi Pada tahapan ini, untuk dapat mengembangkan strategi secara efektif, organisasi dapat menggunakan lima pertanyaan berikut sebagai pedoman dalam menanggapi sebuah isu strategis tertentu, yaitu:



a. Apa sajakah alternatif-alternatif praktis yang dapat dilaksanakan untuk menanggapai isu tersebut?



b. Apa sajakah potensi hambatan dalam pelaksanaan alternatif-alternatif tersebut? c. Apa sajakah tindakan-tindakan yang dapat dilaksanakan untuk menghadapi hambatan tersebut?



d. Apa sajakah tindakan-tindakan utama (dari alternatif tindakan-tindakan pada nomor 3) yang harus dilaksanakan dalam satu atau dua tahun mendatang?



e. Apa sajakah tindakan yang harus dilaksanakan dalam waktu enam bulan mendatang dan siapakah yang bertanggung jawab? Teori Niven tentang penyusunan strategi tersebut, khusunya tahap permulaan akan menjadi dasar bagi penulis dalam mengukur kualitas Sasaran Strategis Sekretariat Jenderal. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, jika diperlukan, penulis akan memberikan rekomendasi Sasaran Strategis yang lebih tepat bagi Sekretariat Jenderal dengan berdasarkan pada keempat tahap yang lain.



F. PETA STRATEGIS Peta strategi merupakan suatu dashboard (panel instrument) yang memetakan Sasaran Stragis organisasi dalam suatu kerangka hubungan sebab akibat yang menggambarkan keseluruhan perjalanan strategi organisasi. Peta strategi memudahkan organisasi untuk mengkomunikasikan keseluruhan strateginya kepada seluruh anggota organisasi dalam rangka pemahaman demi suksesnya pencapaian tujuan organisasi. Unit organisasi yang menyusun peta strategi adalah unit organisasi yang mendefinisikan visi dan misinya dengan jelas serta memiliki proses manajemen yang lengkap (input/sumber daya, proses internal, dan output/outcome).



Gambar 6 Contoh Peta Strategis KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Perak 31



Peta strategi tersebut terdiri dari 4 perspektif balanced scorecard dan masing-masing perspektif terdiri dari satu atau beberapa Sasaran Strategis (SS) yaitu : 1. Perspektif stakeholder / keuangan a. Penerimaan negara yang optimal b. Tingkat penerimaan negara yang optimal adalah tingkat pencapaian penerimaan bea dan cukai yang sesuai dengan target



KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Perak



2. Perspektif pelanggan a. Kepuasan layanan yang tinggi Kepuasan layanan yang tinggi adalah representasi dari peningkatan pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai yang didukung oleh kinerja yang handal b. Kepatuhan pengguna jasa yang tinggi Mengoptimalkan tingkat kepatuhan pengguna jasa kepabeanan dan cukai terhadap peraturan di bidang kepabeanan dan cukai.



32



3. Perspektif proses bisnis internal a. Pelayanan yang optimal Memberikan pelayanan kepabeanan dan cukai yang optimal berupa pelayanan yang cepat, efisien, responsif dan transparan berdasarkan prinsip good governance. b. Peningkatan pemahaman pengguna jasa yang efektif Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pengguna jasa mengenai kebijakan di bidang kepabeanan dan cukai dalam rangka membantu pengguna jasa/masyarakat untuk menunaikan hak dan kewajibannya dengan baik c. Pengawasan yang efektif Mengembangkan pengawasan yang efektif dalam rangka penegakan hukum di bidang kepabeanan dan cukai serta perlindungan masyarakat. 4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan a. Pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia. Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia dalam rangka pengembangan kapasitas SDM yang profesional dan berintegritas b. Pengelolaan organisasi yang selaras dengan proses bisnis. Membangun organisasi yang modern yang selaras dengan proses bisnis di bidang pengelolaan keuangan dan kekayaan negara. c. Pemanfaatan sistem teknologi informasi yang optimal. Pemanfaatan sistem informasi adalah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengolahan data menjadi informasi dalam proses pengambilan keputusan pimpinan d. Perencanaan dan penyerapan anggaran yang efisien dan efektif Perencanaan anggaran dilakukan dengan menggunakan prinsip penganggaran berbasis kinerja (PBK), dan pengelolaan anggaran yang efisien dan efektif merupakan salah satu penunjang utama tercapainya tujuan organisasi.



