LP TB Peritonitis Anisa Nuri K [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PERITONITIS TB DI RUANG DAHLIA 3 RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA



Disusun oleh: Anisa Nuri Kurniasari 15/390621/KU/18342



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2016 KONSEP DASAR PERITONITIS TB A. DEFINISI Peritonitis tuberculosis adalah peradangan peritoneum yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Biasanya merupakan kelanjutan proses tiuberculosis di tempat lain, terutama paru-paru.



Penyakit ini merupakan tuberculosis yang jarang, namun demikian merupakan salah satu penyebab peritonitis yang penting. Karena perjalanan penyakitnya perlahan-lahan, serta gejalanya yang tidak jelas, sering kali penyakit ini dikira sebagai neoplasma atau asites karena sirosis hati. Secara primer dapat terjadi karena penyebaran dari focus di paru, intestin atau saluran kemih. B. ETIOLOGI Penyebab dari Peritonitis Tuberculosis adalah mycobacterium tuberculosis. Pada umumnya peritonitis tuberculosis merupakan keadaan akibat adanya proses tuberculosis di tempat lain, terutama paru-paru. Namun demikian, sering juga dilaporkan bahwa sewaktu diagnosis peritonitis tuberculosis ditegakkan ternyata proses tuberculosis di paru sudah menyembuh atau tidak ada lagi. Hal ini mungkin terjadi oleh karena proses tuberculosis di paru dapat menyembuh dengan sendirinya walaupun sebenarnya di tempat lain masih terdapat penyebaran. Pada kebanyakan kasus peritonitis tuberculosis, penyebarannya tidak secara langsung berlanjut (kontinu) dari alat sekitarnya, tetapi lebih sering disebabkan karena reaktivitas proses laten yang terdapat di peritoneum yang diperoleh sewaktu terjadi penyebaran hematogen dari proses primer terdahulu. Oleh karena itu banyak kasus peritonitis tuberculosis tanpa ditemui ada kelainan di paru-paru Sebaliknya bisa juga terjadi peritonitis tuberculosis pada kejadian penyebaran hematogen atau proses tuberculosis milier. Pada sebagian kecil selain terjadi



melalui penyebaran hematogen dapat juga melalui penyebaran langsung



tuberculosis usus, tuberculosis alat genitalia interna atau akibat pecahnya kelenjar linfe mesentrium yang mengalami perkejuan. C. TANDA DAN GEJALA Gejala klinis bervariasi. Pada umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-lahan, sering penderita tidak menyadari keadaan ini. Pada lebih 70% kasus ditemukan keluhan yang berlangsung lebih dari empat bulan. Keluhan yang paling sering adalah adanya nyeri pada perut, pembengkakan perut, tidak nafsu makan, batuk, demam, kelemahan, berat badan menurun dan distensi abdomen. Sedangkan dari hasil penelitian terhadap 30 kasus penderita peritonitis tuberculosis yang dirawat di rumah sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, antara tahun 1975 sampai dengan tahun 1979 ditemukan keluhan sebagai berikut: sakit perut 57 %, pembengkakan perut 50 %,



batuk 40 %, demam 30 %, anoreksia 30 % keringat malam 26 %, kelelahan 23 %, berat badan menurun 23 %, mencret 20 %. Keluhan yang berasal dari saluran cerna seperti sakit perut, mencret dan lain-lain berhubungan dengan ada tidaknya proses dalam usus atau adanya perlengketan antara usus dengan peritoneum atau usus dengan usus. Jika perlengketan begitu hebat dapat terjadi penggumpalan sehingga jalan makanan terganggu dan terjadi gejala illeus obstruktif. Pada pemeriksaan jasmani gejala yang sering dijumpai adalah asites, demam, pembengkakan perut, nyeri perut, pucat dan kelelahan, tergantung lamanya keluhan. Keadaan umum pasien bisa masih cukup baik sampai keadaan kurus dan kahexia, pada wanita sering dijumpai tuberkulosa peritoneum disertai oleh proses tuberculosis pada ovarium atau tuba, sehingga pada alat genital bisa ditemukan tanda-tanda peradangan yang sering sukar dibedakan dengan kista ovari.



