PBL Imun TBC [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makassar, 26 Juli 2019 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA BLOK IMUNOLOGI DAN HEMATOLOGI



LAPORAN TUTORIAL MODUL 1 BLOK IMUNOLOGI “SKENARIO 2”



DISUSUN OLEH KELOMPOK 7 PBL TUTOR: dr. Iin Widyaningsih



NITA BONITA



(11020180003)



ANJANI BERLIANA ALITU



(11020180009)



AMELIA RAMADHANTY DEFIANDA



(11020180012)



AL MUTAALI BASRI



(11020180016)



KARMITA



(11020180018)



RAHMAT PRAYOGI NIODE



(11020180020)



ANDI ISYRAF MA’ARIF



(11020180026) 0



AMIRAH MARDHIYAH



(11020180053)



NURUL AZIZAH SUWARSA



(11020180066)



A. MUH. RISAL



(11020180107)



MODUL IMUNOLOGI



Modul ini adalah bagian proses pembelajaran pada Blok Immunlogi dan Hematologi yang disajikan pada semester II dengan berfokus pada materi Imunologi. Dengan tujuan mahasiswa dapat memahami konsep dasar gejala penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan respon imunologi Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan semua aspek Imunologi tentang gejala dan kelainan pada kasus-kasus yang diberikan seperti penyebab dan patomekanisme kelainan, proses imunologi kerusakan jaringan, dan pendekatan lain yang dibutuhkan untuk penatalaksanaan kasus. Sebelum menggunakan modul ini,



tutor dan mahasiswa diharapkan



membaca TIU dan TIK tersebut sehingga pada diskusi tidak terjadi penyimpangan



dari tujuan serta



tercapainya kompetensi minimal yang



diharapkan. Bahan untuk diskusi dapat diperoleh dari bacaan yang tercatum pada



modul. Kuliah pakar akan diberikan dalam kelas tatap muka, diskusi



kelompok maupun diskusi panel.



Makassar, Juni 2018



1



Tim Penyusun



Tujuan Instruksional Umum (TIU) TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah selesai mempelajari modul ini



mahasiswa diharapkan dapat



menjelaskan mekanisme imunologi dari kasus / kelainan yang dikeluhkan mulai dari penyebab, patomekanisme reaksi yang bersangkutan, terutama imunopatogenesis terjadinya reaksi ini, kerusakan jaringan, tanda dan gejala yang ditemukan, serta penatalaksanaan kasus yang bersangkutan.



Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat : Memahami dan Menjelaskan konsep dasar imunologi Memahami peranan antigen, antibodi dan mekanisme respon imun pada kasus Menjelaskan peranan organ-organ imun yang berperan dalam reaksi imunologik Menjelaskan proses inflamasi yang terjadi pada jaringan Menjelaskan peranan perangkat imunologik yang terlibat dalam kelainan Memahami dan menjelaskan mekanisme imunopatogenesis pada kasus Menjelaskan mekanisme imunologi dari tanda dan gejala yang dikeluhkan Menjelaskan patomekanisme dan patofisiologi reaksi imunologik pada kasus Menjelaskan penatalaksanaan untuk penanganan kasus imunologik



2



Menjelaskan dan membangun hasil pemeriksaan yang ditemukan



serta



pemeriksaan penunjang. Menjelaskan faktor penyulit (komplikasi) pada kasus Menjelaskan cara pengobatan imunologi pada kasus



TUGAS MAHASISWA



Setelah membaca dengan teliti scenario diatas, anda harus mendiskusikannya dalam satu kelompok diskusi yang terdiri dari 12 – 15 orang, dipimpin oleh seorang ketua dan sekretaris yang dipilih oleh kelompok anda sendiri. Ketua dan sekretaris ini sebaiknya berganti-ganti pada setiap kali diskusi. Diskusi kelompok ini bisa dipimpin oleh tutor atau secara mandiri. Melakukan aktivitas pembelajaran individual diperpustakaan dengan menggunakan buku ajar, majalah, slide, tape atau video dan internet untuk mencari informasi tambahan. Melakukan diskusi kelompok mandiri (tanpa tutor), melakukan curah pendapat bebas antar anggota kelompok untuk menganalisa atau mensintesa informasi dalam menyelesaikan masalah. Melakukan penilaian atas pelaksanaan tutorial pada umumnya dan kinerja tutor. Melakukan penilaian atas kinerja mahasiswa lain dalam kelompoknya.



3



Berkonsultasi pada narasumber yang ahli pada permasalahan dimaksud untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam (tanya pakar). Mengikuti kuliah khusus (kuliah pakar) dalam kelas untuk masalah yang belum jelas atau tidak ditemukan jawabannya. Melakukan praktikum di laboratorium biokimia, histologi., patologi klinik, patologi anatomi dan mikrobiologi/immunologi.