G. INDIKATOR KINERJA UTAMA Setelah disusun sasaran strategis dan peta strategis, dibuat indikator kinerja utama untuk masing-masing sasaran strategis. Indikator kinerja utama merupakan indikator yang menunjukkan bagaimana tingkat pencapaian sasaran strategis. IKU dibedakan menjadi IKU lagging dan IKU leading. IKU lagging adalah IKU yang bersifat outcome/output atau yang mengukur hasil, umumnya di luar kendali unit yang bersangkutan. IKU leading adalah IKU yang bersifat proses, yang mendorong pencapaian IKU lagging. Umumnya IKU leading berada di bawah kendali unit organisasi. Luis dan Biromo (2008:86) menyatakan bahwa terdapat empat jenis indikator kinerja utama yaitu: 1. Indikator kinerja utama eksak 33



Merupakan indikator yang ideal untuk mengukur hasil pencapaian sasaran strategis yang diharapkan. Indikator kinerja utama ini kadang sulit untuk dilakukan karena membutuhkan proses, waktu, dan biaya yang tidak sedikit. 2. Indikator kinerja utama proksi Merupakan indikator yang mengukur hasil tidak secara langsung, tetapi lewat sesuatu yang mewakili hasil tersebut. 3. Indikator kinerja utama aktivitas Merupakan Indikator yang mengukur jumlah, biaya, dan waktu dari kegiatan-kegiatan yang berdampak pada sasaran strategis yang bersangkutan. 4. Indikator kinerja utama proyek Merupakan Indikator yang mengukur kemajuan (progress) dari program-program inisiatif yang telah dicanangkan. Untuk lebih mudahnya, validitas IKU tersebut dapat dibedakan berdasarkan gap antara IKU dan SS yang dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 7 Tingkat validitas IKU



Sumber Data : Panduan Pengelolaan Kinerja berbasis Balanced Scorecard di lingkungan Kementerian Keuangan (2010) Menurut Luis dan Biromo (2008: 86) secara best practice dianjurkan agar setiap sasaran strategis memiliki 1 sampai 2 indikator kinerja utama dan secara total sebuah peta strategi hendaknya tidak melebihi 30 indikator kinerja utama. Hal ini disebabkan jumlah indikator kinerja utama yang terlalu banyak akan membuat perusahaan tidak fokus dalam pencapaian sasaran strategis.



34



Senada dengan pendapat di atas, Kaplan dan Norton (2001:375) mengatakan bahwa berdasarkan pengalaman mereka, diharapkan agar Balanced Scorecard memiliki 20 s.d. 25 indikator kinerja utama dengan proporsi sebagai berikut: Tabel 2 Proporsi Indikator Kinerja Utama dalam Balanced Scorecard Keuangan Pelanggan Proses Bisnis Internal Pembelajaran dan Pertumbuhan



5 ukuran (22%) 5 ukuran (22%) 8 s.d. 10 ukuran (34% s.d. 44%) 5 ukuran (22%)



Dalam perumusan IKU seyogyanya memenuhi karakteristik indikator kinerja yang baik dan cukup memadai guna pengukuran kinerja menggunakan prinsip SMART-C, yaitu: 1. Specific, IKU harus mampu menyatakan sesuatu yang khas/unik dalam menilai kinerja suatu unit kerja. 2. Measurable, IKU yang dirancang harus dapat diukur dengan jelas, memiliki satuan pengukuran, dan jelas pula cara pengukurannya. 3. Achievable, IKU yang dipilih harus dapat dicapai oleh penanggungjawab atau Unit In Charge. 4. Relevant, IKU yang dipilih dan ditetapkan harus sesuai dengan visi dan misi, serta tujuan strategis organisasi. 5. Time-bounded, IKU yang dipilih harus memiliki batas waktu pencapaian. 6. Continuously Improve, KPI yang dibangun menyesuaikan dengan perkembangan strategi organisasi. Adapun kriteria ideal bagi setiap indikator kinerja tersebut adalah sebagaimana dinyatakan oleh Niven (2003:204) sebagai berikut: 1. Terkait dengan Strategi Seluruh indikator kinerja dalam Balanced Scorecard harus berkaitan dengan prioritas utama organisasi sebagaimana yang dinyatakan dalam sasaran strategis. 2. Mudah untuk Dipahami Balanced Scorecard akan digunakan dalam organisasi secara simultan sebagai sebuah sarana pengukuran, manajemen, dan komunikasi. Peran Balanced Scorecard sebagai sarana komunikasi sulit/tidak akan tercapai manakala indikator kinerja sulit untuk dipahami. 3. Terkait dalam Hubungan Sebab Akibat Indikator-indikator kinerja dalam keempat perspektif Balanced Scorecard harus memiliki hubungan sebab akibat.



