7 0 413 KB
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LUKA BAKAR
OLEH : Moh.Holilurrahman 0118026
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA MOJOKERTO 2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Pengertian Luka Bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam. Luka Bakar Bisa berasal dari Berhagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang hisa diohati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif. Cedera inhalasi adalah kejadian yang sering menyertai luka bakar, yang sering mengakibatkan angka kematian yang tinggi (50-60%). Cedera inhalasi merupakan penyebah utama kematian pada korban-korban kebakaran. Cedera pulmoner diklasifikasikan menjadi beberapa kategori: cedera saluran napas atas terjadi akihat panas langsung atau edema dapat diatasi dengan intuhasi nasotrakeal atau endotrakeal yang dini.; cedera inhalasi di hawah glotis terjadi akihat menghirup produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas berhahaya, yang mencakup keracunan karbon monoksida; dan defek restriktif dapat menyebahkan hilangnya fungsi silia, hipersekresi, edema mukosa yang herat, dan kemungkinan pula bronkospasme. Dalam
menentukan
dalamnya
luka
bakar,
kita
mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini: a. Riwayat terjadinya luka bakar (bagaimana terjadinya) h. Penyebab luka bakar, seperti nyala api atau cairan yang mendidih c. Suhu agens yang menyebabkan luka bakar d. Lamanya kontak dengan agens e. Tebalnya kulit (Brunner & Suddarth, 2002). 8. Etiologi
harus
Penyebab luka bakar: a. Terbakar api langsung atau tidak langsung, h. Pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia c. Tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. d. Radiasi e. Ledakan bom (Brunner & Suddarth, 2002). 3. Klasifikasi Luka Bakar 1. Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan dibagi atas: a. Luka bakar derajat I: kerusakan pada lapisan epidermis dimana kulit tampak kering, hiperemik berupa eritema tanpa bulae. Penyembuhan luka spontan dalam waktu 5 - 10 hari. b. Luka bakar derajat II: kerusakan meliputi epidermis dan sehagian dermis yang ditandai ada reaksi inflamasi disertai eksudasi, bulae, rasanya nyeri karena ujung syaraf teriritasi, dasar luka berwarna merah atau pucat Derajat II dibagi atas: 1.
Derajat II dangkal (superfisial): kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sehasea, kelenjar keringat masih utuh. Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10 - 14 hari.
2.
Derajat II dalam (Deep): kerusakan mengenai hampir seluruh dermis, organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan sehasea sebagian besar masih utuh. Penyembuhan lebih lama yaitu 1 bulan
c. Luka bakar derajat III: Kerusakan mengenai seluruh tebal dermis, organ-organ kulit seperti folikel ramhut, kelenjar keringat dan sehasea mengalami kerusakan, tidak dijumpai bulae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu, terjadi koagulasi protein yang menyebabkan eskar dan tidak dijumpainya rasa nyeri karena ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan. 2. Berdasarkan luas luka bakar Luka bakar secara umum digunakan ‘rule of nine’ untuk orang dewasa
yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, bokong, ekstremitas atas kanan kiri, paha kanan kiri, tungkai dan kaki kanan kiri, masingmasing 9% sisanya 1% adalah genetalia.
4.
Patofisiologi Luka Bakar (pathway)
Kerusakan Pertahan imer
Pertahanan Primer Tidak Adekuat
Risika Infeksi
5. Pemeriksaan Diagnostik a. Hitung darah lengkap Peningkatkan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan. Selanjutnya menurunkan Ht dan SDM dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap endotelium pembuluh darah. b. SDP Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi luka dan respons inflamasi terhadap cedera. c. GDA Dasar
penting
untuk
kecurigaan
cedera
inhalasi.
Penurunan
PaCh/peningkatan PaCO2 mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan penurunan fungsi ginjal dan kehilangan mekanisme kompensasi pernapasan. d. COHbg (karboksi hemoglobin) Peningkatan
lebih
dari
15%
mengindikasikan
keracunan
karbon
monoksida/cedera inhalasi. e. Elektrolit serum Kalium
dapat
meningkat
pada
awal
sehubungan
dengan
cedera
jaringan/kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal; hipokalemia dapat terjadi bila mulai diuresis; magnesium mungkin menurun. Natrium pada awal mungkin menurun pada kehilangan air; hipernatremia dapat terjadi selanjutnya saat terjadi konservasi ginjal. f. Natrium urine random Lebih besar dari 20 mEg/L mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan; kurang dari 10 mEq/L menduga ketidakadekuatan resusitasi cairan. g. Alkalin fosfat Peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa natrium. h. Glukosa serum Peninggian menunjukkan respons stres. i.
