Makalah Khiyar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH “JUAL BELI KHIYAR DAN RIBA MENURUT ISLAM”



DISUSUN OLEH :



NAMA



KELAS



KELOMPOK II : 1. RINA AGIL MULYANI 2. NOVI RAHMA DEWI 3. LIDIA NABELLA 4. TIARA SANTI CH 5. EKA KHARISMA KD : XII IPA 3



GURU PEMBIMBING : DWI SUSIANI, S.Pd.



SMA NEGERI 2 MARTAPURA 1



TAHUN PELAJARAN 2018/2019 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata΄ala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Jual Beli, Salam, Khiyar dan Riba”  ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen matakuliah Pendidikan Agama Islam. Makalah ini disusun dari hasil penyusunan materi-materi yang kami peroleh dari media massa yang berhubungan dengan Jual Beli, Salam, Khiyar dan Riba. Kami berterimasih kepada rekan-rekan yang telah ikut dalam penyusunan makalah ini, sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Jual Beli, Salam, Khiyar dan Riba. Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.



Martapura, Februari 2019



Penyusun



2



DAFTAR ISI ii



KATA PENGANTAR................................................................................ DAFTAR ISI ..............................................................................................



ii iii



BAB I PENDAHULUAN                                                                               A.    Latar Belakang........................................................................... 2 B.     Rumusan Masalah...................................................................... 2   C.     Tujuan........................................................................................ 2                  ..........................................................................................................     BAB II PEMBAHASAN                                                                                           1.      Jual Beli         1.1  Pengertian........................................................................... 3      1.2  Hukum................................................................................. 3   1.3  Rukun.................................................................................. 4         2.      Jual Beli Salam               1.1  Pengertian .......................................................................... 7      1.2  Hukum................................................................................. 7   1.3  Syarat.................................................................................. 8         3.      Khiya             1.1  Pengertian........................................................................... 9   1.2  Hukum ................................................................................  9   1.3  Macam-Macam................................................................... 9 4.     Riba 1.1  Pengertian........................................................................... 1.2  Hukum................................................................................. 1.3  Macam-Macam................................................................... BAB III PENUTUP A. Kesimpulan................................................................................. B. Saran........................................................................................... DAFTAR PUSTAKA.................................................................................



3 iii



11    11   11



13 13 14                                



BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, masing-masing berhajat kepada yang lain, saling  tolong-menolong, tukar menukar keperluan dalam urusan kepentingan hidup baik dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam atau suatu usaha yang lain, baik bersifat pribadi maupun untuk kemaslahatan umat. Dengan demikian akan terjadi suatu kehidupan yang teratur dan menjadi ajang silaturrahmi yang erat. B.     Rumusan Masalah Dalam makalah ini, kami merumuskan beberapa masalah, yaitu : 1)      Apa saja pengertian, hukum dan rukun jual beli ? 2)      Apa saja pengertian, hukum dan syarat jual beli salam ? 3)      Apa saja pengertian, hukum dan macam-macam khiyar ? 4)      Apa saja pengertian, hukum dan macam-macam riba ? C.    Tujuan Dalam makalah ini, kami merumuskan beberapa masalah, yaitu : 1)      Mengetahui pengertian, hukum dan rukun jual beli 2)      Mengetahui pengertian, hukum dan syarat jual beli salam 3)      Mengetahui pengertian, hukum dan macam-macam khiyar 4)      Mengetahui pengertian, hukum dan macam-macam riba



