5) Makalah Visi-Misi - Affina [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Revitalisasi Slogan “Jogja Berhati Nyaman” Melalui Kepastian Hak atas Tanah serta Tayangan Anak yang Terkurasi dan Mendidik BAB I PENDAHULUAN Setelah tahun 1990, kualitas penyiaran Indonesia terutama televisi swasta dinilai terus menurun (Harian Jogja, 2021). Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sudah seharusnya dapat menyusun regulasi yang menunjukkan keberpihakannya kepada kepentingan masyarakat, bukannya kepentingan komersial. Televisi saat ini khususnya televisi swasta dinilai terlalu mengejar keuntungan komersial, jauh dari muatan pendidikan dan moral. Baru-baru ini kembali marak video berdurasi 1 menit 19 detik berjudul “TV, Jasamu Tiada…” yang diunggah pertama kali oleh Channel YouTube bernama Remotivi pada tanggal 29 Oktober 2014 silam. Video tersebut mengkritik betapa kerasnya tayangan televisi saat ini sehingga hal-hal yang sepatutnya tidak diketahui oleh anak di bawah umur justru diketahui dan menimbulkan dampak buruk. Hal itu dicontohkan dengan perbuatan pacaran, ciuman, berita mengenai artis yang bercerai, berdandan, dan lebay (berperilaku secara berlebihan). Pakar Sosiologi Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Ali Imron, S.Sos., M.A. menyampaikan tanggapannya terhadap hal tersebut, dilansir dari laman Times Indonesia (2023), Ali berpendapat bahwa televisi memiliki andil yang besar dalam sosialisasi nilai. Anak-anak di bawah umur cenderung belum dapat membedakan hal yang baik dan buruk sehingga mereka akan cenderung langsung menerima nilai-nilai yang diperoleh, kemudian meniru nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya. Peran orangtua tentunya juga penting dalam mengawasi anak-anak, tetapi regulasi yang tegas dapat sangat berguna bagi langkah preventif. Kalimat penutup yang disampaikan pada video tersebut pun menarik, yaitu “Gimana mau maju? Nontonnya itu.” Hal itu mengandung makna mendalam, yakni generasi dan bangsa kita tidak akan maju dengan tontonan yang seperti itu. Permasalahan lainnya adalah semakin sesaknya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau setidaknya Kota Yogyakarta dengan bangunan-bangunan yang tinggi menjulang, baik itu pusat perbelanjaan maupun penginapan. Keberadaan investor yang ingin menanamkan modal sudah membuat resah warga masyarakat Provinsi DIY. Hal itu semakin parah jika investor tidak hanya menanamkan modal, tetapi juga membeli tanah untuk dijadikan aset membangun bisnis mereka. Masyarakat memang merasa senang karena memperoleh sejumlah uang yang tidak sedikit dari transaksi tersebut, tetapi tidak menyadari bahwa mereka kehilangan kesempatan untuk lebih memanfaatkan lahan/tanah yang mereka miliki. Hal itu dapat dicapai dengan memilih untuk melakukan perjanjian sewa, bukannya mengizinkan



tanahnya untuk dibeli. Hal ini dikritik oleh Dr. Ir. Tjahjo Arianto, S.H., M.Hum. (2023), seorang dosen sekaligus konsultan Hukum Pertanahan, bahwa perlu dibudayakan untuk membangun tanpa menggusur jika berkaitan dengan kepentingan swasta. Hal itu berangkat dari keprihatinan tentang banyaknya masyarakat Yogyakarta yang menjual tanahnya kepada para investor. Menurut Tjahjo, jenis usaha misalnya hotel dapat dibangun di atas tanah Hak Milik (HM) dengan cara menyewa. Hal itu karena sebenarnya investor sebenarnya tidak membutuhkan hak kepemilikan atas tanah, hanya perlu hak untuk memanfaatkannya melalui Hak Guna Bangunan (HGB). Dengan demikian, pihak investor dapat memperoleh tujuannya dan masyarakat juga tidak kehilangan tanahnya, bahkan memperoleh keuntungan yang berkelanjutan dari biaya sewa. Hal ini sudah diterapkan oleh beberapa hotel yang ada di Bali dan sudah saatnya Yogyakarta mengikuti langkah baik tersebut. Namun demikian, terdapat salah satu contoh yang dapat ditiru oleh masyarakat Yogyakarta, yaitu bekas Taman Hiburan Rakyat (THR) di Jalan Gondomanan saat ini menjaadi tanah milik Lembaga Kasultanan Ngayogyakarta yang disewa oleh PT Purawisata dengan sertifikat HGB di atas sertifikat HM. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mendefinisikan siaran sebagai pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran. Sementara penyiaran sendiri didefinisikan sebagai kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 telah menjelaskan bahwa KPI/KPID memiliki tugas, kewajiban, fungsi, dan wewenang yang dapat dikelompokkan dalam kegiatan regulasi/pengaturan, pengawasan, dan pengembangan. KPID sebagai perpanjangan tangan dari KPI di daerah, contohnya adalah KPID DIY. KPID DIY merupakan lembaga independen yang berwenang menyusun dan mengawasi berbagai peraturan penyiaran yang menghubungkan masyarakat dengan lembaga penyiaran. Kegiatan penyiaran sangat terkait dengan kedua permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya. Permasalahan mengenai tayangan yang tidak pantas bagi anak-anak di bawah umur dapat diatasi dengan lebih tegasnya pengaturan mengenai jam tayang dan uji kelayakan tayang. Sementara permasalahan mengenai masifnya investor yang membeli tanah milik masyarakat, dapat diatasi dengan adanya iklan layanan masyarakat tentang himbauan untuk tidak menjual tanah kepada investor. Meskipun seharusnya peraturan perundang-undangan lah yang memiliki tingkatan tertinggi karena bersifat memaksa dan mengikat, tetapi iklan layanan