Albumin serum
Rasio albumin atau globulin mungkin terbalik sehubungan dengan kehilangan protein pada edema cairan. j.
BUN atau kreatinin Peninggian menunjukkan penurunan perfusi/fungsi ginjal; namun kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
k. Urine Adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam dan kehilangan protein (khususnya terlihat pada luka bakar listrik serius). Warna hitam, kemerahan pada urine sehubungan dengan mioglobin. Kultur lukaomungkin diambil untuk data dasar dan diulang secara periodik. l.
Foto ronsen dada Dapat tampak normal pada pascaluka bakar dini meskipun dengan cedera inhalasi; namun cedera inhalasi yang sesungguhnya akan ada saat progresif tanpa foto dada (SDPD).
m. Bronkoskopi serat optic Berguna dalam diagnosa luas cedera inhalasi; hasil dapat meliputi edema, perdarahan, dan/atau tukak pada saluran pernapasan alas. n. Loop aliran volume Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek/luasnya cedera inhalasi. o. Skan paru Mungkin dilakukan untuk menentukan luasnya cedera inhalasi. p. EKG Tanda iskemia miokardial/disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik. q. Fotografi luka bakar Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya (Doenges, 2000). 6. Penatalaksanaan a. Perawatan di Tempat Kejadian Prioritas pertama dalam perawatan di tempat kejadian bagi seorang korban luka bakar adalah mencegah agar orang yang menyelamatkan tidak turut mengalami luka bakar. Langkah kerja: 1) Mematikan api Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api misalnya dengan
menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen bagi api yang menyala. Korban dapat mengusahakan dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling dan mencegah meluasnya bagian pakaian yang terbakar. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri missal dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air dingin atau melepaskan baju yang tersiram air panas. Jika sumber luka bakarnya adalah arus listrik, sumber listrik harus dipadamkan. 2) Mendinginkan luka bakar Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama. Oleh karena itu merendam bagian yang terbakar selama lima belas menit pertama dalam air sangat bermanfaat untuk menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil. Dengan demikian luka yang sebenarnya menuju derajat II dapat dihentikan pada derajat I atau luka yang menjadi derajat III dihentikan pada tingkat I atau II. Pencelupan atau penyiraman dapat dilakukan dengan air apa saja yang dingin sekurang- kurangnya 15 menit. 3) Melepaskan benda penghalang Meskipun pakaian yang menempel pada luka bakar dapat dibiarkan, pakaian lain dan semua barang perhiasan harus segera dilepaskan untuk melakukan penilaian serta mencegah terjadinya kontriksi sekunder akibat edema yang timbul dengan cepat. 4) Menutup luka bakar Luka
bakar
harus
ditutup
secepat
mungkin
untuk
memperkevil
kemungkinan kontaminasi bakteri dan mengurangi nyeri dengan mencegah aliran udara agar tidak mengenai permukaan kulit yang terbakar. b. Mengirigasi Luka bakar kimia Luka bakar kimia akibat bahan korosif harus segera dibilas dengan air mengalir. Jika mengenai mata harus segera dicuci dengan air bersih yang sejuk. ABC pada semua perawatan luka bakar selama periode awal pasca- luka
bakar, yaitu: a. Airway (saluran napas) b. Breathing (pernapasan) c. Circulation/sirkulasi darah (dan Cervical spine immobilizationl fiksasi vertebra cervikalis jika diperlukan). Airway dan breathing terapi harus segera dilakukan. Jika oksigen dengan konsentrasi yang tinggi itu tidak dapat disediakan dalam kondisi emergency, pemberian oksigen lewat masker atau kanula hidung merupakan tindakan pertama yang harus dikerjakan. Apabila tersedia petugas serta peralatan yang memenuhi syarat dan bilamana korbannya menderita gangguan pernapasan yang berat atau edema saluran napas, penolong dapat memasang pipa endotrakeal dan memulai ventilasi manual. Sistem sirkulasi harus pula dinilai dengan segera. Denyut apikal dan tekanan darah dimonitor dengan sering. Takikardia (frekuensi jantung yang abnormal cepat) dan hipotensi ringan diperkirakan terjadi pada pasien yang tidak ditangani segera sesudah terjadinya luka bakar. Pada saat yang sama, survei sekunder dari kepala hingga ujung jari kaki pasien untuk menemukan cedera lainnya yang berpotensi menimbulkan kematian harus dilaksanakan. Pencegahan syok pada pasien luka bakar yang luas akan memperbaiki prognosis secara mengesankan. Karena itu, pemberian infus cairan dan elektrolit harus segera dimulai. c. Penatalaksanaan