CBR KEPEMIMPINAN [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

CRITICAL BOOK REVIEW KONSEP DAN STRUKTUR KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI



DISUSUN OLEH KELOPOK 7 GRACE OKTAVINA SIAGIAN



4243210027



ZAKIA RAHMA



4242510007



SALWA HAKIMAH DEFARI



4242510005



SELLI RONATIO SINAGA



4243210041



ADNA APRILIA WARUWU



4241210014



KELAS



: PSKM 24 B



MATA KULIAH



: KEPEMIMPINAN



DOSEN PENGAMPU



: Dr. AHMAD NASIR PULUNGAN, S.Si, M.Sc.



PROGRAM STUDI S-1 KIMIA JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PEGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2024



KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya, penulisan Critical Book Review ini dapat terselesaikan. Adapun Critical Book Review ini yaitu mengenai "Konsep Dan Struktur Kepemimpinan Dalam Organisasi". Critical Book Review (CBR) ini kami susun dengan maksud sebagai tugas mata kuliah Kepemimpinan dan menjadikan penambahan wawasan sekaligus pemahaman terhadap materi kepemimpinan dalam berorganisasi . Harapan kami, semoga setelah penyelesaian penulisan Critical Book Review ini kami semakin memahami tentang bagaimana penulisan Critical Book Review yang baik dan benar. Kami sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian CBR ini, khususnya kepada dosen pengampu mata kuliah ini yaitu bapak Dr. Ahmad Nasir Pulungan, S.Si., M.Sc (ANP)., serta kawan-kawan sekelas kami mahasiswa/i PSKM 24-B. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan CBR ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran serta bimbingan dari para dosen demi penyempurnaan di masa yang akan datang, semoga karya tulis CBR ini bermanfaat bagi semuanya, Terimakasih.



Medan, Agustus 2024 Penulis



Kelompok 7



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepemimpinan merupakan faktor kunci dalam keberhasilan sebuah organisasi. Kepemimpinan dalam Organisasi mampu menghadapi tantangan global membutuhkan pemimpin yang efektif untuk mengarahkan, memotivasi, dan mengorganisir tim menuju tujuan bersama. Kepemimpinan yang efektif dapat meningkatkan kinerja organisasi dan individu. Pemimpin yang mampu memotivasi, memberdayakan, dan menciptakan lingkungan kerja yang positif dapat mendorong karyawan untuk mencapai potensi terbaik mereka. Seorang pemimpin dapat mengarahkan atau mendorong agar anggotanya mampu melakukan usaha yang sesuai dengan keinginan organisasi. Pemimpin tidak hanya bertugas mengarahkan dan mengelola sumber daya yang ada, tetapi juga menginspirasi dan memotivasi anggota untuk mencapai tujuan bersama. Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang pemimpin yang diadopsi dalam organisasi, penting untuk mengeksplorasi mana yang paling sesuai dengan karakteristik organisasi tertentu.



1.2 Rumusan Masalah a. Kelebihan apa yang dimiliki seorang pemimpin dari dua sumber buku tersebut? b. Apa kekurangan dari seorang pemimpin dari dua sumber buku tersebut? c. Konsep kepemipinan apa yang sama dari kedua buku tersebut?



1.3 Tujuan a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah kepemimpinan b. Untuk mengetahui kelebihan dari kedua sumber buku c. Untuk mengetahui kekurangan dari kedua sumber buku d. Untuk mengetahui persamaan Konsep kepemimpinan dari kedua sumber buku



IDENTITAS BUKU



Buku Utama Nama Buku



: Kajian Perilaku Kepemimpinan Dalam Organisasi



Penulis



: Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd. Dr. Dionisius Sihombing, S.pd., M.Si



Tahun terbit



: 2024



Penerbit



: Kencana



Kota terbit



: Jakarta



Tebal buku



: 120 Halaman



ISBN



: 978-623-384-628-8



Buku Pembanding Nama Buku



: Perilaku organisasi



Penulis



: M. Taufiq Amir, PH.D.