masyarakat diharapkan dapat memberikan rambu-rambu kepada masyarakat sebelum Pemerintah Provinsi DIY menetapkan peraturan daerah yang mengatur investor yang membutuhkan tanah tidak diperbolehkan untuk membeli, melainkan hanya diperbolehkan melakukan kemitraan dengan cara menyewa. Hal itu akan menjadikan masyarakat Yogyakarta tidak tergusur dan mengindari adanya spekulan tanah. Provinsi Bali sudah memberikan contoh yang baik dalam hal tersebut, di mana beberapa hotel mewah di sana hanya menyewa tanah penduduk Bali, seperti Hotel Bulgari, Hotel Luxury, Hotel Double Six, dan Hotel Alila Seminyak. Hotel-hotel tesebut hanya memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik masyarakat Bali. Kegiatan KPID seperti regulasi/pengaturan, pengawasan, dan pengembangan selaras dengan salah satu falsafah Jawa yang mendasari Keistimewaan DIY, yaitu Memayu Hayuning Bawana. Istilah tersebut memiliki makna menjaga, memperindah, dan menyelamatkan dunia , atau bisa juga diartikan sebagai pembangunan yang berwawasan lingkungan. Kegiatan penjagaan tersebut dimaksudkan untuk semakin mempercantik dunia yang sudah cantik ini, bukan malah merusaknya. Adapun dilansir dari laman resmi Provinsi DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam kegiatan International Symposium on Javanese Culture (2023) menyebutkan makna filosofi tersebut dalam tiga versi. Pertama, Memayu Hayuning Bawana diartikan sebagai keselamatan alam ciptaan-Nya bisa dijaga dan selamat hanya tergantung kepada kebijaksanaan manusia sendiri. Kedua, adalah sifat-sifat keutamaan manusia atau sifat seorang kesatria dengan didasari keikhlasan yang memungkinkan bangsa dan negara tetap utuh. Ketiga, keselamatan manusia hanya dimungkinkan karena rasa kemanusiaannya. Memayu Hayuning Bawana menjadi filosofi kehidupan masyarakat dan dasar pembangunan di Provinsi DIY. Filosofi tersebut turut mendasari keberadaan sumbu filosofi Yogyakarta yang telah mendapatkan pengakuan dari UNESCO sebagai warisan budaya dunia (2023). Sumbu filosofi tersebut merupakan mahakarya Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan Hamengku Buwono I yang secara fisik merujuk pada 21 titik yang ada di kawasan Tugu hingga Panggung Krapyak. Titik-titik tersebut jika dihubungkan dengan suatu garis, maka akan membentuk sumbu imajiner. Selain Memayu Hayuning Bawana, falsafah Manunggaling Kawula Gusti juga sering dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari terutama bagi masyarakat Yogyakarta. Istilah tersebut bermakna suasana batin seorang hamba yang sangat cinta dan dekat dengan Tuhannya sehingga ia merasa lebur dan menyatu dengan Tuhan (2010). Pemahaman tersebut menjadikan manusia meredam egonya sehingga yang tersisa hanyalah kehendak Tuhan Hal itu akan bermuara pada ketenteraman dan keindahan yang dimaksudkan oleh Memayu Hayuning Bawana karena manusia hanya akan menjalankan keinginan yang sejalan dengan keinginan