Medis Darurat Prioritas pertama dalam ruang darurat tetap ABC (airway, hreathingdan circulation). Untuk cedera paru yang ringan, udara pernapasan dilembabkan dari pasien didorong supaya batuk sehingga sekret saluran napas bisa dikeluarkan dengan pengisapan. Untuk situasi yang lebih parah diperlukan pengeluaran sekret dengan pengisapan bronkus dan pemberian preparat bronkodilator serta mukolitik. Jika terjadi edema pada jalan napas, intubasi endotrakeal mungkin merupakan indikasi. Continuous positive airway pressure dan ventilasi mekanis mungkin pula diperlukan untuk menghasilkan oksigenasi yang adekuat. Sesudah tercapai status respirasi dan sirkulasi yang adekuat, perhatian harus diberikan kepada luka bakarnya sendiri. Semua pakaian dan perhiasan
yang dikenakan pasien dilepas. Pembilasan luka bakar kimia dengan air diteruskan. Kateter urin indwelling dipasang untuk memungkinkan pemantauan kaluaran urin dan faal ginjal yang lebih akurat. Nilai-nilai dasar untuk tinggi dan berat badan, gas darah arteri, hematokrit, elektrolit, golongan darah serta hasil pencocokan-silang (cross- matching), urinalisis, dan foto rontgen toraks harus didapat. Jika pasien menderita luka bakar listrik, pemeriksaan elektiokardiogram dasar harus dilakukan. Karena luka bakar merupakan luka yang terkontaminasi, tindakan profilaksis tetanus perlu dilakukan jika status imunisasi pasien tidak jelas. Meskipun fokus utama perawatan selama fase darurat berupa stabilisasi fisik, perawat harus memperhatikan pula kebutuhan psikologis pasien dan keluarganya. d. Pemindahan ke Unit Luka Bakar Dalam dan luasnya luka bakar perlu dipertimbangkan dalam menentukan apakah pasien harus dipindahkan ke unit atau rumah sakit khusus luka bakar. Jika pasien akan dipindahkan ke unit atau rumah sakit khusus luka bakar, tindakan berikut ini harus dilakukan sebelum pemindahan pasien: selang infus harus terpasang dengan kecepatan tetesan yang diperlukan untuk menghasilkan kaluaran urin sedikitnya 30 ml per jam; saluran napas yang paten (lapang) dipastikan; terapi yang adekuat untuk meredakan nyeri dilakukan; dari sirkulasi perifer yang memadai dihasilkan pada setiap ekstremitas yang terbatas. Luka ditutup dengan balutan steril yang kering, dan kenyamanan serta kehangatan tubuh pasien harus dijaga. Penilaian serta penanganan pasien dicatat, dan informasi ini harus disampaikan kepada petugas unit luka bakar. e. Penatalaksanaan Kehilangan Cairan dan Syok Setelah menangani kesulitan pernapasan, kebutuhan yang paling mendesak adalah mencegah terjadinya syok ireversibel dengan menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang. Selang infus dan kateter urin harus sudah terpasang pada tempatnya sehelum resusitasi cairan dimulai. Hasil pengukuran berat badan dan tes laboratorium juga dicatat. Semua parameter ini harus dipantau dengan ketat dalam periode segera sesudah terjadinya luka bakar (periode resusitssi). Pedoman Rumus untuk Penggantian Cairan Pada Pasien Luka Bakar:
1. Rumus Konsensus Larutan Ringer Laktat (atau larutan saline seimhang lainnya): 2-4 ml X kg BB X % luas luka bakar. Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam selanjutnya. 2. Rumus Evans a. Koloid: 1ml X kg BB X % luas luka bakar h. Elektrolit (saline): Iml X kg BB X % luas luka bakar c. Glukosa (5% dalam air): 2000ml untuk kehilangan insensible Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam selanjutnya. Hari 2: Separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari sebelumnya, seluruh penggantian cairan insensible. Maksimum 10.000 selama 24 jam. Luka baker derajat II dan III yang melehihi 50% luas permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh. 3.
Rumus Brooke Army a. Koloid: 0,5ml X kg BB X % luas luka bakar h. Elektrolit (larutan ringer laktat): 1,5ml X kg BB X % luas luka bakar c. Glukosa (5% dalam air): 2000ml untuk kehilangan insensible Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam selanjutnya. Hari 2: Separuh dari cairan koloid, separuh elektrolit, seluruh penggantian cairan insensible. Luka baker derajat II dan III yang melehihi 50% luas permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.
4.
Rumus Parkland/Baxter Larutan ringer laktat: 4ml X kg BB X luas luka bakar Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam selanjutnya. Hari 2: Bervariasi. Ditambahkan koloid Larutan Salin Hipertonik
Larutan pekat natrium klorida dan laktat dengan konsentrasi 250300 mEq natrium perLiter yang diherikan pada kecepatan yang cukup untuk mempertahankan
volume
keluaran
urin
yang
diinginkan.