Tahun terbit



: 2019



Penerbit



: Prenadamedia Group



Kota terbit



: Jakarta



Tebal buku



: 216 Halaman



ISBN



: 978-602-422-435-6



BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Ringkasan Buku Utama Kepemimpinan tentu saja dibangun oleh beberapa sifat dasar. Sifat ini bisa diperoleh sebagian dari faktor genetika, tapi sebagian lagi bisa saja dikembangkan. Pembahasan kita kali ini difokuskan pada perbedaan perilaku dari pemimpin yang efektif dan pemimpin yang tidak efektif. 1. Teori X dan Teori Y Teori yang dikembangkan oleh McGregor pada 1957 ini didasarkan pada bagaimana para manajer melihat dirinya dalam berhubungan de- ngan orang lain, dalam hal ini dengan bawahannya. a. Teori X Teori ini mengasumsikan, bahwa karyawan sebagai manusia memiliki perilaku: • Secara umum manusia adalah makhluk yang malas dan bekerja seadanya saja. • Kurang punya ambisi, menghindar dari tanggung jawab, dan lebih suka diarahkan. • Hanya mementingkan diri sendiri, kepentingan organisasi menjadi urusan kedua. • Karena kurang suka bekerja, dan menghindar dari tanggung jawab, maka kebanyakan orang harus dipaksa dahulu, kontrol dengan ketat, diarahkan dan jika perlu diancam dengan hukuman untuk membuat mereka memiliki usaha untuk pencapaian organisasi. • Naif, tidak cerdas dan kreatif serta suka berbuat curang. Bagi manajer yang memiliki asumsi seperti Teori X ini pada karyawan, ia lebih suka menekankan perilakunya pada pemberian perintah dan pengontrolan karena adanya hal yang negatif dari karyawan. Dengan asumsi ini pula, berarti: 1. Manajemen bertanggung jawab terhadap keseluruhan elemen aset perusahaan, uang, peralatan, dan orang dengan daya tarik ekonomi. 2. Dengan asumsi seperti ini, manajemen harus mengarahkan usaha- nya, motivasi, dan mengawasi dan memodifikasi perilaku karyawan. yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. 3. Tanpa intervensi yang aktif oleh manajemen, karyawan akan pasif. Bahkan dalam kasus yang buruk, mereka menolak tujuan organisasi. Kalau ini yang terjadi, mereka perlu dibujuk, diberi ganjaran dan jika perlu dihukum. b. Teori Y Sementara itu, teori Y berasumsi sebaliknya. Menurut teori Y usaha yang bersifat fisik maupun mental karyawan dalam bekerja sebenarnya sebuah sifat yang alami. Bahkan karyawan cenderung menganggapnya sebagai main-main saja.Kontrol yang besifat eksternal dan ancaman hukuman bukanlah satu-satunya acara untuk menghasilkan usaha meraih tujuan orga- nisasi. Karyawan akan mengatur dirinya



sendiri dan berusaha sendiri untuk mencapai tujuan organisasi dan menganggapnya sebagai sebuah komitmen.Derajat komitmen untuk mencapai tujuan selalu proporsional sesuai dengan ganjaran yang terkait dengan pencapaiannya. Dengan asumsi-asumsi teori Y di atas, maka implikasinya pada organisasi dan perilaku manajer adalah: 1. Manajemen bertanggung jawab dengan pengelolaan seluruh elemen yang produktif dari perusahaan.Karyawan pada dasarnya tidak pasif, atau menolak untuk kebutuhan organisasi. Mereka menjadi begitu karena pengalaman mereka di organisasi. 2. Karyawan pada dasarnya tidak pasir, atau menolak untuk kebutuhan organisasi. 3. Motivasi, untuk pengembangan kapasitas untuk bertanggung jawab, dan kesiapan untuk mengarahkan perilaku terhadap tujuan organisasi ada pada karyawan. 2. Model Managerial Grid Seperti namanya, gaya kepemimpinan dilihat dari sebuah grid (jaring-jaring). Di sini, ada yang disebut lima gaya kepemimpinan. Pasangan Robert Blake dan Jane Mouton adalah penemu konsep ini. Kelima gaya ini, merupakan kombinasi dari perhatian pemimpin pada produksi dan perhatian pemimpin pada karyawan. Yang dimaksud dengan perhatian pada produksi bukan saja sikap si manajer terhadap jumlah output produksi. Tapi juga terkait dengan urusan an operasi yang lain dalam arti yang lebih luas. Misalnya tentang kebijakan keputusan, prosedur dan proses operasi, kreativitas dari penelitian dan mutu dan efisiensi pekerjaan. Sementara itu, yang dimaksud dengan perhatian pada karyawan juga dalam arti yang luas. Bukan saja saja soal kondisi kerja atau gaji untuk karyawan, tapi juga soal komitmen atasan atas pencapaian si bawahan, keterlibatan dalam pekerjaan bawahan, pemberian tanggung jawab yang berdasarkan rasa percaya bukan berdasarkan kepatuhan, sampai dengan menjaga kepuasan dalam berhubungan.