4. Dimutakhirkan secara rutin Capaian sebuah indikator kinerja harus dimutakhirkan secara rutin, misalnya bulanan atau kuartalan, sehingga tindakan korektif bisa dilaksanakan bila diperlukan.



35



5. Dapat Diakses Indikator kinerja disertai dengan data dukung kinerja yang mencukupi. Berdasarkan riset, pada saat dimulainya implementasi Balanced Scorecard, secara umum 30% data kinerja yang dibutuhkan tidak tersedia. Oleh karenanya, paling tidak 70% data kinerja yang dibutuhkan oleh indikator-indikator kinerja yang akan digunakan telah tersedia. 6. Berhati-hati dalam Menggunakan Indikator Kinerja Rata-rata Indikator kinerja sebaiknya merupakan ukuran yang representatif bagi setiap proses atau peristiwa yang akan diukur. Penggunaan rata-rata akan menjadi tidak tepat ketika terdapat beberapa data yang memiliki perbedaan sangat signifikan dari data yang lainnya. Hal tersebut menjadikan nilai rata-rata yang dihasilkan tidak merepresentasikan setiap data yang diukur. 7. Tidak Menggunakan Indikator Kinerja Batas Tanggal Tertentu Indikator kinerja yang baik tidak menggunakan ukuran batas tanggal tertentu, seperti “Penyelesaian proyek X sebelum tanggal 30 Septermber 20x5”. Indikator yang sebaiknya digunakan adalah indikator yang dirumuskan dari informasi mengenai manfaat apa yang akan diperoleh organisasi maupun pelanggan sebagai akibat diselesaikannya proyek tersebut sebelum tanggal 30 September 20x5. 8. Kuantitatif Indikator kinerja yang kuantitatif akan memastikan bahwa pengukuran kinerja terbebas dari bias sebagai akibat adanya subjektivitas. 9. Terbebas dari Disfungsional Indikator kinerja yang digunakan harus terbebas dari disfungsional. Hal tersebut berarti bahwa indikator kinerja mengukur hal yang medukung pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, bukan sebaliknya. Sebagai contoh, sebuah restoran menemukan bahwa mereka menghasilkan makanan sisa yang terlalu banyak pada setiap akhir hari kerja. Menindaklanjuti hal tersebut, manajer menginstruksikan kepada para koki untuk berhenti memasak satu jam sebelum restoran tutup, kecuali terdapat dari pesanan. Dalam hal ini, penggunaan “jumlah makanan sisa” sebagai indikator kinerja bersifat disfungsional. Pengurangan jumlah makanan sisa tersebut justru berakibat negatif bagi pelanggan yang datang pada jam-jam pada saat restoran menjelang tutup. Degree of controllability menunjukkan sejauh mana kemampuan suatu organisasi dalam mengontrol / mengelola pencapaian target IKU :



Tabel 3 Degree of controllability IKU A



High



:



Pencapaian target secara dominan ditentukan oleh unit/individu yang 36



B C



Moderate Low



: :



bersangkutan. Pencapaian target juga ditentukan oleh unit/individu lain. Pencapaian target sangat dipengaruhi oleh unit/individu lain.