Jangan
meningkatkan kecepatan infuse selama 8 jam pertama pasca luka bakar. Kadar natrium serum harus dipantau dengan ketat. Tujuan: meningkatkan kadar natrium serum dan osmolalitas untuk mengurangi edema dan mencegah komplikasi paru. 5.
Obat-obatan Antibiotik sistemik spectrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas. Bila ada infeksi, antibiotic diberikan berdasarkan hasil biakan dan uji kepekaan kuman. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak stress dan antipiretik diberikan bila suhu tinggi. Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbangan nitrogen yang negative pada fase matabolisme, yaitu sebanyak 2500-3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan diberikan melalui pipa lambung atau ditambah parenteral. Penderita yang mulai stabil keadaannya perlu fisioterapai untuk memperlancar peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Penderita luka bakar harus dipantau terus-menerus, keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu sekurangkurangnya 1 ml/kgBB/jam. Yang penting juga apakah sirkulasi normal/tidak.
3. Dehridemen Dehridemen merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar. Tindakan ini memiliki dua tujuan: a. Untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda asing, sehingga pasien dilindungi terhadap kemungkinan invasi bakteri h. Untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati atau eskar dalam persiapan bagi graft dan kesembuhan luka Sesudah terjadi luka bakar derajat-dua dan tiga, bakteri yang terdapat pada antarmuka jaringan yang terbakar dan jaringan viabel yang ada di bawahnya
secara berang-sur-angsur. akan mencairkan serabut-serabut kolagen yang menahan eskar pada tempatnya selama minggu pertama atau kedua pasca-luka hakar. Macam-macam dehridemen: a. Dehridemen Alami. Pada peristiwa dehridemen alami, jaringan mati akan memisahkan diri secara spontan dari jaringan viahel yang ada di hawahnya. Namun, pemakaian preparat topikal antihakteri cenderung memperlamhat proses pemisahan eskar yang alami ini. h. Dehridemen Mekanis. Dehridemen mekanis meliputi penggunaan gunting hedah dan forsep untuk memisahkan dan mengangkat eskar. c. Dehridemen Bedah. Dehridemen hedah merupakan tindakan operasi dengan melihatkan eksisi primer seluruh tehal kulit sampai fasia (eksisi tangensiai) atau dengan mengupas lapisan kulit yang terhakar secara hertahap hingga mengenai jaringan yang masih viahel dan herdarah. 4. Graft Jika lukanya dalam (full-thickness) atau sangat luas, reepitelialisasi spontan tidak mungkin terjadi. Karena itu diperlukan graft (pencakokan) kulit dari pasien sendiri (autograft). Daerah-daerah utama graft kulit mencakup daerah wajah dengan alasan kosmetik dan psikologik; tangan dan hagian fungsional lainnya seperti kaki; dan daerah-daerah yang meliputi persendian. Graft memungkinkan pencapaian kemampuan fungsional yang lehih dini dan akan mengurangi kontraktur. Kalau luka hakarnya sangat luas, daerah dada dan ahdomen dapat dicangkok terlehih dahulu untuk mengurangi luas luka hakar. Selama proses kesemhuhan luka akan terhentuk jaringan granulasi. Jaringan ini akan mengisi ruangan yang ditimhulkan oleh luka, memhentuk harier yang merintangi hakteri dan herfungsi sehagai dasar (hed) untuk pertumhuhan sel epitel. 5. Autograft Autograft herasal dari kulit pasien sendiri. Bentuk cangkokan ini hisa berupa split-thickness, full-thickness, pedicle flaps atau epitelium yang dikultur. Fullthickness dan pedicle flaps lehih sering digunakan untuk pemhedahan rekonstruksi, dan dilaksanakan heherapa hulan atau tahun sesudah terjadinya cedera pertama. Penggunaan epitelium yang dikultur masih herada dalam tahap eksprimen