D. PATOFISIOLOGI Ketika kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara yang dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang tracheo-bronkhial beserta gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman tetap menempel pada alveoli kemudian baksil berkembang. Reaksi permukaan yang disebabkan oleh baksil tersebut adalah reaksi inflamasi, leukosit polimorfonuklear berusaha memfagositosis bakteri tersebut, tetapi organisme tersebut tidak dapat dimatikan. Sesudah hari-hari pertama terjadi perubahan yaitu leukosit diganti oleh makrofag, ia tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini dapat terjadi di bagian jaringan paru mana saja. Dari sarang primer timbul peradangan saluran getah bening menjadi hilus, dan juga diikuti peradangan getah bening (KGB) hilus hingga menjadi kompleks primer, kompleks primer ini dapat langsung berkomplikasi dan menyebar secara limfogen dan hematogen ke organ tubuh lainnya, atau bersifat dormant. Kuman yang dormant dapat muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa. Tuberculosis ini dapat dimulai dengan sarang dini di region atas paru-paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior). Invasi pada daerah parenkim paru-paru sarang dini



mula-mula berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam waktu 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel, yaitu suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-langhans (sel besar dengan banyak luti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat. Sarang dini ini kemudian meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan di sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis dan lembek membentuk jaringan keju, bila jaringan keju dibatukkan akan terjadi kavitas yang berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik. Kavitas ini meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia. Karena timbulnya peradangan saluran getah bening dan limfadenitis (pembesaran kelenjar getah bening). Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah yang disebut dengan penyebaran limphohematogen. Penyebaran secara hematogen merupakan suatu pneumonia akut yang menyebabkan tuberculosis milier. Karena pada peritoneum banyak mengandung pembuluh-pembuluh darah maka tuberculosis dapat berkembang di daerah ini. Tuberkel pada daerah peritoneum sering ditemukan, kecil-kecil berwarna putih kekuningkuningan tampak menyebar di peritoneum atau pada alat-alat tubuh yang berada di dalam rongga peritoneum. Selain tuberkel yang kecil terdapat juga tuberkel yang besar. Di sekitar tuberkel terdapat reaksi jaringan peritoneum berupa kongesti pembuluh darah. Eksudat dapat terbentuk banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum sehingga merubah dinding perut menjadi tegang. E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1) Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada yang khas:  Leukosit meningkat, kadang-kadang lebih dari 20.000/UL;  Thrombosit meningkat, menunjukkan hemikonsentrasi;  Laju Endap Darah (LED) pada umumnya meninggi, jarang ditemukan yang normal;  Protein/albumin serum menurun karena perpindahan cairan. 2) Pemeriksaan penunjang diagnosis  Pemeriksaan rontgen Pemeriksaan sinar tembus pada saluran pencernaan dapat membantu jika terdapat 



kelainan pada usus kecil atau usus besar. Biopsy peritoneum Biopsy peritoneum merupakan cara yang paling sering digunakan untuk menegakkan diagnosis. Cara ini sederhana dan mudah dikerjakan. Dahulu digunakan jarum VIM silverman, seperti pada biopsy jaringan pleura, kemudian jarum Abram dan cope.







Peritoneoskopi Pemeriksaan peritoneoskopi merupakan pemeriksaan yang sederhana dan aman jika dilakukan secara hati-hati. Dengan cara ini, biopsy dapat dilakukan dengan terarah, juga dapat melihat langsung adanya kelainan di dalam peritoneum serta organ-organ lain di dalam rongga peritoneum. Gambaran yang dapat dilihat pada peritonitis tuberculosis ialah: a. Tuberkel-tuberkel kecil atau besar yang terdapat pada dinding peritoneum atau pada organ lain di dalam rongga peritoneum seperti hati, ligamentum, omentum atau usus. b. Perlengketan diantara usus, oemntum, hati, kantung empedu dan peritoneum. c. Penebalan peritoneum. d. Adanya cairan eksudat atau cairan yang keruh seperti nanah. Mungkin juga warna eksudat kemerahan bercampur darah (serosanguineus). Biopsy dapat ditujukan kepada tuberkel secara terarah atau pada jaringan lainnya yang tersangka mengalami kelainan dengan menggunakan alat biopsy khusus dan sekaligus cairan dapat dikeluarkan. Walaupun pada umumnya gambaran peritoneoskopi peritonitis tuberculosis dapat dikenal dengan mudah, namun gambarannya bisa menyerupai penyakit lain seperti peritonitis karsinomatis, karena itu pengobatan sebaiknya diberikan jika hasil pemeriksaan patologi anatomis menyokong suatu peritonitis tuberculosis. Adanya jaringan perlengketan yang luas akan merupakan hambatan dan kesulitan dalam memasukkan trokar dan lebih lanjut ruangan yang sempit di dalam rongga abdomen juga menyulitkan pemeriksaan.