PROSES PEMECAHAN MASALAH



Dalam diskusi kelompok dengan menggunakan metode curah pendapat, mahasiswa diharapkan memecahkan problem yang terdapat dalam skenario ini, yaitu dengan mengikuti 7 langkah penyelesaian masalah di bawah ini: Klarifikasi istilah yang tidak jelas dalam scenario di atas, dan tentukan kata/ kalimat kunci skenario diatas. Identifikasi problem dasar scenario diatas dengan, dengan membuat beberapa pertanyaan penting. Analisa problem-problem tersebut dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas. Klasifikasikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. Tentukan tujuan pembelajaran yang ingindi capai oleh mahasiswa atas kasus tersebut diatas.



4



Cari informasi tambahan tentang kasus diatas dari luar kelompok tatap muka. Langkah 6 dilakukan dengan belajar mandiri. Laporkan hasil diskusi dan sistesis informasi-informasi yang baru ditemukan. Langkah 7 dilakukan dalm kelompok diskusi dengan tutor.



Penjelasan : Bila dari hasil evaluasi laporan kelompok ternyata masih ada informasi yang diperlukan untuk sampai pada kesimpulan akhir, maka proses 6 bisa diulangi, dan selanjutnya dilakukan lagi langkah 7. Kedua langkah diatas bisa diulang-ulang di luar tutorial, dan setelah informasi dirasa cukup maka pelaporan dilakukan dalam diskusi akhir, yang biasanya dilakukan dalam bentuk diskusi panel dimana semua pakar duduk bersama untuk memberikan penjelasan atas hal-hal yang belum jelas.



JADWAL KEGIATAN



Sebelum dilakukan pertemuan antara kelompok mahasiswa dan tutor, mahasiswa dibagi menjadi kelompok-kelompok diskusi yang terdiri dari 1517 orang tiap kelompok. Pertemuan pertama dalam kelas besar dengan tatap muka satu arah untuk penjelasan dan tanya jawab. Tujuan : menjelaskan tentang modul dan cara menyelesaikan modul, dan membagi kelompok diskusi. Pada pertemuan pertama buku modul dibagikan. Pertemuan kedua : diskusi tutorial 1 dipimpin oleh mahasiswa yang terpilih menjadi ketua dan penulis kelompok, serta difasilitasi oleh tutor Tujuan : 5



Memilih ketua dan sekretaris kelompok, Brain-storming untuk proses 1 – 5, Pembagian tugas Pertemuan ketiga: diskusi tutorial 2 seperti pada tutorial 1. Tujuan: untuk melaporkan informasi baru yang diperoleh dari pembelajaran mandiri dan melakukan klassifikasi, analisa dan sintese dari semua informasi. Anda belajar mandiri baik sendiri-sendiri. Tujuan: untuk mencari informasi baru yang diperlukan, Diskusi mandiri; dengan proses sama dengan diskusi tutorial. Bila informasi telah cukup, diskusi mandiri digunakan untuk membuat laporan penyajian dan laporan tertulis. Diskusi mandiri bisa dilakukan berulang-ulang diluar jadwal. Pertemuan keempat (terahir): diskusi panel dan tanya pakar. Tujuan: untuk melaporkan hasil



analisa dan sintese informasi yang ditemukan untuk



menyelesaikan masalah pada skenario. Bila ada masalah yang belum jelas atau kesalahan persepsi, bisa diselesaikan oleh para pakar yang hadir pada pertemuan ini. Laporan penyajian dibuat oleh kelompok dalam bentuk sesuai urutan yang tercantum pada buku kerja. Masing-masing mahasiwa kemudian diberi tugas untuk menuliskan laporan tentang salah satu penyakit yang memberikan gambaran seperti pada skenario yang didiskusikan pada kelompoknya. Laporan ditulis dalam bentuk laporan lengkap. Catatan : Laporan penyajian kelompok serta semua laporan hasil diskusi kelompok serta laporan kasus masing-masing mahasiswa diserahkan satu rangkap ke koordinator PBL MEU melalui ketua kelompok.



6



Semua laporan akan diperiksa dan dinilai oleh pakarnya masing-masing, dan dikembalikan ke mahasiswa melalui koordinator untuk perbaikan. Setelah diperbaiki, dua rangkap masing-masing laporan diserahkan ke koordinator PBL MEU Semua mahasiswa wajib menyalin laporan dari kelompok dan mahasiswa lain untuk dipakai sebagai salah satu bahan ujian.



STRATEGI PEMBELAJARAN



Diskusi kelompok difasilitasi oleh tutor. Diskusi kelompok tanpa tutor (Diskusi mandiri, yang bisa dilakukan kapan saja) Konsultasi pada pakar. Kuliah khusus dalam kelas. Aktivitas pembelajaran individual di perpustakaan dengan menggunakan buku ajar, majalah, slide, tape atau video dan internet (untuk mencari informasi tambahan). Praktikum di laboratorium Histologi, Mikrobiologi/Immunologi, Biokimia dan Patologi Klinik.