pada heherapa rumah sakit khusus luka hakar. Secara mendasar, prosedur ini meliputi hiopsi kulit pasien di daerah yang tidak terhakar. Kemudian keratinosit diisolasi dan sel-sel epitel dikultur dalam lahoratorium. Sampel sel epitel yang asli dapat mengadakan multiplikasi hingga ukurannya mencapai 10.000 kali ukuran sampel semula dalam tempo 30 hari. Sel-sel ini kemudian ditempelkan pada luka hakar. Prosedur ini telah dilaporkan dengan herhagai derajat keherhasilan tetapi hasil-hasil tersehut cukup menggemhirakan (Wong & Munster, 1993). 6. Kelainan pada Penyemhuhan Luka Kelainan-penyemhuhan luka pada pasien luka hakar terjadi akihat proses penyemhuhan yang secara ahnormal herlehihan atau akihat pemhentukan jaringan haru yang tidak memadai Pemhentukan parut yang hipertrofik dan keloid terjadi akihat kesemhuhan yang ahnormal dan herlehihan. a. Parut. Parut (sikatriks) yang hipertrofik dan kontraktur luka lehih hesar kemungkinannya untuk terjadi jika luka hakar yang primer melampaui tingkat lapisan dermis yang dalam. Kesemhuhan luka hakar yang dalam ini terjadi akihat penggantian integumen yang normal dengan jaringan yang secara metaholik sangat aktif sehingga kurang mengandung arsitektur kulit yang normal. Dalam lapisan kolagen di hawah epilelium terdapat hanyak sel fihrohlast yang mengalami proliferasi seiara hertahap. Sel-sel miofihrohlast yang memiliki kemampuan untuk herkontraksi juga terdapat dalam luka yang immatur. Ketika unsur-unstir ini herkontraksi, serahut kolagen yang normalnya terletak dalam herkas yang datar lenderung untuk memhentuk lorak yang hergelomhang. Akhirnya herkas kolagen tersehut menghasilkan penampakan super-koil dan terhentuk nodul-nodul kolagen. Jaringan parut herwarna sangat merah (karena sifat hipervaskularitas-nya), menonjol dan keras. Penanganan parut terutama dilaksanakan dalam fase rehahilitasi sesudah luka hakarnya menutup. Parut yang hipertrofik dapat menyehahkan kontraktur yang hehat pada persendian yang terkena. Namun demikian, parut ini hanya terhatas pada daerah luka hakar dan seiara herangsur-angsur akan mengalami regresi dengan herlalunya waktu.
h.
Keloid Pada sehagian pasien yang lain, massa jaringan parut yang hesar dan hertumpuk akan terjadi dan dapat meluas sampai di luar permukaan luka. Massa ini dinamakan koloid. Keloid lenderung ditemukan pada orang yang kulitnya herpigmen (herwarna gelap), tumhuh di luar tepi luka dan lehih hesar kemungkinannya untuk timhul kemhali sesudah dilakukan eksisi.
i.
Keg agalan untuk Sembuh Kegagalan luka untuk semhuh dapat disehahkan oleh hanyak faktor yang meniakup infeksi dan nutrisi yang tidak adekuat. Kadar alhumin serum di hawah 2 gm/dl hiasanya menjadi salah satu faktor yang mengganggu kesemhuhan pada pasien luka hakar.
d.
Kontraktur Kontraktur merupakan masalah lain yang dikhawatirkan terjadi ketika luka bakarnya sembuh. Jaringan tubuh yang terbakar akan memendek karena gaya yang ditimbulkan oleh sel-sel fibrohlast dan fleksi otot dalam proses kesembuhan luka yang alami. Gaya lawan yang ditimbulkan oleh bidai, traksi dan pengaturan posisi serta latihan gerak yang bertujuan harus digunakan untuk melawan deformitas pada luka bakar yang mengenai persendian.
7. Komplikasi Luka Bakar Komplikasi yang sering terjadi pada luka hakar adalah: 1.
Hipertrofi jaringan parut Terhentuk hipertrofi jaringan parut dipengaruhi oleh: h. Kedalaman luka hakar c. Sifat kulit d. Usia klien e. Lamanya waktu penutupan Jaringan parut terhentuk secara aktif pada 6 bulan post luka bakar
dengan warna awal merah muda dan menimbulkan rasa gatal. Pembentukan jaringan parut terus berlangsung dan warna berubah merah, merah tua dan sampai coklat muda dan terasa lebih lembut 2. Kontraktur Kontraktur merupakan komplikasi yang sering menyertai luka hakar serta menimhulkan gangguan fungsi pergerakan. Beherapa hal yang dapat mencegah atau mengurangi terjadinya kontraktor antara lain: a. Pemherian posisi yang haik dan henar sejak dini h. Latihan ROM haik pasif maupun aktif c. Presure garmen yaitu pakaian yang dapat memherikan tekanan yang hertujuan menekan timhulnya hipertrofi scar (Brunner & Suddarth, 2002).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian KeperawatanCombustio/ Luka Bakar 1) Identitas klien Meliputi: nama, alamat, umur, jenis kelamin, agama, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal MRS, diagnosa medis, no. Register. 2) Keluhan utama Biasanya pada luka bakar akan mengalami peningkatan panas dalam tubuh dan disertai nyeri pada daerah yang terbakar. 3) Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit luka bakar biasanya terjadinya karena kontak dengan suhu tinggi, seperti: api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi. 4) Riwayat penyakit dahulu Perlu ditanyakan antara lain apakah klien pernah mengalami penyakit ini (luka bakar) atau pernah punya penyakit yang menular / menurun sebelumnya.