Laparotomi Laparotomi eksplorasi dahulu merupakan tindakan diagnostik yang sering dikerjakan. Hughes malahan menganggap cara ini merupakan cara diagnostik yang paling baik. Pembedahan dilakukan, jika cara-cara lain yang lebih sederhana tidak memberikan kepastian diagnosa jika dijumpai adanya indikasi yang mendesak seperti obstruksi usus.



F. DAMPAK



PENYAKIT



PERITONITIS



TUBERKULOSIS



TERHADAP



KEBUTUHAN DASAR MANUSIA 1.



Kebutuhan Nutrisi Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan diakibatkan karena adanya nyeri pada abdomen kuadran atas sehingga mengakibatkan tirah baring serta adanya peradangan pada peritoneum mengakibatkan penurunan/peningkatan peristaltic usus



merangsang pengeluaran gastrin yang dapat merangsang vomiting center sehingga timbul anoreksia dan mual. 2.



Eliminasi Pola eliminasi terganggu dapat disebabkan karena adanya proses dalam usus atau adanya perlengketan dalam usus, sehingga terjadinya penurunan peristaltic usus sampai terjadi gejala ileus obstruktif sehingga menurunkan reflek defekasi dan terjadilah kesulitan BAB sampai konstipasi.



3.



Aktivitas sehari-hari (ADL) Dengan adanya rasa sakit di daerah perut kuadran atas mengakibatkan pola aktivitas terganggu dan menurunnya metabolisme glukosa dan pembentukan Adenosin Tri Pospat (ATP) sehingga energi yang dihasilkan kurang dan menyebabkan kelemahan fisik.



4.



Pola tidur Gangguan pola tidur dapat terjadi dihubungkan dengan rasa nyeri di perut kuadran atas dan pergerakan tubuh waktu tidur yang dapat menimbulkan penekanan pada daerah abdomen yang sakit.



5.



Personal hygiene Hal ini dihubungkan dengan ketidakmampuan melakukan aktivitas akibat kelemahan fisik.



6.



Rasa nyaman Terjadinya peradangan pada peritoneum menimbulkan rangsangan pada serabut saraf untuk mengeluarkan enzim bradikinin dan serotonin sehingga nyeri dipersepsikan.



7.



Kecemasan Hal ini dapat terjadi sebagai akibat langsung dari kurangnya pengetahuan serta pemahaman tentang penyakit serta procedur penanganan atau tindakan yang dilakukan pada klien.



G. ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a) Pengkajian data dasar



1. Data demografi klien meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, suku bangsa dan pendidikan. Data ini penting untuk mendapatkan gambaran tentang kemungkinan factor predisposisi timbulnya masalah keperawatan peritonitis tuberculosis. 2. Riwayat kesehatan sekarang Kaji mengenai tanda dan gejala yang muncul pada penyakit peritonitis tuberculosis: nyeri pada perut, pembengkakan perut, tidak nafsu makan. Batuk, demam, kelemahan, distensi abdomen. 3. Dapatkan sumber penularan Karena penyakit peritonitis tuberculosis merupakan awalnya dari penyakit tuberculosis, maka dapat disebabkan oleh tuberculosis kontak dengan penderita yang lain, maka untuk sumber penularan harus dikaji: o Riwayat peritonitis tuberculosis klien/keluarga o Riwayat anggota keluarga yang mengalami penyakit tuberculosis paru. o Riwayat kesehatan klien dahulu, apakah pernah mengalami TBC paru sebelumnya. o Riwayat lamanya kontak dengan penderita o Kebiasaan klien membuang dahak sembarangan o Riwayat pengobatan penyakit TBC paru. b) Kaji manifestasi klinik terhadap: 1. Biologis o Nutrisi Dengan adanya peradangan mengakibatkan perubahan metabolisme di dalam tubuh, maka harus dikaji kualitas dan kualitas nutrisi. Kondisi yang menghambat pemasukan nutrisi (mual, muntah, anoreksia), penurunan berat badan. o Eliminasi Frekuensi dan kuantitas urine dan faeces. Digali juga mengenai hambatan yang menyertai, apakah terjadi perubahan warna urine, jumlah ataupun frekkuensi. o Keseimbangan cairan dan sirkulasi Perlu dikaji pada peritonitis tuberculosis adalah ascites karena adanya perpindahan cairan dari ekstraseluler, intravaskuler, dan area interstitial ke dalam usus atau area peritoneal, adanya muntah atau secara medik cairan dibatasi, demam. o Aktivitas/istirahat Pola, kelemahan, hambatan, kebiasaan, malaise umum sehubungan dengan hambatan dalam metabolisme atau rasa nyeri yang mengganggu. o Personal hygiene Mengkaji kemandirian dan tingkat pemenuhan kebutuhan personal hygiene yang juga dihubungkan dengan rasa sakit di perut kuadran atas.