Setiap IKU yang ditetapkan harus dilengkapi dengan manual IKU. Manual IKU berisi berbagai informasi tentang IKU seperti deskripsi IKU, formula IKU, degree of controllability dari IKU, jenis IKU, pihak yang mengukur IKU, sumber data, satuan pengukuran, jenis konsolidasi data, polarisasi data, dan periode pelaporan. Jenis konsolidasi data menunjukkan pola penetapan/penghitungan angka capaian IKU yang terdiri atas : 1. Sum : penjumlahan angka capaian per periode pelaporan 2. Take last known value : angka capaian yang digunakan adalah angka periode terakhir. 3. Average : rata-rata dari penjumlahan angka capaian per periode pelaporan. Polarisasi data menunjukkan ekspektasi arah nilai aktual dari IKU dibandingkan relatif dengan nilai target: 1. Maximize : nilai aktual/realisasi/pencapaian IKU diharapkan lebih tinggi dari target. 2. Minimize : nilai aktual/realisasi/pencapaian IKU diharapkan lebih kecil dari target. 3. Stabilize : nilai aktual/realisasi/pencapaian IKU diharapkan dalam satu rentang target tertentu. Polarisasi data ini digunakan untuk menentukan status capaian IKU yang secara umum menggunakan perhitungan sebagai berikut : Tabel 4 Jenis Polarisasi Data



Sumber Data : Panduan Pengeloalan Kinerja berbasis Balanced Scorecard di lingkungan Kementerian Keuangan (2010) Setelah menentukan IKU untuk setiap SS, organisasi perlu menetapkan target untuk setiap KPI. Target adalah suatu ukuran yang ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu. Berkaitan dengan penerapan BSC, target umumnya ditetapkan untuk masa 1 tahun. Penentuan besarnya target dapat didasarkan pada beberapa hal seperti pencapaian tahun lalu (baseline), keinginan stakeholder, atau melihat kepada kondisi internal dan eksternal organisasi. 37



Tabel 5 Contoh Rancangan Indikator Kinerja Utama (IKU) dan target capaian KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Perak Sasaran PolariIKU Strategis sasi 1. Perspektif Keuangan / Stakeholder Pendapatan yang Realisasi penerimaan Max optimal bea dan cukai 2. Perspektif Pelanggan Kepuasan Indeks kepuasan layanan yang Max layanan tinggi Persentase jumlah pengguna jasa yang Min Kepatuhan diblokir pengguna jasa Persentase jumlah yang tinggi SPTNP yang dibayar Max tepat waktu 3. Perspektif Proses Bisnis Internal Realisasi janji pelayanan Max pemeriksaan fisik Pelayanan yang barang impor optimal Realisasi janji pelayanan penelitian Max dokumen impor Peningkatan Jumlah sosialisasi yang Max pemahaman diselenggarakan pengguna jasa Indeks sosialisasi Max yang efektif Persentase keakuratan Nota Hasil Intelijen Max (NHI) Persentase tindak lanjut penyelesaian kasus berdasarkan Max Nota Pemberitahuan dari internal Pengawasan yang Persentase tindak efektif pidana di bidang kepabeanan dan cukai Max yang diserahkan ke Kejaksaan Persentase pemanfaatan sarana Max intelijen, penindakan dan penyidikan 4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Jumlah pelaksanaan Program Pembinaan Pengembangan Keterampilan Pegawai Max dan pembinaan (PPKP) pada tahun sumber daya 2010 manusia Persentase penjatuhan Min sanksi disiplin Pengelolaan Jumlah rancangan SOP organisasi yang yang diusulkan ke Max selaras dengan tingkat pusat Frekuensi rapat Max proses bisnis evaluasi kinerja yang dilakukan oleh KPPBC



Target



Validity



Bobot Validity



Controllability



Bobot Controllability



100%



Exact



0,50



Moderate



0,35



75



Exact



0,50



Moderate



0,35



1%



Proxy



0,35



Low



0,20



85%



Proxy



0,35



Low



0,20



70%



Proxy



0,35



Moderate



0,35



70%



Proxy



0,35



Moderate



0,35



24



Activity



0,20



High



0,50



75



Exact



0,50



Moderate



0,35



50%



Proxy



0,35



Moderate



0,35



90%



Proxy



0,35



Moderate



0,35



100%



Proxy



0,35



Moderate



0,35



90%



Proxy



0,35



High



0,50



24



Activity



0,20



High



0,50



10%



Proxy



0,35



High



0,50



12



Proxy



0,35



High



0,50



12



Activity



0,35



High



0,50



38



Pemanfaatan sistem teknologi informasi yang optimal Perencanaan dan penyerapan anggaran yang efisien dan efektif