4



BAB II PEMBAHASAN 1.      Jual Beli 1.1  Pengertian Jual beli menurut bahasa artinya pertukaran atau saling menukar. Sedangkan menurut pengertian fikih, jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain  dengan rukun dan syarat tertentu. Setelah jual beli dilakukan secara sah, barang yang dijual menjadi milik pembeli sedangkan uang yang dibayarkan pembeli sebagai pengganti harga barang, menjadi milik penjual. Menurut terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya: 1)      Menurut ulama Hanafiyah:  Jual beli yaitu ”pertukaran harta/benda dengan harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).” 2)      Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ : Jual beli adalah ”pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan.” 3)      Menurut Ibnu Qudamahdalam kitab Al-mugni ‘ : Jual beli adalah ”pertukaran harta dengan harta, untuk saling menjadikan milik.”  Jual beli hendaknya dilakukan oleh pedagang yang mengerti ilmu fiqih. Hal ini untuk menghindari terjadinya penipuan dari ke dua belah pihak. Pada masa sekarang, cara melakukan jual beli di pasar swalayan ataupun mall, para pembeli dapat memilih dan mengambil barang yang dibutuhkan tanpa berhadapan dengan penjual. Dari pengertian diatas, status kepemilikan barang berpindah dari penjual kepada pembeli, dan penjual berhak menerima kepemilikan uang dan pembeli pun berhak menerima kepemilikan orang lain. 1.2  Hukum Hukum jual beli ada 4 macam, yaitu: 1)   Mubah (boleh), merupakan hukum asal jual beli 2)   Wajib, apabila menjual merupakan keharusan, misalnya menjual barang untuk membayar hutang 3)   Sunah, misalnya menjual barang  kepada sahabat atau orang yang sangat memerlukan barang yang dijual 5



4)   Haram, misalnya menjual barang yang dilarang untuk diperjualbelikan. Menjual barang untuk maksiat, jual beli untuk menyakiti seseorang, jual beli untuk merusak harga pasar, dan jual beli dengan tujuan merusak ketentraman masyarakat. Jualbeli hukumnya boleh. Allah ta’ala berfirman: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan). Dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah (2): 275). Demikian pula berdasarkan sabda Rasulullah SAW. “Apabila dua orang melakukan  jual beli, maka masing-masingnya berhakkhiyar (meneruskan atau membatalkan jual beli) selama keduanya belum berpisah, sedangkan keduanya berkumpul bersama.” (HR.Bukhari dan Muslim). Berdasarkan ijma. Kaum muslimin sepakat tentang kebolehan jual beli secara garis besar. Disamping itu, kebutuhan manusia  menghendaki untuk diadakan jual beli, karena manusia butuh kepada apa yang ada pada oranglain, yang maslahatnya terkait dengannya dan tidak ada jalan untuk memperolehnya dengan cara yang benar kecuali dengan melakukan jual beli, maka hikmah menghendaki untuk dibolehkannya perkara ini dan disyariatkannya untuk tercapai maksud yang diinginkan. 1.3  Rukun Jual beli dikatakan sah, apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Persyaratan itu untuk menghindari timbulnya perselisihan antara penjual dan pembeli akibat adanya kecurangan dalam jual beli. Bentuk kecurangan dalam jual beli misalnya dengan mengurangi timbangan, mencampur barang yang berkualitas baik dengan barang yang berkualitas lebih rendah  kemudian 6



dijual dengan harga barang yang berkualitas baik. Rasulullah Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung unsur tipuan. Dalam jual beli terdapat rukun dan syarat (Al-Fiqh Al_Muyassar, 6:11), sebagaimana berikut: 1)      ‘Aqidah (penjual dan pembeli), disyaratkan: a)   Pelaku akad jaa’izut tasharruf (boleh bertindak), yaitu baligh, berakal, merdeka dan cerdas. Oleh karena itu, tidak sah jual beli dari anak kecil, orang dungu, orang gila dan budak tanpa izin tuan atau walinya. b)   Saling ridha antara penjual dan pembeli. Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu. (QS. An-Nisaa (4) : 29). Dari Abu Sa’id al-Khudry radhiyallah’ anhu, bahwa Nabi saw bersabda : “sesungguhnya jual beli itu harus saling ridha.” (HR. Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Baihaqi). Oleh karena itu, tidak sah jual beli jika salah satunya memaksa yang lain dengan tanpa hak. Tetapi jika paksaan dilakukan dengan hak, misalnya hakim memaksa seseorang menjual barangnya untuk menutupi hutangnya, maka jual beli itu sah. c)   Bukan orang yang mubazir (pemboros), karena harta orang yang mubazir itu berada dibawah pengelolaan walinya. Allah ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (QS. An-Nisaa (4): 5). 2)      Ma’qud Allahi, yaitu sesuatu atau barang yang diakadkan, disyaratkan : a)   Sesuatu yang diakadkan bisa diserahkan, karena sesuatu yang tidak bisa diserahkan seperti tidak ada, sehingga tidak sah dijual-belikan dan masuk kedalam jual beli gharar. Hal itu, karena pembeli bisa saja telah menyerahkan uangnya, namun tidak mendapatkan barangnya. Berdasarkan syarat ini, maka tidak boleh jual-beli ikan yang masih dikolam, burung yang masih di udara, janin hewan yang masih dalam perut induknya, dan