c) Lakukan pemeriksaan fisik Metode yang dapat dilakukan adalah inspeksi, palpasi, perkusi dan aulkutasi (IPPA). Khusus untuk sistem perncernaan maka metode yang digunakan adalah inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi (IAPP), cara pemeriksaannya dengan head – to – toe, ROS (Review of System). Berikut adalah bagian-bagian dari pemeriksaan fisik. o Sistem neurology Kaji kesadaran (melalui penilaian GCS), reflek fisiologis tubuh, daya orientasi (tempat, orang, waktu), daya ingat. o Sistem respirasi Yang harus dikaji paling utama adalah pola napas dan frekuensi napas karena dengan penyakit tuberculosis yang sedang aktif disertai dengan batuk yang produktif, adanya sumbatan jalan napas. o Sistem kardiovaskuler Dari sistem ini pengkajian yang dilakukan berhubungan dengan peritonitis tuberculosis adalah tekanan darah, biasanya systole dibawah 90 mmHg, keadaan yang terus menurun kemungkinan terjadinya syok hipovolemik. Nadi lebih dari 120 x/menit, apakah ada perubahan tekanan vena jugularis. o Sistem gastrointestinal Pengkajian pada sistem ini merupakan data focus yang harus dikaji lebih teliti dan tepat. Data yang harus dikaji meliputi : a.Mulut dan gigi Bentuk, kebersihan, kesulitan menelan, warna mukosa, bibir, proses mengunyah , sensasi rasa. b. Abdomen Secara umum pemeriksaan fisik yang harus dilakukan untuk klien peritonitis tuberculosis yaitu : adanya distensi abdomen, peristaltic pada mula-mula meningkat dan lama kelamaan menjadi menurun. Kadang terjadi ileus obstruktif, nyeri tekan pada waktu palpasi, abdomen teraba seperti adonan kue atau tegang, adanya pembengkakan pada perut atau asites. c.Hati dan limfa Pada peritonitis tuberculosis karena riwayat pengobatan penyakit tuberculosis paru dengan pengobatan isoniazid dapat mempengaruhi pada faal hati yang kadang disertai dengan hepatomegali. d. Rectum Apakah ada hambatan daerah rectum (hemoroid, fistula dsb), keluhan nyeri yang menyertai hal tersebut harus pula dikaji. o Sistem genitourinaria Pengkajian yang berhubungan dengan peritonitis tuberculosis adalah adanya perubahan haluaran urine menjadi menurun, perubahan warna urine menjadi



gelap dan pekat, sebagai salahsatu tanda terjadinya kekurangan volume cairan pada klien. o Sistem musculoskeletal Yang dikaji adalah dari sikap berjalan pada klien peritonitis tuberculosis. Prgerakan sendi berhubungan dengan rasa nyeri di bagian perut kuadran atas. o Sistem endokrin Adakah kelainan endokrin lain yang memperberat kondisi klien. o Sistem integument Harus dikaji perubahan warna kulit kemerahan, kering dan hangat yang menandakan adanya septicemia. Terjadinya perubahan menjadi pucat lembab, dingin dan sianosis merupakan tanda-tanda terjadinya syok hypovolemik. o Kaji data psikologis dan lingkungan o Kaji tentang penampilan, status emosi, konsep diri, kecemasan dalam menghadapi penyakit yang dideritanya termasuk interaksi social selama masa perawatan. o Kaji data tentang keyakinan spiritual Bagaimana klien menghadapi