Tuhan. Kedua istilah tersebut sangat dalam maknanya, yakni mengenai ruang budaya sekaligus spiritualitas budaya, di mana manusia berkewajiban untuk memelihara lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual (Endraswara, 2013). Sesuai dengan opini yang dimuat pada laman HTMPWK FT UGM dan ditulis oleh Arrahmansyah (n.d.), sejak disahkannya UU RI Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang menyebutkan bahwa terdapat lima (5) ranah yang menjadi otonomi daerah, Yogyakarta dinilai seakan lupa akan nilai luhur dan justru malah mendegradasi lingkungan dengan mengatasnamakan pembangunan. Kelima ranah yang menjadi otonomi daerah tersebut antara lain pengisian jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah, kelembagaan, kebudayaan, pertanahan, dan penataan ruang, yang kemudian diatur dalam Peraturan Daerah Istimewa (Perdais). Semenjak diberlakukannya UU yang semakin mengatkan kekuasaan Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman tersebut, muncul banyak permasalahan khususnya terkait agraria. Segala permasalahan tersebut harus segera diselesaikan dengan solusi yang berpihak kepada masyarakat. Tema HUT Kota Yogyakarta yang ke-267 tanggal 7 Oktober 2023 yang lalu kiranya dapat dijadikan semangat untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah disebutkan sebelumnya. “Tatag – Teteg – Tutug” kiranya dapat dijadikan semangat dan harapan dalam melayani masyarakat. Pengertian tatag dilansir dari laman HUT Kota Yogyakarta (2023) yaitu membangun mentalitas seseorang yang bagus dan menjadi bekal untuk menjalani tantangan. Teteg bermakna membentuk ketahanan dan konsistensi, ketika memperoleh respon, kritik, maupun halangan dari luar, bagaimana meresponnya agar tetap teguh. Sementara tutug berarti tuntas dalam menjalankan tanggung jawab. Hal ini dapat dimaknai bagi setiap pihak khususnya dalam bidang penyiaran, yakni pihak pemerintah (KPID termasuk di dalamnya), publik, dan industri penyiaran, terutama pemerintah dalam memastikan bahwa setiap kebijakannya lebih berpihak kepada publik, menjaga konsistensi untuk tetap melakukannya, serta memastikan hal itu terselesaikan hingga tuntas. KPID sebagai perpanjangan tangan dari KPI Pusat di daerah memiliki peran yang penting dan perlu dikuatkan. Hal itu karena KPID memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pengawasan siaran dan tumbuh kembang lembaga penyiaran di daerah. Hal itu disampaikan secara langsung oleh Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, pada hari Kamis (13/01/2022). Tugas dan fungsi KPID tidak hanya sebatas pengawasan siaran saja, tetapi juga mengautkan kualitas sumber daya manusia. KPID juga memiliki kewajiban untuk mencerdaskan masyarakat di daerah melalui berbagai program kegiatan seperti literasi media dan sosialisasi. Mohamad Reza menekankan usaha penguatan penganggaran bagi KPID oleh Pemerintah



Daerah (Pemda) karena kegiatan pengawasan memerlukan biaya yang tidak sedikit. KPID juga tidak bisa dilepaskan dari fungsi sosialisasi. Hal itu sudah sepatutnya disadari oleh Pemda dan memberikan pehatian lebih kepada KPID agar KPID dapat menjalankan fungsinya dan tugasnya dengan lebih baik. BAB II PEMBAHASAN Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa tidak seharusnya mendapatkan paparan konten-konten yang bersifat tidak mendidik. Generasi muda juga merupakan bagian dari publik yang mempunyai hak atas informasi yang sehat. Hal tersebut disampaikan dalam penjelasan yang menyertai video unggahan Remotivi Jogja pada tanggal 29 Oktober 2014. Pada waktu itu bahkan hingga saat ini, stasiun televisi di Indonesia memiliki masalah dalam mengenali tanggung jawab sosialnya, terutama terhadap anak-anak. Televisi sebagai salah satu media komunikasi memiliki kewajiban dalam sosialisasi nilai kepada anak-anak. Anak-anak cenderung belum dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Hal itu membuat anak-anak mudah terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak baik seperti yang telah disebutkan sebelumnya pada BAB I. KPID DIY berperan untuk mewadahi aspirasi dan mewakili kepentingan masyarakat dalam penyiaran. Hal itu menyebabkan KPID seharusnya lebih berpihak kepada masyarakat dalam menyusun peraturan yang terkait penyiaran, bukannya justru berpihak kepada industri swasta penyiaran. Perizinan terhadap tayangan yang kurang mendidik sudah seharusnya dibatasi. Selain jumlah tayangan, durasi dan waktu juga harus diperhatikan. Tayangan anak-anak tidak seharusnya ditayangkan terus-menerus sehingga mengganggu waktu belajar mereka. Narasi mengenai tanah di Yogyakarta yang seharusnya tidak dijual kepada para investor juga menjadi keprihatinan Sesanti (2016) dalam bukunya yang berjudul “Jogja-Ku(dune Ora) Didol: Manunggaling Penguasa dan Pengusaha dalam Kebijakan Pembangunan Hotel di Yogyakarta”. “Jogja ora didol” atau “Jogja aja didol” merupakan slogan yang dibuat oleh masyarakat yang marah kepada Pemkot Yogyakarta. Slogan tersebut berarti Jogja tidak dijual/Jogja jangan dijual. Keberadaan hotel membuat masyarakat merasa hak-hak dalam mendapatkan fasilitas publik telah berganti dengan fasilitas privat yang tidak semua orang bisa mengaksesnya (Akbar & Sukmajati, 2015). “Jogja Berhati Nyaman” yang telah sejak lama menjadi slogan Kota Yogyakarta sebagai ibukota Provinsi DIY perlahan diragukan oleh masyarakat, baik dari dalam maupun luar Yogyakarta. Bahkan masyarakat memberikan slogan yang berbeda untuk mengkritik kondisi Jogja saat ini, yaitu “Jogja Berhenti Nyaman”. Akbar & Sukmajati (2015) menyebutkan salah satu penyebabnya adalah maraknya pembangunan