PRAKTIKUM Laboratorium Histologi. Laboratorium Mikrobiologi/Immunologi Laboratorium Patologi Klinik. 7



Laboratorium Biokimia



SUMBER INFORMASI



Buku Ajar & Jurnal: Histologi Arif: Immune, Blood and Lymphatic System, Mosby. Junquieirq :Basic Histology, McGrow Hill Patologi Anatomi Kumar, Abbas: Pathologic Basis of Diseases, Elsevier Saunders. Griffin: Immunology and hematology, Mosby. Immunologi Abbas: Basic Immunology Function and Disordres of the Immune System, Saunders. Abbas: Cellular and molecular Immunology, WB. Saunders Baratawidjaya KG : Imunologi dasar. Edisi V. Jakarta : Gaya Baru. 2002. BuLmester: Color Atlas of Immunology, Thieme Davidmale: Immunology: an Illustared outline, Mosby Ezekowitz: Innate Immunology, Humana Press Isenberg: Autoimmune Diseases, Bios Scientific Publisher Parslow : Clinical Immunology, McGrow Hill Paul: Fundamental Immunology, 5th Edition, Lipincolt Sharon: basic Immunology, LWW Stiehm: Immunologic Disordrs in Infaults and Childrend, WB Saunders. Yotis: Microbiology & Immunology, McGrow Hill.



8



Bahan handout dan diktat kuliah histologi, patologi klinik. imunologi dasar, immunologi klinik Sumber lain yang relevan dan update



KASUS MODUL I SKENARIO 1 : Seorang anak laki-laki usia 14 tahun dibawa ke puskesmas dengan keluhan demam LEMBAR KERJA sejak 4 hari yang lalu, demam timbul tiba-tiba dan terus menerus tapi tidak menggigil. Pasien juga mengeluh adanya darah keluar dari hidung 1 jam sebelum dibawah ke PKM, warna merah kehitaman dan kental, disertai lendir, tapi tidak ada riwayat batuk dan sesak napas. Satu pekan yang lalu pasien baru pulang dari Mamuju. Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dialami oleh kakak pasien tapi tidak mengalami perdarahan pada hidungnya. Pasien juga mengeluh sakit kepala, nyeri 2ulu SKENARIO : hati dan napsu makan tidak ada. Pasien sudah diberi obat penurun panas tetapi tidak sembuh Seorang wanita umur 38 tahun datang ke poliklinik RS dengan keluhan batuk sejak 3bulan yang lalu, pasien sudah sering berobat ke puskesmas tapi batuknya tidak sembuh. Saat ini pasien mengeluh batuknya susah keluar dan mengganggu terutama pada malam hari. Sebelumnya pasien sering demam sejak 5 bulan yang lalu, kadang disertai menggigil tetapi demamnya tidak terus menerus. Nafsu makan berkurang sejak sakit, kadang mual tetapi tidak muntah, pusing dan lemas. Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan pada daerah leher sebelah kiri, yang tidak sakit pada penekanan. Riwayat penyakit sebelumnya dengan gejala yang sama SKENARIO3 tidak ada tetapi: ada riwayat penyakit sering flu disertai batuk dan sulit bernapas dialami pada umur 3 tahun sampai SMP. Riwayat penyakit yang sama dalam Seorang tidak laki-laki umur 25 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan demam keluarga diketahui. 9 sejak 5 hari yanglalu disertai nyeri ulu hati dan muntah 2 kali sejak demam. Buang air besar encer berwarna kuning tapi masih ada ampasnya, tidak buang air kecil sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh mata berwarna kuning dan pada kulitnya tampak bintik-bintik warna merah kehitaman. Kadang merasa kram pada kedua kaki terutama bangun tidur. Nafsu makan berkurang sejak sakit. Riwayat penyakit sebelumnya dengan gejala yang sama dialami 2 tahun yang lalu tetapi sembuh sendiri. Pasien tinggal sendiri dirumah sewaan. Pasien sudah minum obat demam tetapi demam muncul kembali beberapa jam setelah minum obat.



LEMBAR KERJA SKENARIO 2 : Seorang wanita umur 38 tahun datang ke poliklinik RS dengan keluhan batuk sejak 3 bulan yang lalu, pasien sudah sering berobat ke puskesmas tapi batuknya tidak sembuh. Saat ini pasien mengeluh batuknya susah keluar dan mengganggu terutama pada malam hari. Sebelumnya pasien sering demam sejak 5 bulan yang lalu, kadang disertai menggigil tetapi demamnya tidak terus menerus. Nafsu makan berkurang sejak sakit, kadang mual tetapi tidak muntah, pusing dan lemas. Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan pada daerah leher sebelah kiri, yang tidak sakit pada penekanan. Riwayat penyakit sebelumnya dengan gejala yang sama tidak ada tetapi ada riwayat penyakit sering flu disertai batuk dan sulit bernapas dialami pada umur 3 tahun sampai SMP. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak diketahui.