penyakitnya



dihubungkan



dengan



agama/kepercayaan yang dianutnya. o Kaji tentang kondisi dan pemahaman tentang pemeriksaan diagnostik serta rencana tindakan yang akan dilakukan sehubungan dengan penyakit yang dideritanya. 2. PERUMUSAN DIAGNOSA Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan peritonitis tuberculosis adalah : Nyeri akut berhubungan dengan peradangan peritoneum perifer (toksin), akumulasi cairan dalam rongga abdomen/peritoneal (distensi abdomen), trauma jaringan. Ketidaks eimbangan nutrisi :kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual/muntah, disfungsi usus, peningkatan kebutuhan metabolic, anoreksia. Kekuran gan volume cairan (kehilangan aktif) berhubungan dengan perpindahan cairan dari ekstraseluler, intravaskuler, dan area interstitial ke dalam usus dan/atau area peritoneal, muntah, aspirasi NGT/usus, demam, secara medik cairan dibatasi.



Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan primer (kulit rusak, trauma jaringan, gangguan peristaltic) tidak kuat pertahanan sekunder (penekanan imunologi), prosedur invasive. Cemas berhubungan dengan krisis situasi, factor fisiologis.



3. PERUMUSAN NOC DAN NIC a. Nyeri akut berhubungan dengan : Peradangan peritoneum perifer (toksin), akumulasi cairan dalam rongga abdomen/peritoneal (distensi abdomen), trauma jaringan. Kriteria evaluasi : a)



Laporan nyeri hilang



b)



Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi, metode lain untuk meningkatkan kenyamanan



c)



Penurunan skala nyeri



Tindakan/intervensi



Rasional



Kaji ulang tingkat nyeri klien, lokasi, lama, Adanya perubahan dalam lokasi, intensitas dan karakteristiknya (0-5)



intensitas



dapat



menunjukkan



terjadinya komplikasi Kaji adanya keluhan nyeri secara verbal maupun non verbal



Adanya



keluhan



secara



verbal



non



verbal



dapat



maupun



menentukan sejauh mana nyeri dapat



mempengaruhi



kebutuhannya serta menentukan intervensi yang dibutuhkan oleh klien Mengurangi gravitasi



adanya dan



meminimalkan Pertahankan posisi yang nyaman bagi klien



tekanan membantu



nyeri



karena



gerakan yang berlebihan Merupakan metode dengan cara



mengalihkan perhatian klien pada hal-hal lain sehingga klien akan lupa terhadap nyeri yang dialami Sel-sel Ajarkan pada klien tentang teknik distraksi nyeri



reseptor



yang



menerima



stimuli nyeri peripheral dihambat oleh stimulasi dari serebral saraf yang lain, Karena pesan-pesan nyeri menjadi lambat. Prutis spina cord yang mengontrol jumlah input ke otak menutup



Lakukan teknik “gate control”



Keadaan otot-otot yang relaks dapat mengurangi



ketergangan



saraf



dapat



nyeri.



yang



pada



merangsang



Keadaan



yang



menyenangkan dapat merangsang pengeluaran endorphin Analgetika mengurangi nyeri dengan Ajarkan



teknik



relaksasi



yang



tepat



cara menekan saraf pusat pada thalamus dan cortex



dilakukan Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik



b. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual/muntah, disfungsi usus, peningkatan kebutuhan metabolic, anoreksia. Kriteria evaluasi : a)



Adanya peningkatan nafsu makan



b)



Mempertahankan dan meningkatkan berat badan



c)



Adanya peningkatan porsi makan



d)



Adanya perbaikan peristaltic usus



Tindakan/intervensi



Rasional



Awasi haluaran slang NG. Catat adanya Jumlah besar dari aspirasi gaster dan muntah/diare.



muntah/diare obstruksi



diduga usus,



terjadi



memerlukan



evaluasi lanjut Meskipun bising usus sering tak ada, Auskultasi bising usus, catat bunyi tak ada/hiperaktif



inflamasi/iritasi menyertai



usus



dapat



hiperaktivitas



usus,



penurunan absorpsi air dan diare



Ukur lingkar abdomen



Memberikan



bukti



kuantitas



perubahan



distensi



gaster/usus



dan/atau akumulasi asites Kemajuan diet yang hati-hati saat masukan



nutrisi



dimulai



lagi



menurunkan risiko iritasi gaster Tambahkan diet sesuai toleransi, contoh cairan jernih sampai lembut.