7



jualbeli hewan yang lari. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah, ia berkata : Rasullah SAW melarang jualbeli gharar. b)   Sesuatu yang diakadkan harus diketahui oleh keduanya (penjual dan pembeli) dengan dilihat dan disaksikannya ketika akad atau di sifatkan dengan sifat yang di bedakan dengan selainnya. Hal itu, karena ketidak jelasan merupakan gharar, sedangkan gharar itu di larang. Oleh karena itu, tidak sah membeli sesuatu yang belum di lihatnya. c)   Pembayarannya di ketahui, yaitu dengan di tentukan harga barang dan di ketahui nilainya. d) 



Penjual



memiliki



barang



tersebut



atau



menduduki



posisi



pemiliknya,seperti sebagai wakinya, orang yang mendapat wasiatnya, walinya maupun nazhir (pengawasannya). Dengan demikan, jual beli tidah sah jika seseorang menjual sesuatu yang tidak di milikinya. Hal ini berdasarkan sabda Rasululah SAW kepada Hakim bin Hizam radiallahu ‘anhu. Jangan kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi dan Ibnu Majah). e)   Barang yang dijual termasuk barang yang halal dimanfaatkan, seperti makanan, minuman, pakaian, kendaraan, tanah dsb. Oleh karena itu, tidak sah menjual barang yang haram dimanfaatkan seperti arak, babi, bangkai, dan alat musik. Hal ini berdasarkan hadits Jabir ia berkata : Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli arak, bangkai, babi, dan patung.” (HR. Bukhari dan Muslim). Demikian pula berdasarkan hadits Ibnu Abbas ra, bahwa Nabi SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah SWT ‘Azza wa Jalla apabila mengharamkan memakan sesuatu, maka Dia mengharamkan pula hasil pembayarnnya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud). Dan diharamkan pula jual-beli anjing berdasarkan hadits Abu Mas ‘ud radiallahu anhu, ia berkata : “Nabi SAW melarang hasil penjualan anjing dan darah.” (HR. Bukhari) 3)      Ijab qobul atau serah terima. Ijab artinya lafaz yang muncul dari penjual seperti “ Saya jual … dan seterusnya.” Sedangkan qobul maksudnya lafaz yang muncul dari pembeli seperti “ Saya beli … dan seterusnya”. Ini



8



adalah sighat qauliyyah (yang berupa ucapan). Ada pula sighat fi’liyyah (yang berupa perbuatan), yaitu serah-terima, misalnya seorang pembeli menyerahkan uang kepada penjual, lalu penjual menyerahkan barangnya tanpa adanya ucapan.



2.      Jual Beli Salam 2.1  Pengertian Salam atau disebut juga salaf yaitu jual beli barang yang ditunda yang disifati dan masih dalam tanggungan dengan bayaran yang di dahulukan. Para fuqaha’ menamainya dengan nama baiul’mahaawij, karena hal tersebut merupakan jual beli barang yang ghaib (belum ada) yang perlu dilakukan oleh penjual dan pembeli, dimana pemilik uang butuh membeli barang, sedangkan pemilik barang butuh memiliki uang sebelum barang itu ada padanya untuk dipakai buat dirinya dan untuk dibelanjakan buat tanamannya misalnya agar buahnya dapat matang dengan baik, hal ini termasuk maslahat haajiah (kebutuhan). (Sabiq, 3:121) Untuk selanjutnya pembeli disebut musallim / rabbusalam, penjual disebut musallam ilaih, barang yang dijual disebut musallam f:ih, sedangkan bayaran / uangnya disebut ra’su maalis salam. 2.2  Hukum Jual beli sistem ini diperbolehkan dalam syariat Islam. Ini berdasarkan dalildalil dari al-Qur`an dan sunnah serta ijma dan juga sesuai dengan analogi akal yang benar (al-qiyasush shahih). 1)   Dalam al-Qur`an, Allah Azza wa Jalla berfirman : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang telah ditentukan, hendaklah kamu menulisnya. [alBaqarah/2:282]. Sahabat yang mulia Abdullah bin Abbas Radhiyallahu anhu menjadikan ayat ini sebagai landasan membolehkan jual beli sistem pesan ini. Beliau Radhiyallahu anhu mengatakan, “Saya bersaksi bahwa jual-beli as-salaf (assalam) yang terjamin hingga tempo tertentu telah dihalalkan dan diizinkan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an. (Kemudian beliau membaca firman Allah SWT artinya) : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah



9



tidak dengan secara tunai, untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya.   Firman Allah SWT diatas, yang artinya, “apabila kamu bermu’amalah tidak dengan secara tunai,” bersifat umum, artinya meliputi semua yang tidak tunai, baik pembayaran maupun penyerahan barang. Apabila yang tidak tunai adalah penyerahan barang maka itu dinamakan bai’us salam. 2)   Dalam hadits Abdullah bin Abbas Radhiyallahu anhu diriwayatkan : Ketika Nabi SAW tiba di kota Madinah, penduduk Madinah telah biasa memesan buah kurma dengan waktu satu dan dua tahun. maka beliau bersabda, “Barangsiapa memesan kurma, maka hendaknya ia memesan dalam takaran, timbangan dan tempo yang jelas (diketahui oleh kedua belah pihak).” 3)     Para Ulama telah berijma’ (berkonsensus) tentang kebolehan bai’us salam ini, seperti diungkapkan Ibnu al-Mundzir dalam al-Ijma’, hlm. 93. Ibnu Qudamah menguatkan penukilan ijma’ ini. Beliau menyatakan, “Semua ulama yag kami hafal sepakat menyatakan as-salam itu boleh.” 4)    Kebolehan akad jual beli salam (pemesanan) ini juga sesuai dengan analogi akal dan kemaslahatan manusia. Syaikh Shalih bin Abdillah al-Fauzan – hafizhahullahu- menjelaskan, “Analogi akal dan hikmah mengisyaratkan jual beli ini boleh. Karena kebutuhan dan kemaslahatan manusia bisa sempurna dengan jual beli salam. Orang yang membutuhkan uang akan terpenuhi kebutuhannya dengan pembayaran tunai sementara pembeli beruntung karena bisa mendapatkan barang dengan harga lebih murah dari umumnya. Jadi, manfaatnya kembali ke kedua pihak.” Oleh karena itu, syaikh Shalih bin Abdillah al-Fauzan –hafizhahullahumengatakan, “Pembolehan mua’amalah ini (yaitu jual beli salam) termasuk kemudahan dan kemurahan syariat Islam. Karena mu’amalah ini berisi halhal yang bisa memberikan kemudahan dan mewujudkan kebaikan bagi manusia, disamping juga bebas dari riba dan seluruh larangan Allah. 2.3  Syarat Salam adalah salah satu bentuk jual beli. Syarat tersebut ada yang berkaitan dengan ra’sul maal (pembayaran) dan ada yang berkaitan dengan musallam fiih (barangnya).



10



1)      Syarat dengan ra’sul maal (pembayaran) a)      Diketahui jenis (bayaran)nya. b)      Diketahui jumlahnya c)      Diserahkan dalam majlis secara sempurna 2)      Syarat dengan musallam fiih (barangnya). a)      Masih dalam tanggungan b)      Disifati dengan sifat yang menghasilkan pengetahuan terhadap ukuran dan sifatnya yang membedakan dengan lainnya agar gharar itu hilang dan hilang perselisihan c)      Waktunya diketahui 3.      Khiyar 3.1  Pengertian Khiyar maksudnya bahwa penjual dan pembeli berhak meneruskan atau membatalkan akad jual beli. Hukum asal jual beli adalah lazimnya (mesti dilanjutkan) ketika terjadi dengan terpenuhi rukun dan syaratnya dan tidak ada hak bagi orang yang melakukan akad menarik kembali. Hanya saja agama islam adalah agama yang lapang dan memberikan kemudahan, ia memperhatikan maslahat dan kondisi seseorang. Diantaranya adalah apabila seseorang muslim membeli barang atau menjualnya karena suatu sebab, lalu ia menyesal setelahnya, maka syariat membolehkan kepadanya melakukan khiyar sampai ia berpikir matang terhadap urusannya dan memperhatikan maslahatnya, yakni apakah ia melanjutkan jual beli atau menarik lagi sesuai yang cocok baginya. 3.2  Hukum  Khiyar dalam jual-beli menurut hukum Islam ialah diperbolehkannya memilih apakah jual-beli itu diteruskan ataukah dibatalkan, karena terjadinya sesuatu hal. 3.3  Macam-Macam