1. KATA SULIT DAN KALIMAT SULIT



KATA SULIT: Tidak ada



10



2. KALIMAT KUNCI:



1. Wanita umur 38 tahun 2. Batuk sejak 3 bulan yang lalu 3. Batuk susah keluar dan mengganggu pada malam hari 4. Demam 5 bulan yang lalu 5. Nafsu makan berkurang 6. Kadang mual, tapi tidak muntah, pusing dan lemas 7. Benjolan pada leher sebelah kiri 8. Sering flu disertai batuk disertai sesak nafas



3. PERTANYAAN PENTING 1. Bagaimana mekanisme imunologi dari tanda gejala batuk,demam,nafsu makan berkurang, mual, serta benjolan pada leher ? 2. Bagaimana patomekanisme inflamasi? 3. Bagaimana peran antigen, antibodi, dan mekanisme imun pada skenario ? 4. Bagaimana mekanisme imunopatogenesis pada skenario tersebut ? 5. Organ apa yang terlibat dalam reaksi imunologi pada skenario ? 6. Bagaimana Penatalaksanaan dan pemeriksaan pada skenario ?



JAWABAN 1. Bagaimana mekanisme imunologi dari tanda gejala batuk, demam, nafsu makan berkurang, dan mual? a. Batuk Mekanisme Batuk: a. Fase iritasi 11



b. Fase inspirasi c. Fase kompresi d. Fase ekpulsi



Batuk merupakan mekanisme refleks yang sangat penting untuk menjaga jalan napas tetap terbuka (paten) dengan cara menyingkirkan hasil sekresi lendir yang menumpuk pada jalan napas. Berdasarkan skenario, gejala batuk sering ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar dari saluran napas bawah.



b.Demam Patofisiologi demam Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M. Tuberculosis melalui udara ke paru-paru. Bakteri menyebar melalui jalan napas, menempel pada bronkus atau alveolus untuk memperbanyak diri. Perkembangan M. Tuberculosisjuga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah kebagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memberikan respon dengan melakukan rekasi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri). Sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi ini mengakibatkan peningkatan metabolisme tubuh yang menyebabkan suhu tubuh meningkat(demam)



12



c. Bengkak Infeksi pada kasus disebabkan oleh bakteri yang masuk saluran pernapasan menuju alveoli, sehingga terjadilah infeksi primer.Dari infeksi primer ini, akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfangitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan memengaruhi permeabilitas membran.



Permeabilitas



membran



akan



meningkat



dan



akhirnya



menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkulosis paru melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga diakibatkan dari robeknya perkijuan kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga, atau kolumna vertebralis. Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkulosis paru adalah eksudat yang berisi protein dan terdapat pada cairan pleura akibat kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serosa, namun kadang-kadang bisa juga hemarogi.



Ada beberapa penyebab timbulnya benjolan di leher, yaitu: 13







Pembesaran kelenjar tiroid (gondok): hipertiroidisme, hipotiroidisme, tumor kelenjar tiroid







Pembesaran kelenjar getah bening, TBC kelenjar,penyebaran kanker dari dari tempat lain,infeksi bakteri







Bisul (abses), biasanya disertai dengan keluhan nyeri,warna kemerahan



Muttaqin,Arif.Buku



Ajar



Asuhan



Klien



dengan



Gangguan



Sistem



Pernapasan. Salemba Medika



d. Mual muntah Microbacterium tuberculosis  Droplet infection  Masuk lewat jalur nafas  menempel pada paru  menetap di jaringan paru  peradangan  tumbuh dan berkembang di sitoplasma makrofag  sarang primer / afek primer (efek ghon)  komplek primer  menyebar ke organ lain (paru lain, saluran penvernaan, tulang) melalui media (hematogen dan limfogen)  radang di bronkus  menghancurkan jaringan ikat sekitar  bagian tengah nekrosis  terbentuk jaringan keju  batuk produktif (terus-menerus)  batuk berat  distensi abdomen Mual intake nutrisi kurang  ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



14



Referensi: Nurarif, Amin Huda Dkk. Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosis



media.



NORTH



AMERICAN



NURSING



DIAGNOSIS



ASSOCIATON. Jilid 2



15



2.



Bagaimana patomekanisme inflamasi?