Kehilangan/peningkatan



dini



menunjukkan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut diduga ada



Timbang berat badan bila memungkinkan



deficit nutrisi Pemahaman dan penjelasan yang tepat pada klien tentang nutrisi dapat meningkatkan kemampuan klien dalam pemenuhan nutrisi



Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat



Porsi



kecil



dapat



mengurangi



lamanya transit yang terlalu lama pada



lambung



menimbulkan



rasa



yang mual



akan dan



tegang pada lambung. Dengan porsi sering akan tetap memenuhi Berikan pada klien untuk makan porsi kecil tapi sering (PKTS)



kebutuhan nutrisi Adanya



keadaan



yang



tidak



menyenangkan dapat mengganggu dan menurunkan nafsu makan pada klien Air



hangat



dapat



merangsang



peristaltic usus sehingga dapat meningkatkan nafsu makan pada klien dan mengurangi perasaan Pertahankan



lingkungan



yang



nyaman



selama klien makan



mual Jenis antasida dapat mengurangi pengeluaran HCl yang berlebihan yang dapat mengurangi rasa mual dan nyeri.



Anjurkan untuk minum air hangat sebelum klien makan Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antasida c. Kekurangan



volume



cairan



(kehilangan



aktif)



berhubungan



dengan



perpindahan cairan dari ekstraseluler, intravaskuler, dan area interstitial ke dalam usus dan/atau area peritoneal, muntah, aspirasi NGT/usus, demam, secara medik cairan dibatasi. Kriteria evaluasi : a) Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan : haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal b) Tanda-tanda vital stabil c) Membrane mukosa lembab d) Turgor kulit baik e) Pengisian kapiler meningkat f) Berat badan dalam rentang normal.



Tindakan/intervensi



Rasional



Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi Membantu dalam evaluasi derajat (termasuk



perubahan



postural),



deficit



cairan/keefektifan



takikardia, takipnea, demam. Ukur



penggantian terapi cairan dan



CVP bila ada



respon terhadap pengobatan



Pertahankan masukan dan haluaran yang Menunjukkan akurat dan hubungkan dengan berat



keseluruhan.



badan



mungkin



harian.



Termasuk



pengukuran/perkiraan



kehilangan



contoh



penghisapan



gster,



drain,



status



hidrasi



Keluaran menurun



hipovolemia



dan



urine pada



penurunan



perfusi ginjal, tetapi bert badan



balutan, hemovac, keringat, lingkar



masih meningkat,



abdomen



adanya



edema



Kehilangan gaster



menunjukkan jaringan/asites.



dari



mungkin



banyaknya



penghisapan besar,



cairan



dan



tertampung



pada usus dan area peritoneal (asites) Menunjukkan status hidrasi dan perubahan pada fungsi ginjal, Ukur berat jenis urine



yang mewaspadakan terjadinya gagal ginjal akut pada respon terhadap



hipovolemia,



mempengaruhi toksin. Hipovolemia, perpindahan cairan, dan



kekurangan



memperburuk



turgor



nutrisi kulit,



menambah edema jaringan Observasi kulit/membrane mukosa untuk Menurunkan rangsangan pada gaster kekeringan,



turgor.



Catat



edema



perifer/sacral.



dan respons muntah. Jaringan



edema



gangguan Hilangkan



tanda



bahaya/bau



dari



dan



adanya



sirkulasi



cenderung



merusak kulit.



lingkungan. Batasi pemasukan es batu. Ubah



posisi



dengan



sering,



berikan Memberikan



informasi



tentang



perawatan kulit dengan sering, dan



hidrasi, fungsi organ. Berbagai



pertahankan tempat tidur kering dan



bentuk



dengan



bebas lipatan.



tertentu



pada



Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh Hb/Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, kreatinin.



mungkin



konsekuensi



fungsi



sebagai



sistemik



akibat



dari



perpindahan cairan, hipovolemia, hipoksemia,



toksin



dalam



sirkulasi, dan produk jaringan nekrotik. Mengisi/mempertahankan sirkulasi



dan



elektrolit.



volume



keseimbangan



Koloid



darah)membantu



(plasma,



menggerakkan



air ke dalam area intravaskuler



Berikan plasma/darah, cairan, elektrolit, diuretic sesuai indikasi



dengan



meningkatkan



tekanan



osmotic.