11



Terdapat beberapa pendapat ulama mengenai macam-macam khiyar itu sendiri sesuai dengan perspektif masing-masing dalam mengklasifikasikan macam-macam khiyar, di antara pendapat tersebut sebagi berikut : 1)   Ulama Malikiyah  membagi khiyar kepada : a)      Khiyar al-taammul(melihat,meneliti) :Khiyar mutlak b)     Khiyar naqish (kurang) :apabila terjadi kekuranggan atau aib pada barang yang di jual 2)   Ulama syafi’iyah membagi khiyar kepada : a)   Khiyar at-tasyahi : khiyar yang menyebabkan pembeli memperlama transaksi sesuai seleranya terhapad barang, baik dalam majlis maupun syarat. b)   Khiyar naqisah : khiyar yang disebabkan adanya perbedaan dalam lafadz atau adanya kesalahan dalam perbuatan atau adanya pengantian. Adapun khiyar lain di antaranya sebagai berikut : Pertama, khiyar majelis, yaitu khiyar di tempat yang disana terjadi jual beli, dimana masing-masing penjual dan pembeli berhak khiyar selama dimajelis akad dan belum berpisah. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar ra, bahwa Nabi SAW bersabda : penjual dan pembeli berhak khiyar selama belum berpisah (HR. Bukhari). Kedua, khiyar syarat, yaitu kedua orang penjual dan pembeli atau salah satunya mensyaratkan khiyar sampai waktu tertentu untuk melanjutkan akad jual beli atau membatalkannya. Ketika habis waktu yang ditetapkan dari awal akad dan ternyata tidak ada pembatalan, maka jual beli itu lazimnya  (mesti berlanjut). Contoh: Seorang membeli mobil dari orang lain, lalu pembeli berkata, “saya berhak khiyar selama sebulan penuh.” Jika pembeli membatalkan



pembeliannya



disela-sela



bulan



itu,



maka



iya



berhak



melakukannya. Jika ternyata tidak, maka ia mesti membeli mobil dengan berakhirnya bulan itu. Ketiga, khiyar ‘aib, yaitu khiyar yang berhak bagi pembeli ketika menemukan cacat pada barang yang di belinya yang tidak diberitahukan penjual atau pembeli tidak mengetahuinya, dan nilai barang menjadi berkurang karena cacat tersebut, dimana untuk mengetahuinya perlu dikonsultasikan