Inflamasi adalah respon pertahanan tubuh untuk mengeleminasi penyebab jejas pada jaringan atau sel (cell injury), membersihkan jaringan dari sisa-sisa kerusakan, dan membangun jaringan baru. Penyebab inflamasi adalah agen infeksi (yang banyak dibicarakan dalam respon imum), benda asing, jejas sel misalnya trauma fisik, suhu, dan kimiawi serta iskemia yang menimbulkan kerusakan jaringan. Respon inflamasi dengan tiga tujuan tersebut dapat berlangsung oleh karena peranan berbagai faktor sel-sel inflamasi, pembuluh darah, dan mediator inflamasi. Pembangunan jaringan baru dimaksudkan untuk menggantikan jaringan rusak tetapi bisa terjadi sel yang mati tidak diganti dengan sel atau jaringan yang fungsional sama sehingga kemungkinan bekas jaringan rusak terganti oleh jaringan fibrous maka terbentuklah scar (jaringan parut). Inflamasi digambarkan pertama kali 2000 tahun yang lalu (Abad I) oleh dr. Celcus (romawi) yang menerangkan tentang reaksi lokal terhadap jejas pada jaringan, yang terkenal dengan istilah cardinal sign yaitu rubor (merah), tumor (bengkak), calor(hangat), dan dolor (nyeri). Seabad kemudian dr. Galen (Yunani) menambahkan functio laesa (gangguan fungsi) sebagai cardinal sign yang kelima. Rubor dan calor terjadi akibat vasolidatasi kapiler yang menyebabkan banyak darah ke daerah inflamasi sehingga memberi warna merah dan rasa hangat. Hal ini merupakan bukti partisipasi pembuluh darah untuk mendatangkan sel-sel dan protein yang berperan dalam respon inflamasi ke jaringan diman dibutuhkan kehadirannya. ”Tumor” (bengkak) 16



terjadi akibat banyaknya cairan plasma yang keluar dari pembuluh darah, membawa sel-sel inflamsi, mediator inflamasi dan kebutuhan lain masuk ke dalam jaringan. Terjadilah peninggian jumlah cairan intertisial yang disebur edema yang menyebabkan pembengkakan pada daerah inflamasi. Jadi ”tumor” yang dilihat oleh dr. Celcus sebenarnya adalah pembengkakan jaringan oleh karena edema. Dolor terjadi akibat adanya rangsangan pada ujung-ujung saraf oleh mediator inflamasi misalnya bradikinin yang memicu terjadinya



nyeri



dan



penekanan



ujung-ujung



saraf



oleh



edema.



Pembengkakan dan rasa nyeri ini selanjutnya menimbulkan gangguan fungsi.



3. Bagaimana peran antigen,antibodi,dan mekanisme imun?



Antigen bisa merupakan molekul biologik apa saja termasuk produk molekul intermediat, karbohidrat, lipid, autocoids, hormon, dan makro molekul seperti karbohidrat, fosfolipid, asam nukleik, dan protein yang dapat 17



berikatan dengan antibodi atau berupa peptida yang dapat berikatan dengan reseptor sel T. Kemampuan antibodi mengikat antigen dimanfaatkan untuk mengambangkan teknik pemeriksaan dalam menghitung jumlah satu antigen secara kuantitatif pada cairan biologis misalnya dalam darah seperti ELISA (enzyme linkage immunosorbent assay) dan RIA (Radioimmunoassay), serta untuk menilai keberadaan antigen secara kualitatif dan semikuantitatif dalam jaringan seperti teknik imunohistokimia.



Antibodi adalah protein yang bersirkulasi dalam darah yang dihasilkan oleh sel B dan sel plasma sebagai respon terhadap paparan antigen asing. Antibodi sangat bervariasi dan spesifitasnya sehingga dapat mengenal antigen asing dan menjadi mediator berarti antibodi bukanlah eksekutor membunuh antigen tapi memediasi eksekutor lain (makrofag, komplemen, sel NK, sel mast) untuk eliminasi antigen. Walaupun dikatakan antibodi dibuat meresponi antigen asing tapi dalam keadaan tidak normal dapat juga berespon terhadap antigen sendiri sehigga menimbulkan penyakit autoimun. Variasi antibodi yang dapat berbentuk tentu tergantung pada banyaknya variasi clone sel B naif yang memiliki spesifisitas BCR yang berbeda yang diperikiran sekitar 10 juta.



Sistim Imunitas terbagi 2 :



sistim imun alamiah / non spesifik / innate / native fisik (kulit, silia, lendir, batuk) zat terlarut (enzim, asam lambung, keringat, komplemen, interferon) selular (sel fagosit, sel Mast, sel NK, basofil) 18



Kekebalan bawaan / alamiah 



Komponen normal tubuh dan terdapat pada individu sehat







Tersedia dan dapat berfungsi sejak lahir







Pertahanan awalterhadap mikroba (bukan untuk jenis mikroba tertentu)







Terdiri dari mekanisme pertahanan seluler dan biokimia







Tersedia sebelum terjadi infeksi dan siap merespon dengan cepat terhadap adanya infeksi.