Diuretic



mungkin



digunakan



untuk



pengeluran



membantu



toksin



dan



meningkatkan fungsi ginjal.



d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan primer (kulit rusak, trauma jaringan, gangguan peristaltic) tidak kuat pertahanan sekunder (penekanan imunologi), prosedur invasive. Kriteria evaluasi : a) meningkatnya penyembuhan pada waktunya



b) bebas drainage purulen atau eritema c) tidak demam d) Menyatakan pemahaman penyebab individu/factor resiko



Tindakan/intervensi



Rasional



Catat factor risiko individu contoh trauma Mempengaruhi pilihan intervensi abdomen,



apendisitis



akut,



dialisa



peritoneal Kaji tanda vital dengan sering, catat tidak membaiknya hipotensi,



atau



penurunan



berlanjutnya Tanda adanya syok septic, endotoksin tekanan



nadi,



takikardia, demam, takipnea.



sirkulais



menyebabkan



vasodilatasi, kehilangan cairan dan sirkulasi, dan rendahnya status curh jantung



Catat perubahan status mental (contoh bingung, pingsan)



Hipoksemia, hipotensi dan asidosis dapat menyebabkan penyimpangan status mental



Catat warna kulit, suhu, kelembaban



Hangat, adalaj



kemerahan, tanda



kulit



dini



kering



septicemia.



Selanjutnya manifestasi termasuk dingin, kulit pucat lembab dan sianosis sebagai tanda syok Oliguria



terjadi



sebagai



akibat



penurunan perfusi ginjal, toksin Awasi haluaran urine



dalam



sirkulasi



mempengaruhi



antibiotik Memberikan informasi tentang status infeksi Mencegah penyebaran, membatasi Obserbvasi drainase pada luka/drein



pertumbuhan bakteri pada traktus



urinarius Pertahankan



teknik



steril



bila



pasien Menurunkan



risiko



terpajan



dipasang kateter, berikan perawatan



pada/menambah infeksi sekunder



kateter /kebersihan perineal rutin



pada



Awasi/batasi pengunjung dan staf sesuai



pasien



yang



mengalami



tekanan imun



kebutuhan. Berikan perlindungan isolasi Dilakukan untuk membuang cairan bila diindikasikan



dan



untuk



mengidentifikasi



organisme infeksi sehingga terapi antibiotik Bantu



dalam



aspirasi



peritoneal,



bila



yang



tepat



dapat



diberikan



diindikasikan e. Cemas berhubungan dengan krisis situasi, factor fisiologis. Kriteria evaluasi : a) menyatakan kesadaran terhadap perasaan dan cara yang sehat untuk menghadapi masalah b) melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani c) tampak rileks Tindakan/intervensi



Rasional



Jelaskan pada klien setiap tindakan Pemberian pengobatan yang akan dilakukan



informasi



sebelum



dilakukan tindakan pengobatan yang



akan



dilakukan



dapat



meningkatkan pemahaman pada klien



tentang



pengobatan



pentingnya



yang



dilakukan,



sehingga klien merasa tenang Dengan



pengungkapan



secara



verbal maupun nonverbal dalam Berikan kesempatan pada klien untuk mengekspresikan yang dialaminya



perasaan



cemas



mengungkapkan dapat



rasa



mengurangi



cemas perasaan



cemas yang dialaminya Dengan banyaknya kontak dengan



petugas



kesehatan



dapat



memberikan perasaan bahwa dirinya diprhatikan oleh petugas Lakukan kontak yang sering dengan klien dan dampingi klien pada saat cemas



kesehatan Dengan perhatian dari keluarga memberikan



efek



psikologis



rasa tenang dan nyaman



Anjurkan pada keluarga untuk tetap mendampingi dan terus menemani klien dan tidak membiarkan klien sendirian DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, vol 1, EGC, Jakarta. Johnson, M. Maas, M and Moorhead, S. 1999. Nursing Outcomes Classifications (NOC). Second Edition. IOWA Outcomes Project. Mosby-Year Book, Inc. St.Louis, Missouri. McCloskey, J.C and Bulechek, G.M. 1996. Nursing Intervention Classifications (NIC). Second Edition. IOWA Interventions Project. Mosby-Year Book, Inc. St.Louis, Missouri. North American Nursing Diagnosis Association. 2001. Nursing Diagnosis : Definition and Classification 2001-2002. NANDA International. Philadelphia. Syamsuhidayat,R dan Wim,de Jong, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi ke-2, EGC, Jakarta.