Tipe Madya Pabean Tanjung Perak Persentase temuan Inspektorat Jenderal (ITJEN) Kementerian Keuangan yang ditindaklanjuti Persentase jumlah PC yang terhubung dalam jaringan Jumlah downtime yang terjadi pada tahun 2010 Tingkat realisasi penyerapan anggaran pada tahun 2010



Max



90%



Proxy



0,35



Moderate



0,35



Max



90%



Proxy



0,35



High



0,50



Min



6



Activity



0,35



Low



0,20



Max



85 %



Proxy



0,35



Moderate



0,35



39



BAB III PENUTUP Balanced Scorecard adalah metode yang dikembangkan Kaplan dan Norton untuk mengukur setiap aktivitas yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam rangka merealisasikan tujuan perusahaan tersebut. Balanced Scorecard semula merupakan aktivitas tersendiri yang terkait dengan penentuan sasaran, tetapi kemudian diintegrasikan dengan sistem manajemen strategis. Ukuran kinerja keuangan tidak cukup sebagai pedoman dan sarana evaluasi organisasi dalam lingkungan bisinis yang kompetitif. Ukuran kinerja keuangan memberikan beberapa informasi tentang peristiwa yang telah terjadi. Namun, ukuran kinerja keuangan tersebut tidak mampu memberikan pedoman dalam menentukan tindakan yang tepat untuk dilaksanakan saat ini maupun di masa yang akan datang. Balanced Scorecard terdiri dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.



40



DAFTAR PUSTAKA



Cooper, Donald R. dan Schindler, Pamela S. (2014). Business Research Methods, Twelfth Edition. New York: The McGraw-Hill Companies. Kaplan, R.S. (2010). Conceptual Foundations of the Balanced Scorecard – Working Paper. Boston: Harvard Business School. Kaplan, R.S. dan Norton, D.P. (1996). Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action. Boston: Harvard Business School Press. ---------. (2001). The Strategy Focused Organization: How Balanced Scorecard Companies Thrive in the New Business Environment. Boston: Harvard Business School Press. Luis, S. dan Biromo, P.A. (2008). Step by Step in Cascading Balanced Scorecard to Fundamental Scorecards. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum. Mauludin, Faridz Akhmad. (2012). Penerapan Balanced Scorecard dalam Pengukuran Kinerja Organisasi Publik (Studi Kasus pada Sekretariat Jenderal Kementerian Perdagangan). Jakarta: Universitas Indonesia. Mulyadi. (2007). Sistem Terpadu Pengelolaan Kinerja Personel Berbasis Balanced Scorecard. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN Niven, Paul R. (2002). Balanced Scorecard Step by Step Maximizing Performance and Maintaining Results. New Jersey: John Wiley & Sons Inc. Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan. (2010). Panduan Pengelolaan Kinerja Berbasis Balanced Scorecard Di Lingkungan Kementerian Keuangan. Jakarta: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan Gaspersz, Vincent. (1997). Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Hartati. (2012). Pengukuran Kinerja RSUD DR. Moewardi Surakarta dengan Menggunakan Metode Balanced Scorecard. Tesis. Depok : Universitas Indonesia. Lasdi, Lodovicus. (2002). Balanced Scorecard Sebagai Rerangka Pengukuran Kinerja Perusahaan Secara Komprehensif Dalam Lingkungan Bisnis Global. Mahmudi. (2010). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Edisi kedua. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.



41



Panduan Pengeloalan Kinerja berbasis Balanced Scorecard di lingkungan Kementerian Keuangan (2010) Riduwan. (2007). Metode dan Teknik Penyusunan Tesis. Bandung : Alfabeta. Yuwono, Sony. (2002). Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard : Menuju Organisasi Yang Berfokus Pada Strategi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Zulkarnaini, Diana, Yeni Irawan Dan Zuarni. Pengaruh Penerapan Kinerja dengan pendekatan Balanced Scorecard dan Pengendalian Internal Terhadap Tingkat Kemandirian Daerah Dengan Slack Anggaran sebagai Variabel Moderating (Survey Pada Aparatur Pemerintah Kabupaten Aceh Utara Dan Kota Lhokseumawe). K D Adejuwon. 2016. Volume 22. Improving Civil Service Performance in Nigeria through the Application of Balanced Scorecard Methodology. Lagos : University of Mauritius.



42