Jumlah pertahanan meningkat oleh adanya infeksi







Respon dengan cara yang sama pada infeksi berulang



Pertahanan fisik dan mekanik



Kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk, bersin merupakan pertahanan tubuh terdepan. Dalam kondisi sehat dan utuh, tidak dapat ditembus banyak jenis mikroba. Kerusakan kulit atau selaput lendir akan meningkatkan resiko infeksi Pertahanan Biokimia 



Mikroba dapat masuk melalui kelenjar sebaseus dan follikel rambut ada pun pH asam keringat, sekresi sebaseus, asam lemak yang akan mendenaturasi protein membran sel untuk mencegah infeksi.







Enzim Lisozim (keringat, ludah, air mata, ASI) efektif terhadap kuman gram positif







Enzim Laktooksidase (ASI, ludah) merusak dinding sel mikroba







Asam hidroklorida lambung, enzim proteolitik, empedu dalam usus halus







pH asam vagina, spermin semen, enzim mukosa saluran napas mukus epitel mukosa dan silia



 19



Pertahanan Humoral 



Komplemen ; protein untuk proteksi thd infeksi danberperan dalam respon inflamasi







Diproduksi ; hepatosit dan monosit sebagai opsonin untuk meningkatkan fagositosis, fc. kemotaktik dan menyebabkan lisis bakteri







Interferon ; sitokin glikoprotein yang bersifat antivirus







Diproduksi ; makrofag, sel NK, sel2 tubuh yg berinti







Bekerja pd infeksi virus intraseluler (sumber infeksi)







Protein fase akut Disintesis oleh hati saat terjadi infeksi -



C-reaktive protein ;



Untuk menilai aktivitas penyakit inflamasi yang meningkat pada infeksi akut sebagai respon imun non spesifik kadar yg tinggi menunjukkan infeksi yang persisten 



Mannan binding lectin ; Mengaktifkan komplemen dan berperan sebagai opsonin dan mengikat reside mannosa pd permukaan bakteri







Kolectin Protein yg berfungsi sebagai opsonin yg mengikat hidrat arangpada permukaan kuman



Pertahanan Selular Fagosit ; - Sel MN (monosit dan magrofag) dan sel PMN (granulosit) Fungsi ; menangkap antigen, mengolah dan mempresentasikan ke sel T Berinteraksi dgn komplemen dan sistim imun spesifik 20



Fagositosis yg efektif dpt mencegah terjadinya infeksi Fase penghancuran kuman ; 1. Kemotaktis 2. Menangkap 3. Memakan 4. Fagositosis 5. Memusnahkan dan mencerna - Makrofag Monosit dlm sirkulasi bermigrasi ke jaringan dan berdiferensiasi menjadi makrofag ; sel Kupffer hati, Histiosit jaringan ikat, makrofag alveolar paru, sel Glia otak, sel Langerhans kulit. Berperan dalam respon imun nonspesifik dan spesifik - Sel Natural Killer Golongan limfosit dengan granul besar dgn banyak sitoplasma berfungsi dlm imunitas nonspesifik terhadap virus dan sel tumor - Sel Mast Berperan dalam reaksi alergi, pertahanan pejamu, parasit dalam usus dan invasi bakteri. Faktor non imun dpt mengaktifkan dan degranulasi sel mast



sistim imun didapat / spesifik / adaptive humoral (sel limfosit B ; imunoglobulin) selular (sel limfosit T ; Th1, Th2, CTL) Sistim pertahanan tubuh terhadap benda asing yg sdh diketahui dapat bekerja sendiri tanpa bantuansistim imun nonspesifik Di bagi 2 jenis ; - Sistim imun humoral yang diperankan oleh Limfosit B 21



Adanya benda asing / antigen menyebabkan sel B berdifferensiasi menjadi sel Plasma utk menghasilkan antibodi - Sistim imun selular yang diperankan oleh Limfosit Tterdiri dari subset sel (Th1, Th2, Tdht, CTL) berfungsi utk imunitas thd bakteri intraseluler, virus, jamur, parasit dan proses keganasan CD4 ; mengaktifkan Th1 dan makrofag utk membunuh mikroba CD8 ; memusnahkan sel terinfeksi



Gambar 2-1. Lapisan pertahanan. Lapis I terdiri atas pertahanan fisik, kimia dan peran flora normal. Lapis II diperankan olehselmast, neutrofil (PMN), komplemen, sel dendritik, makrofag , sel Natural Killer (NK)dan antibodi natural (imunitas innate). Lapis III diperankan sel B dan sel T (imunitas adaptif). 22



4. Bagaimana mekanisme imunopatogenesis pada skenario tsb? Pada saat alveoli berisikan kuman, maka sel yang pertama aktif adalah T. Limfosit untuk mengaktifkan



makrofag sehingga dapat membunuh



kuman lebih aktif. Selanjutnya makrofag yang telah aktif ini akan melepaskan IL-1 yang mana IL-1 secara feed back akan merangsang limfosit T lain agar memperbanyak diri, matur dan memberikan respon yang lebih baik terhadap kuman yang bersarang di alveoli. Mekanisme makrofag aktif didalam membunuh kuman adalah melalui oksidasi dan pembentukan peroksida. Aktivitas makrofag terjadi melalui urutan kejadian yang dipengaruhi oleh produk humoral dan seluler. Perjalanan dan interaksi imunologis dimulai ketika makrofag bertemu dengan kuman, memprosesnya lalu menyajikan antigen kepada limfosit.