5) Pola-pola fungsi kesehatan a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Perlu ditanyakan kebiasaan klien, apakah klien suka oleh raga, merokok, penggunaan alkohol /penggunaan tembakau. b. Pola nutrisi dan metabolisme Perlu ditanyakan apakah mengalami gangguan penurunan nafsu makan pada klien dengan combustio dibuatkan diit TKTP. c. Pola eliminasi Terjadi gangguan eliminasi, jika luka hakar mengenai daerah genetalia. d. Pola tidur dan istirahat Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang disebahkan oleh nyeri, misalnya nyeri yang hebat pada otot dan tulang. e. Pola aktivitas dan latihan Aktifitas dan latihan mengalami perubahan atau gangguan akibat dari penyakitnya, sehingga kebutuhan klien perlu di bantu baik oleh perawat atau keluarga. f. Pola persepsi dan konsep diri Pada klien dengan penyakit luka bakar biasanya mengalami gangguan persepsi atau konsep diri. g. Pola sensori dan kognotif Perlu ditanyakan seberapa berat klien merasa nyeri. h.
Pola reproduksi seksual Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan mengalami pola seksual dan reproduksi, jika klien belum berkeluarga maka tidak akan mengalami gangguan dalam reproduksi seksual.
i. Pola hubungan dan peran Perlu ditanyakan bagaimana hubungan klien dengan orang lain, interaksi klien dengan orang lain. j. Pola penanggulangan stress Perlu ditanyakan apa yang membuat klien menjadi stress dan bagaimana cara menanggulanginya.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan Perlu ditanyakan apakah klien masih menjalankan ibadah seperti hiasanya. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sesak gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka mencapai derajat cukup berat 2. TTV Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah serta tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama 3. Pemeriksaan kepala dan leher a. Kepala dan rambut Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka b. Mata Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena cairan kurang c. Telinga Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarah serumen d. Leher Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan e. Pemeriksaan thorak / dada Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi f. Abdomen Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya bising usus pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis. g. Urogenital Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakai
pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter. h. Muskuloskletal Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka bakar muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri i.
Pemeriksaan neurologi Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dai yang hebat (syok neurogenik)
j. Pemeriksaan kulit
• Luas luka bakar Kedalaman luka bakar Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macan luka bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan seperti telah diuraikan dimuka. Lokasi/area luka Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memi perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menim berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai daerah wajah dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada diantaranya disebabkan karena edema pada laring . Sedangk mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan sca karena itu pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan per (breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat diperlukan. Luka yang mengenai mata dapat menyebabkan terjadinya laserasi kerusakan retina dan menurunnya tajam penglihatan.
8. Diagnosa Kcpcrawatan Comhustio/ Luka Bakar a. Risiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari intravaskuler ke dalam rongga intestinal. b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit (luka bakar) c. Nyeri Akut berhubungan dengan kerusakan kulit / jaringan, pembentukan edema. d. Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit e. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan terpajan asap, obstruksi jalan napas k. Intcrvcnsi Kcpcrawatan
- Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, frekuensi nadi, kekuatan nadi,
akral,
pengisian kapiler, turgor kulit, tekanan darah - Monitor berat badan harian - Monitor berat sebelum
badan
dan sesudah
dialisis - Monitor
hasil
pemeriksaan laboratorium normal
(hematokrit, Na, K, Cl,
-
Edema pada sisi luka dan dehidrasi menurun
-
Turgor kulit
- Monitor dan
membran
mukosa
membaik -
berat jenis urine, BUN) status
hemodinamik
(MAP,
CVP, PAP, PCWP jika tersedia)
Nyeri dan peradangan luka menurun
- Catat intake-output dan hitung balance cairan 24 jam - Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan - Berikan
cairan
intravena, jka perlu - Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu 2
Gangguan
integritas
kulit
berhubungan Setelah dilakukan asuhan dengan cedera kimiawi keperawatan selama ...x 24 jam kulit (luka bakar)
diharapkan pasien mampu memenuhi kriteria hasil sebagai
SIKI Perawatan Integritas Kulit - Identifikasi penyebab
berikut :
gangguan integritas kulit
SLKI:
(mis.
a.