hotel sehingga membuat Kota Yogyakarta tidak lagi nyaman. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta di antaranya mengatur kewenangan kepada Pemda untuk mengatur urusan pertanahan dan tata ruang. Kewenangan tersebut seharusnya digunakan dengan bijak dan selalu menjalankan tugas dengan pondasi Memayu Hayuning Bawana. Pemda harus lebih memikirkan hal tersebut, di mana keputusan yang diambil saat ini akan berdampak pada generasi yang akan datang. KPID DIY sebagai lembaga independen yang menghubungkan pemerintah, publik, dan industri penyiaran, memiliki tugas untuk menjaga hubungan tersebut agar selalu harmonis. Caranya adalah dengan lebih berpihak kepada publik dan mengkomunikasikan apa yang menjadi kebutuhan publik kepada pemerintah. Selain itu, KPID DIY juga perlu memberikan edukasi kepada masyarakat melalui sosialisasi dalam bentuk iklan layanan masyarakat. Berdasarkan pembahasan yang telah disebutkan sebelumnya dan bersandar kepada visi dan misi KPID DIY, maka saya menyusun visi misi yang akan saya usulkan jika saya terpilih menjadi anggota KPID DIY sebagai berikut. VISI Terwujudnya sistem penyiaran yang mendidik, berbudaya, serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. MISI 1.



Menjamin terwujudnya sistem penyiaran yang dapat dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat/inklusif.



2.



Mendorong pelaksanaan kurasi terhadap durasi dan muatan tayangan, terutama tayangan anak-anak demi terwujudnya sistem penyiaran yang mencerdaskan masyarakat.



3.



Menjaga keseimbangan antara kepentingan publik dan industri penyiaran sehingga tercipta iklim usaha penyairan yang sehat dan berkeadilan.



4.



Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan agar tercipta masyarakat yang sadar akan media penyiaran.



5.



Mewujudkan kepastian hak atas tanah melalui himbauan untuk mensertifikatkan tanahnya dan menghimbau masyarakat untuk tidak mudah menjual tanahnya melalui iklan layanan masyarakat.



6.



Menanamkan nilai keistimewaan Provinsi DIY dalam kelembagaan KPID sebagai lembaga independen. Visi yang diinginkan berkaitan erat dengan permasalahan yang saat ini sedang dihadapi



oleh dunia penyiaran Indonesia. KPID DIY sebagai perpanjangan tangan dari KPI Pusat di Provinsi DIY memiliki kewajiban untuk lebih mengutamakan tayangan yang bermuatan