23



Dalam keadaan normal, infeksi kuman merangsang limfosit T untuk mengaktifkan makrofag sehingga dapat lebih efektif membunuh kuman. Makrofag aktif melepaskan interleukin-1 yang merangsang limfosit T. limfosit T melepaskan interleukin-2 yang selanjutnya merangsang limfosit T lain untuk memperbanyak diri, matang dan memberi respon lebih baik terhadap antigen. Limfosit T sirkuit (TS) mengatur keseimbangan imunitas melalui peranan yang kompleks dan sirkuit imunologik. Bila TS berlebihan seperti pada TB progresif, maka keseimbangan imunitas terganggu sehingga timbul anergi dan prognosis jelek. TS melepas substansi supresor yang mengubah produksi sel B, sel T aksi-aksi mediatornya.



Kuman mati dan diluncurkan melalui proses aktivasi makrofag oleh sitokin sel T dan berbagai gugusan oksigen reaktif, nitrogen intermediate dan pengaturan level zat besi intraseluler. Antigen dari protein kuman yang didegradasikan bersama endosom diproses dan dipresentasikan kepada CD4+ sel T melalui MHC kelas II. Sedangkan antigen protein kuman TB yang 24



berada dalam sitoplasma di presentasikan kepada CD8+ sel T melalui MHC kelas I. Limfosit T perifer memiliki reseptor sel T (TCR) dipermukaan sel dan berikatan secara non kovalen dengan CD3 berguna untuk transuksi signal antigenik ke sitoplasma. Didarah perifer dan organ limfoid 90% ekspresi sel T sebagai α/β TCR ekspresi sel T sebagai α/β TCR dan 10%γ/σ TCR. Peranan α/β TCR SC4+ cell adalah mengenal berbagai fragmen antigen yang berasal dari endosomal bersama molekul MHC kelas II untuk menghasilkan berbagai sitokin pada respons imun. Pada kasus tertentu CD4+ sel T memiliki efektorlisis seperti pada CD8 + sel T, selanjutnya α/β TCR CD8+ cell berfungsi untuk mengenal fragmen antigen kuman dari sitosolik bersama MHC kelas I yang besar kemungkinan berasal dari kompartemen endosomal untuk kemudian ditransfer ke retikulum endoplasmik. Fungsi α/β TCR adalah mengenal antigen kuman melalui undertermited presenting molecules pada APC dan menghasilkan berbagai sitokin yang mirip dengan α/β TCR cell untuk tujuan efek sitotoksik pada sel target. Setelah proses pengenalan antigen selanjutnya T cell precursor mensekresi IL-2. sel T CD4+ terdiri dari 2 sub populasi yaitu sel CD4+ Th 1 mensekresi IL-2 dan IFN γ serta sel CD4+ Th2 mensekresikan II-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Kedua subpopulasi Th 1 dan Th 2 mensekresi IL-3, GM-CSF da TNF α. Sel CD4+ Th-0 memiliki kemampuan untuk berdifrensiasi menjadi sel Th1 atau Th-2. Sel Th-1 berperan untuk mengaktivasi makrofag melalui IFN-γ dan DTH. Sel Th-2 berperan dalam hal produksi antibodi dan inhalasi aktivasi makrofag (IL-10). Selanjutnya IFN-γ yang dihasilkan oleh sel Th-1 menghambat profilerasi sel Th-2 sementara IL-4 yang dihasilkan Th-2 menghambat peningkatan sel Th-1. Peranan TNF-α adalah sebagai sitokin utama dalam proses pembentukan granuloma dan banyak ditemukan pada 25



cairan pleura penderita pleuritis TB eksudativa. Sitokin IL-12 dihasilkan oleh makrofag dan sel B yang berperan untuk mengaktivasi Th-1. Fungsi utama CD4+ cell effector adalah untuk aktivasi sitolitik pada infeksi M. tuberkulosis. Sedangkan CD8+ T cell berfungsi pada mekanisme α/β TCR mediatedlysis sel terinfeksi dan mekanisme apoptosis sel target. Sehingga CD8+ T cell berperan untuk proteksi pada fase awal infeksi. Peranan



γ/σ TCR cell adalah untuk memperoleh efek sitolitik monosit



bersama antigen kuman TB dengan tujuan mensekresi sitokin pembentuk granuloma.