12



kepada pedagang yang ahli, jika mereka menganggap sebagai cacat, maka berlakulah khiyar. Jika mereka anggap bukan sebagai cacat, maka tidak berlaku. Khiyar ini berhak dimiliki pembeli. Jika ia mau, ia bisa melanjutkan jual beli dan mengambil ganti terhadap cacatnya, yaitu dengan membandingkan antara harga barang jika kondisinya baik dengan harga barang ketika cacat. Jika ia mau, maka ia boleh mengembalikan barang itu dan meminta dikembalikan uang yang pernah diberikan penjual. Keempat, khiyar tadli, yaitu seorang penjual penipu pembeli dengan melebihkan harga barang. Terhadap hal ini Rasullullah SAW , bersabda : barang siapa yang menipu kami maka ia bukan termasuk golongan kami. (HR. Ibnu Majah). Contonya yaitu seorang memiliki mobil yang didalamnya banyak cacat, lalu ingin menampakkan luarnya bagus, ia percantik bagian luarnya sehingga pembeli tertipu dan merasakan bahwa mobil itu tidak bercacat, akhirnya si pembeli membelinya. Dalam keadaan ini, pembeli memiliki hak mengembalikan barang kepada penjual dan mengambil uang yang diberikanya kepada penjual. 4.      Riba 4.1  Pengertian Riba menurut bahasa artinya tambahan atau kelebihan. Sedangkan menurut istilah yang disebut riba adalah tambahan atau kelebihan atas modal (yang diperoleh seseorang pada saat menerima pembayaran hutang atau pada saat tukar-menukar barang yang sejenis). (Sabiq, 1977, 3:130). 4.2  Hukum Riba hukumnya haram, berdasarkan firman Allah SWT : Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (QS. AlBaqarah (2) : 276). Juga firman Allah ta’ala : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-‘Imran (3) : 130). Selain kedua ayat tersebut diatas, larangan bertransaksi Riba juga secara jelas terdapat pada surat Al-Baqarah dari ayat 275 – 279. 4.3  Macam-Macam Secara umum riba di bagi menjadi 4: 13



1)   Riba Qardl yaitu tambahan yang diperoleh dengan cara memberikan pinjaman dengan syarat ada keuntungan  bagi yang meminjamkan. 2)   Riba Fadhl yaitu tambahan yang diperoleh dalam peristiwa tukarmenukar barang yang sejenis. 3)   Riba Yad yaitu berpisahnya antara penjual dan pembeli dari tempat akad sebelum serah terima. 4)   Riba Nasiah yaitu penukaran yang disyaratkan terlambat salah satu dari dua barang. Maksudnya tambahan yang diperoleh karena keterlambatan membayar hutang.karana itu Riba nasiah disebut juga riba bertempo, lebih lama tempo orang yang berhutang, maka lebih besar tambahan yang harus dibayar.



14



BAB III PENUTUP A.    KESIMPULAN Sesuatu hal yang sering kita lupakan menjadi hal yang dapat merusak nilai amalan yang kita lakukan jual beli, jadi hal upaya tentang penulisan ini dilakukan untuk memberikan informasi tentang pengertian, dasar hukum jual beli, rukun dan syarat jual beli, hal yang terlarang dalam jual beli, khiyar, riba, dan jual beli salam. B.     SARAN Penulisan makalah ini menunjukkan hal yang berkaitan dengan mengenai hukum-hukum, yang terkait tentang hubungan jual beli , jual beli salam, khiyar, riba sehingga dapat memberi informasi yang lebih baik lagi tentang hal-hal yang berkaitan dengan hubungan jual beli.



15



DAFTAR PUSTAKA Dr. H. Tamyiez deryy, Drs, M.Ag, 2015, Muamalah buku panduan pendidikan agama islam, LSIPK UNISBA, Bandung Bilvapedia, 2013,  Pengertian Jual Beli dan Ruang lingkupnya Menurut Islam, http://www.bilvapedia.com/2013/04/pengertian-jual-beli-dan-ruang.html, (Diakses pada 28/10/16 19:23) Ustadz



Kholid



Syamhudi



Lc,



2011,



 Beli



Salam



Dan



https://almanhaj.or.id/3029-jual-beli-salam-dan-syaratnya.html,



Syaratnya,



(Diakses



pada



28/10/16 19:23) Hakama



abbas,



2014,



KHIYAR



DALAM



JUAL-BELI,



http://hakamabbas.blogspot.co.id/2014/02/khiyar-dalam-jual-beli.html , (Diakses pada 28/10/16 19:23) Trendilmu,



2015,



Pengertian,



Macam



dan



Manfaat



http://www.trendilmu.com/2015/11/Pengertian.khiyar.html,



Khiyar,



(Diakses



pada



28/10/16 19:23) Zhalabe, 2011, Riba dalam Islam, http://zhalabe.blogspot.co.id/2011/10/ribadalam-islam.html#.WCVK0dJ97IU, (Diakses pada 28/10/16 19:23) https://s4h4.wordpress.com/2008/11/30/biografi-imam-ghazali/, 28/10/16 19:23)



16



(Diakses



pada