Integritas
sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan
Kulit dan Jaringan b. Penyembu han Luka
kelembapan
Kriteria Hasil:
lingkungan
-
Integritas kulit yang baik bisa
temper atur,
elastisitas,
ekstrem,
penurunan mobilitas tirah baring
hidras i, - Lakukan
pigmentasi) Tidak ada luka/lesi pada kulit
suhu
dipertahankan - Ubah posisi tiap 2 jam jika
(sensasi,
-
Perubahan
pemijatan
pada area penonjolan tulang, jika perlu - Bersihkan
perineal
dengan air hangat,
-
Perfusi j aringan haik
-
Menunjukkan pemahaman
dalam
proses perhaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera herulang -
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelemhahan kulit dan perawatan alami
-
terutama periode diare - Gunakan
produk
herhahan petroleum atau minyak pada kulit kering - Gunakan
produk
herhahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitive
Menunjukkan terjadinya - Hindari proses penyemhuhan luka
selama
produk
herhahan dasar alcohol pada kulit kering - Anjurkan minum air yang cukup - Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi Perawatan Luka Bakar - Identifikasi penyehah luka hakar - Identifikasi
durasi
terkena luka hakar dan riwayat penanganan luka hakar sehelumnya - Monitor kondisi luka (mis. Persentasi ukuran luka,
derajat luka,
perdarahan, dasar
warna
luka, infeksi,
eksudat, hau luka, kondisi tepi luka)
- Gunakan teknik aseptic selama merawat luka - Lepaskan balutan lama dengan menghindari nyeri dan perdarahan - Rendam dengan air steril
jika
balutan
lengket pada luka - Bersihkan luka dengan cairan steril (mis. NaCl 0.9%, cairan antiseptic - Lakukan
terapi
relaksasi
untuk
mengurangi nyeri - Jadwalkan frekuensi perawatan
luka
berdasarkan ada atau tidaknya
infeksi,
jumlah eksudat, dan jenis balutan yang digunakan - Gunakan
modern
dressing sesuai dengan kondisi luka (mis. Hyrocolloid, polymer, crystalline cellulose) - Berikan diet dengan kalori
30-35
kkal/kgBB/hari dan protein
1,25-1,5
g/kgBB/hari - Berikan
suplemen
vitamin dan mineral (mis. Vitamin A, vitamin C, Zinc, asam amino) sesuai indikasi - Jelaskan tanda dan gejala infeksi - Anjurkan mengonsumsi makanan tinggi kalori dan protein - Kolaborasi prosedur debridement
(mis.
Enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika perlu - Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu 3
Nyeri akut berhubungan
Setelah dilakukan asuhan
SIKI
dengan trauma, prosedur keperawatan selama ...x 24 jam bedah. diharapkan pasien mampu
Manajemen Nyeri - Identifikasi
lokasi,
memenuhi kriteria hasil sebagai
karakteristik,
berikut :
frekuensi, kualitas, dan
SLKI
intensitas nyeri
a. Kontrol Nyeri
- Identifikasi skala nyeri
Kriteria Hasil: -
- Identifikasi respon nyeri
Mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
-
nonverbal - Identifikasi factor yang
tanda nyeri) meningkat
memperberat
Kemampuan
memperingan nyeri
menggunakan
-
durasi,
dan
teknik - Identifikasi
non-farmakologi
pengetahuan
meningkat
keyakinan tentang nyeri
Dapat
mengenali
penyebab nyeri
dan
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
-
Keluhan nyeri menurun
-
Melaporkan terkontrol
nyeri
Nyeri - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup - Monitor efek samping penggunaan analgetik - Berikan
teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, pijat,
terapi
aromaterapi,
teknik
imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain) - Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) - Fasilitasi istirahat dan tidur - Pertimbangkan dan sumber dalam s trategi
jenis nyeri
pemilihan mer edakan
nyeri - Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan
strategi
meredakan nyeri - Anjurkan
memonitor
nyeri secara mandiri - Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat - Ajarkan tentang teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri - Kolahorasi pemherian analgetik, jika perlu 4
Risiko
Setelah dilakukan asuhan
SIKI
ditandaidengangangguan
keperawatan selama ....x 24 jam
Pencegahan Infeksi
integritas
diharapkan pasien mampu
- Monitor tanda dan gejala
imunosupresi.