mendidik dan berbudaya melalui tayangan yang bersifat edukatif dan menjunjung kebudayaan lokal Jawa, khususnya Provinsi DIY. Selain itu, persatuan dan kesatuan bangsa salah satunya dapat dicapai dengan jelasnya batas wilayah kekuasaan, dalam hal ini batas bidang tanah merupakan unsur terkecil yang perlu untuk diselesaikan terlebih dahulu. Saat seluruh masyarakat telah memiliki sertifikat tanah, maka kepastian hak atas tanah yang mereka miliki telah terjamin. Hal itu akan memberikan rasa aman terhadap hal tidak mengenakkan yang mungkin mereka alami. Setelah itu, masyarakat perlu diberikan edukasi untuk tidak mudah menjual tanahnya kepada investor meskipun dengan tawaran harga yang tinggi, melainkan masyarakat diarahkan untuk melakukan perjanjian sewa sehingga tidak kehilangan hak atas tanahnya. Adapun visi besar tersebut dapat tercapai jika misi-misi yang mendukungan telah berhasil dijalankan. BAB III PENUTUP Visi dan misi yang telah disebutkan pada BAB II hanya dapat tercapai jika seluruh pihak, yakni pemerintah, publik, industri penyiaran, dan KPID memiliki tujuan yang sama yaitu dengan berpedoman kepada falsafah Memayu Hayuning Bawana dan Manunggaling Kawula Gusti dalam menjalankan perannya masing-masing. Kedua falsafah tersebut seharusnya dapat menjadikan seluruh pihak memiliki kesadaran untuk menjaga bumi dalam hal ini Daerah Istimewa Yogyakarta dari segala ancaman kerusakan yang diakibatkan oleh keinginan setiap manusia yang terkadang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Tuhan. Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa berhak untuk mendapatkan tayangan yang mendidik dan berbudaya. Sementara seluruh masyarakat berhak atas memiliki tanah di daerah kelahirannya sendiri, bukannya dikalahkan oleh investor yang “menjajah”. Seluruh pihak wajib berbenah demi terwujudnya kembali “Jogja Berhati Nyaman”.



REFERENSI Akbar, M., & Sukmajati, M. (2015). “JOGJA ORA DIDOL” Studi Kasus Implementasi Kebijakan Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta. Universitas Indonesia. Arianto, T. (2023). Budayakan Membangun Tanpa Menggusur. Arrahmansyah, R. (n.d.). Pembangunan Berfalsafah Hamemayu Hayuning Bawana? Yang Mana? https://hmtpwk.ft.ugm.ac.id/pembangunan-berfalsafah-hamemayu-hayuningbawana-yang-mana/ Endraswara, S. (2013). Memayu Hayuning Bawana: Laku Menuju Keselamatan dan Kebahagiaan Hidup Orang Jawa. Narasi. Harian Jogja. (2021, September 13). Memprihatinkan, Kualitas Penyiaran Indonesia Terus Menurun. https://jogjapolitan.harianjogja.com/read/2021/09/13/510/1082706/memprihatinkankualitas-penyiaran-indonesia-terus-menurun HUT Kota Yogyakarta. (2023, September 22). HUT Kota Yogyakarta - Materi Desain HUT ke-267 Kota Yogyakarta. https://hutkota.jogjakota.go.id/detail/index/29319 KPID Sumatera Barat. (2022). Keberadaan KPID Penting dan Perlu Dikuatkan. https://kpid.sumbarprov.go.id/details/news/134 Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. (2023). Portal Resmi - Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta: Menjaga dan Memaknai Filosofi Hamemayu Hayuning Bawono. https://jogjaprov.go.id/berita/menjaga-dan-memaknai-filosofi-hamemayuhayuning-bawono Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, (2002). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, (2012). Remotivi. (2014). #FrekuensiMilikPublik - TV, Jasamu Tiada... Remotivi. https://www.youtube.com/watch?v=IMHZ4yyv9FE Sesanti, A. D. (2016). Jogja-Ku(dune Ora) Didol: Manunggaling Penguasa dan Pengusaha dalam Kebijakan Pembangunan Hotel di Yogyakarta (Tim STPN Press (ed.)). STPN Press. Times Indonesia. (2023). Viral Paduan Suara Anak SD Kritik Televisi Indonesia, Begini Kata Pakar Sosiologi Unesa Surabaya. https://timesindonesia.co.id/pendidikan/470655/viralpaduan-suara-anak-sd-kritik-televisi-indonesia-begini-kata-pakar-sosiologi-unesasurabaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website. (2010). Manunggaling Kawula lan Gusti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website. https://www.uinjkt.ac.id/manunggaling-kawula-lan-gusti/#:~:text=DALAM dunia tasawuf dikenal istilah,lebur dan menyatu dengan Tuhan. VoA Indonesia. (2023). UNESCO Tetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Dunia. https://www.voaindonesia.com/a/unesco-tetapkan-sumbu-filosofi-yogyakartasebagai-warisan-dunia/7275160.html#:~:text=UNESCO Tetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Dunia,-20%2F09%2F2023&text=Badan PBB Untuk Pendidikan%2C Ilmu,Senin (18%2F9).