D. Pemimpin dan Faktor Situasional Model situasional menyarankan bahwa pemimpin, harus "tahan banting" dengan segala situasi. Kalau seorang pemimpin, dari awal kariernya selalu menghadapi situasi yang "nyaman" tidak ada gejolak, semua berjalan mulus tanpa masalah, memiliki bawahan ber- kualitas tinggi, penuh inisiatif dan berdaya kreasi tinggi, maka dapat di- katakan sang pemimpin "kurang teruji". Sebaliknya, seorang pemimpin yang pernah menghadapi banyak situasi serba berkekurangan, apakah itu soal fasilitas, situasi bisnis, kondisi bawahan, tapi tetap bisa melewatinya dengan sukses barulah kita dapat mengatakan ia seorang pemimpin yang "teruji". Berkaitan dengan pendekatan situasional, ada beberapa konsep yang kerap menjadi rujukan para manajer. Yang pertama adalah model konti- ngensi



(contingency model) dari Fiedler, kemudian model situasional dari Hersey-Blanchard, dan model time driven dari Vroom-Jago (Hellriegel et al., 2007). 1. Model Kontingensi dari Fiedler Fred E. Fiedler beserta para kolega kerjanya sadar benar bahwa se- orang pemimpin harus memperhatikan faktor situasi, di mana kepemi- mpinan itu akhirnya akan teruji serta memiliki keterhubungan dengan interaksi bawahan. Menurut Fiedler, ada tiga dimensi penting dalam pen- dekatanya, yaitu (Hellriegel et al., 2007): a. Kekuatan posisi (position of power). Dimensi ini menjelaskan sejauh mana bedanya kekuatan sebuah posisi dibandingkan sumber ke- kuasaan yang lain seperti kepribadian atau kepakarannya, agar bawa- han mematuhi arahan manajer. Artinya, dengan posisi tertentu sese- orang harus punya otoritas tertentu yang membuat seseorang mau mengikuti arahannya. b. Struktur kerja. Dalam dimensi ini Fiedler menekankan pentingnya kejelasan sebuah pekerjaan karena dapat membuat seseorang me- rasa bertanggung jawab. Tanpa kejelasan pekerjaan, seseorang sulit dituntut pertanggung jawabannya, sementara pekerjaan kelompok juga sulit diidentifikasi sukses atau tidaknya. c. Hubungan atasan dan bawahan. Kekuatan posisi maupun kejelasan struktur kerja, baru bisa efektif bila adanya rasa percaya dari bawahan terhadap si atasan. Dengan adanya kepercayaan pada atasan, barulah bawahan akan mengikuti arahan-arahan si atasan.



2. Model Situational Hersey-Blanchard Gaya kepemimpinan situasional oleh Hersey-Blanchard ini terdiri dari kombinasi dua dimensi, yakni dimensi perilaku atas pekerjaan (task behavior) atau sering juga disebut dengan perilaku pengarahan (directive behavior), dan dimensi perilaku hubungan (relationship behavior) atau yang kerap disebut perilaku dukungan (supportive behavior). Dikatakan directive ketika manajer mengandalkan komunikasi satu arah, hanya memberi tugas, dan memerintah para bawahan tentang apa yang harus dikerjakan (sejalan dengan perhatian pada pekerjaan). Sementara itu, dikatakan supportive ketika atasan mengandalkan komunikasi dua arah. Di samping dua dimensi itu, model kepemimpinan ini juga menun- jukkan bahwa tingkat kesiapan bawahan (follower readiness) menjadi variabel situasi. Tingkat kesiapan inilah yang akan membedakan gaya kepemimpinan yang akan digunakan si manajer. 3. Gaya Kepemimpinan dalam Model Situasional Hersey-Blanchard Dengan kombinasi kedua dimensi tadi, ditambah situasi kesiapan bawahan, gaya kepemimpinan model ini, ditentukan oleh aspek situasional tadi, yaitu tingkat kesiapan mahasiswa. Gaya-gaya itu adalah:



a. Gaya memerintah (telling style): memberikan instruksi jelas, spesi- Gaya memerintah (fik). Biasanya gaya ini sangat tepat untuk mereka tingkat kesiapannya rendah. Misalnya, karyawan baru. Mereka adalah orang yang tidak yakin dengan tindakannya. Ragu untuk berbuat, dan memang keterampilannya terbatas. Jadi, pemimpin harus memberikan instruksi. b. Gaya mengajak (selling style). Di sini, pemimpin sudah mengarahkan, memberi dorongan, dan berkomunikasi dua arah. Pemimpin sadar, bawahannya sekarang adalah orang yang tingkat kesiapannya "lumayan". Pemimpin dapat mulai pelan-pelan membangun keper- cayaan diri si bawahan dengan cara yang penuh ajakan. c. Gaya mendukung (supportive style). Ketika bawahan tingkat kesiapannya sudah lebih baik, maka arahan, sudah bisa dikurangi. Atasan sudah mulai mendukung, mendorong, membantu dan "belakang Pada fase ini bawahan sudah mulai aktif mendengar pemimpin dan dengan tahapan kematangannya yang terus bertambah, ia sudah me miliki inisiatif. d. Gaya mendelegasi (delegating style). Pada fase ini, bawahan sudah sangat slap. la bisa mengerjakan pekerjaan dengan terampil, karena wawasan dan pengalamannya, la memiliki kompetensi, termotivasi, dan mampu mengambil keputusan dengan bijak dan bertanggung jawab. Bawahan sudah bisa tampil lebih mandiri pada berbagai urus an. Pada tingkat seperti ini, praktis atasan dapat mendelegasikan pekerjaannya, sementara ia bisa konsentrasi pada aktivitas lain yang lebih strategis. 4. Model Time Driven Leadership dari Vroom-Jago Jika pada Hersey-Blanchard situasionalnya sangat ditentukan oleh kesiapan bawahan. Pada model time driven ini, situasionalnya berdasar- kan pada tujuh hal, yakni: a. Signifikansi keputusan: sejauh mana pentingnya keputusan yang akan diambil. b. Pentingnya komitmen; sejauh mana pentingnya kehadiran sebuah komitmen untuk sebuah pekerjaan. c. Keahlian pemimpin; tingkat keahlian pemimpin yang akan mena- ngani sebuah pekerjaan bawahannya. d. Keinginan memberikan komitmen; apakah ada keinginan untuk memberikan komitmen dari bawahan. e. Dukungan tim; dari keseluruhan anggota tim, berapa banyak yang mendukung. Apakah hanya ada beberapa orang saja, sebagian atau seluruhnya? f. Keahlian tim; selain soal keahlian pemimpin, situasinya juga ditentukan oleh keahlian anggota tim. Dalam beberapa hal, akan terlihat beberapa kemiripan dengan model situasional Hersey-Blanchard. Ketujuh hal itu adalah:



a) Decide style. Orang yang "decisive", tegas yakin dengan keputusannya. Sekali ia memutuskan, ia yakin bahwa apa yang diputuskannya. b) Consult individually style. Pemimpin mencoba mencari informasi tentang satu masalah dengan mendengarkan anggota kelompok satuper satu (secara individual). Dari situ, ia memutuskan. c) Consult team style. Pemimpin, mencoba mencari informasi lewat kelompok. Namun tetap saja akhirnya ia yang memutuskan. d) Facilitate style. Pemimpin mencoba memberikan dorongan, kesempatan, dan fasilitas agar bawahan bekerja. Ia menjadi penyelaras, moderator, penyedia data, tapi yang memutuskan dan menjalankan tetap bawahan/tim. Bisa dibilang, gaya kepemimpinan seperti ini bisa dibilang orang di belakang layar. e) Delegate style. Ini saatnya pemimpin membiarkan para bawahan/ timnya mengambil keputusan. Tim yang mengidentifikasi, diagnosis masalah dan mengembangkan alternatif keputusan, sekaligus memi lihnya. E. KESIMPULAN Terlepas dari perdebatan apakah pemimpin itu dilahirkan, dengan serangkaian sifat dasar yang berasal dari genetika, atau dapat dibentuk oleh situasi dan pelatihan-pelatihan, pemimpin punya perilaku tertentu dan situasi tertentu. Bab ini membahas konsep dasar kepemimpinan dari sudut perilaku yang dijalankan pemimpin dengan menunjukkan teori X dan teori Y dari McGregor. Juga tentang konsep managerial grid, di mana pemimpin akan berperilaku berdasarkan dua sumbu, yakni fokus pada produksi atau fokus pada karyawan. Perilaku kepemimpinan ternyata bukanlah resep yang bisa digunakan untuk setiap situasi. Faktor situasi seperti soal kematangan bawah- an, menuntut pemimpin menggunakan pendekatan yang berbeda. Ini dijelaskan dengan baik dalam model kepemimpinan situasional dari Hersey-Blanchard. Menurut mereka, tergantung kemapanan karyawan, pemimpin bisa menggunakan pendekatan telling, selling, supporting, dan delegating. Dengan cara yang sama, Vroom-Jago juga menawarkan pen- dekatan situasional. Pemimpin dapat menggunakan gaya yang berbeda, seperti consult, decide, facilitate, atau delegate, tergantung keadaan. Mi- salnya, keadaan signifikansi keputusan, keahlian atasan, keahlian tim, atau pentingnya konsumen.