infeksi kulit,
memenuhi kriteria hasil sehagai
infeksi lokal dan
herikut :
sistemik
NOC:
- hatasi
a. Tingkat Infeksi
jumlah
pengunjung
b. Status Imun
- herikan perawatan kulit
c. Kontrol Risiko
pada area edema - Cuci tangan sehelum dan
Kriteria Hasil:
sesudah kontah dengan
o Klien hehas dari tanda dan gejala infeksi
pasien
o Mendeskripsikan proses penularan faktor
penyakit, yang
mempengaruhi penularan serta pelaksanaannya o Kemampuan
pasien dan lingkungan
untuk
mencegah timhulnya
- Pertahankan
teknik
aseptic pada pasien herisiko tinggi - Jelaskan tanda dan gejala infeksi - Ajarkan cara mencuci tangan dengan henar - Aiarkan
cara
infeksi meningkat o Kadar sel darah putih memhaik o Menunjukkan perilaku hidup sehat
memeriksa kondisi luka atau luka operasi - Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi - Anjurkan meningkatkan asupan cairan - Kolahorasi pemherian imunisasi, jika pelu Perawatan Tirah Baring - Monitor kondisi kulit - Monitor komplikasi tirah haring (mis. Kehilangan massa otot, sakit konstipasi,
punggung, stress,
depresi, kehingungan, peruhahan irama tidur, infeksi saluran kemih, sulit huang air kecil, pneumonia) - Tempatkan pada kasur terapeutik, jika tersedia - Posisikan senyaman mungkin - Pertahan seprei tetap kering, hersih dan tidak kusut - Pasang sideralis, jika perlu
- Posisikan tempat tidur dekat dengan nurse station, jika perlu - Dekatkan posisi meja tempat tidur - Berikan latihan gerak aktif atau pasif - Pertahankan kebersihan pasien - Fasilitasi pemenuhan kebutuhan sehari-hari - Berikan
stocking
antiembo li sme,
j ika
perlu - Ubah posisi setiap 2 jam - Jelaskan tujuan tirah baring 5
Bersihan jalan napas
Setelah dilakukan asuhan
SIKI :
tidak efektif berhubungan
keperawatan ... x 24 jam
Penghisapan
dengan terpajan asap,
diharapkan
obstruksi jalan napas
ketidakefektifan bersihan jalan
masalah Napas
napas dapat teratasi dengan SLKI: a. Bersihan Jalan Napas b. Pertukaran Gas Kriteria Hasil: -
Frekuensi napas dan pola napas membaik
-
Jalan
Sulit bicara menurun
- Identifikasi kebutuhan dilakukan penghisapan - Auskultasi suara napas sebelum dan setelah dilakukan pengisapan - Monitor
status
oksigenasi (sao2 dan svo2), status neurologis (status mental, tekanan intracranial, tekanan perfusi serebral), dan
-
Dispnea dan napas cuping
status hemodinamik
hidung menurun (MAP dan irama jantung)
sebelum,
selama dan setelah tindakan - Monitor dan catat warna, jumlah dan konsistensi secret - Gunakan teknik aseptic (mis. Gunakan sarung tangan, kaca mata atau masker, jika perlu) - Gunakan procedural steril dan disposibel - Gunakan
teknik
penghisapan tertutup, sesuai indikasi - Pilih ukuran kateter suction yang menutupi tidak lebih dari setengah diameter ett, lakukan penghisapan mulut, nasofaring, trakea
dan/atau
endotracheal tube (ett) - Berikan dengan
oksigen konsentrasi
tinggi (100%) paling sedikit 30 detik sebelum dan setelah tindakan - Lakukan penghisapan lebih dari 15 detik
- Lakukan penghisapan ett dengna tekanan rendah (80-120 mmhg) - Lakukan penghisapan hanya di
sepanjang
ETT untuk meminilkan invasive - Hentikan penghisapan dan berikan terapi oksigen jika mengalami kondisi
seperti
bradikardi, penurunan saturasi - Lakukan kultur dan uji sensitifitas secret, jika perlu - Anjurkan melakukan teknik napas dalam, sebelum melakukan penghisapan
di
nasothacheal - Anjurkan
bernapas
dalam dan pelan selama insersi kateter suction
4. Implementasi Kcpcrawaan Dilakukan sesuai intervensi 5. Evaluasi Evaluasi Formatif : Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan Evaluasi Sumatif : merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu (Poer, 2012 )
DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah", Jakarta : AGC. Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “ Rencana Asuhan Keperawatan”, Jakarta : EGC. Guyton & Hall (1997) ‘ “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran", Jakarta : EGC. Hudak & Gallo (1997) ” Patofisiologi Luka Bakar", Jakarta: EGC. Price, S & Wilson, L. M. (1995) ‘ “Patofisiologi : Konsep Klinis Prosesproses Penyakit”, Jakarta. : EGC. Sudoyo Aru, dkk (2006) “Ilmu Penyakit Dalam”. Jakarta: FKUI. Sue Moorhead dkk 2013. Nursing Outcomes Classifcation (NOC). Jakarta. ELSEIVER Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Satndar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II. Jakarta Selatan : DPP PPNI Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II. Jakarta Selatan : DPP PPNI