Antigen M. Tuberkulosis tidak saja merangsang reaksi imunitas seluler tetapi juga imunitas humoral. Untuk menimbulkan respons antibodi maka sel B dan sel T harus saling berinteraksi. Antigen yang berada di dalam makrofag atau yang berfungsi sebagai antigen presenting cell (APC) menyajikan antigen mikroba kepada sel Th. Aksi pengenalan itu sel Th bersama-sama ekspresi MHC kelas II kepada sel Th, mengaktivasi sel B untuk memproduksi antibodi spesifik terhadap antigen. Aktivasi sel T menyebabkan terjadinya diferensiasi B menjadi sel plasma yang kemudian menghasilkan antibodi. Sel B menerima signal dari sel T untuk berbagi dan berdiferensiasi menjadi antibodi forming cells (APC) dan sel memori B. Ada beberapa faktor mengenai respon imun humoral : 1. Antigen protein tidak memberi respons antibodi bila tidak tersedia limfosit T, oleh karena itu disebut sebagai T -dependent antigen dan sel T yang diperlukan disebut sebagai T-helper cell. 2. Antigen bukan protein seperti polisakarida dan lipid memberi respons antibodi tanpa bantuan T -helper limfosit oleh karena itu disebut sebagai T independent. 26



3. Respon antibodi primer dan sekunder berbeda secara kualitatif dan kuantitatif. Respons sekunder terbentuk lebih cepat dari pada respon primer dan jumlah antibodi lebih banyak ditemukan pada respons sekunder. 4. Generasi sel B memori, heavy chain class awitching dab affinity maturation merupakan mekanisme respons imun humoral terhadap antigen protein. Saat ini dikenal 5 kelas utama imunoglobulin dalam serum manusia yaitu IgG, IgA, IgM, IgD, dan IgE. Dalam serum orang dewasa IgG 75% dari Ig total dan menjadi Ig utama yang dibentuk atas rangsangan antigen. Imunoglobulin



adalah



molekul



glikoprotein



terdiri



dari



komponen



polipeptida dan karbohidrat. Fungsi utama respons imun untuk mengikat dan menghancurkan antigen. Atas dasar ini berkembang serodiagnosis TB untuk mendeteksi antigen penyebab infeksi atau mendeteksi antibodi terhadap antigen dalam serum yang menunjukan terjadinya proses tuberkulosis didalam tubuh. Pada infeksi M.tuberkulosis terjadi peningkatan titer antibodi terhadap kuman TB setelah 4 s/d 6 minggu penularan. Antibodi yang terbentuk adalah kelas IgM diikuti oleh kelas yang memiliki korelasi dengan penyakit tuberkulosis. Titer IgG spesifik tinggi pada penderita TB yang belum mendapat terapi dan akan lebih tinggi saat mendapat terapi dan berbeda dengan IgA yang menurun saat mendapat terapi. Meningkatnya titer IgA adalah sebagai respons imun humoral terhadap mikroorganisme intraseluler tumbuh lambat M.tuberkulosis. Sintesa IgG spesifik yang meningkat adalah sebagai respon imunologik terhadap antigen kuman TB yang larut. Respons humoral IgM dihubungkan dengan antigen polisakarida yang sering ditemukan dialam bebas. IgM orang sehat analog dengan isohaemoglutinum



(substansi



Anti-A



dan



Anti-B



golongan



darah).



Ditemukannya antibodi IgM dihubungkan dengan faktor T-cell-independent dan jumlah bakteri yang berlebihan. Terdapat beberapa faktor yang 27



mempengaruhi titer antibodi spesifik dalam sirkulasi seperti jumlah antigen, binding site, reaksi jaringan lokal, kompleks imun, nutrisi dan toksisitas, interaksi respons imun lain, imunosupresi, degradasi oleh makrofag dan kelainan genetika. Imunosupresi generalisatanterjadi pada TB diseminata, gizi buruk, pemberikan obat imunosupresif dan malignansi. Penghancuran antigen yang efisien oleh makrofag mengakibatkan rendahnya titer antigen, sedangkan kompleks imun mengakibatkan rendahnya titer antibodi di sirkulasi. Kendati peran imunoglobulin spesifik dalam proses fagositosis minimal, respons imun humoral berperan dalam menetralisasi dan menghancurkan antigen kuman TB. Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai hubungan gizi dan TB. Di Medan oleh N. Keliat yang mengatakan bahwa malnutrisi dan tuberkulosis paru masih kontroversial, tapi hasil dari penelitian yang dlakukan pada pasien TB dengan BTA(+) dengan pemberian larutan asam amino Pan-Amin G selama 7 hari didapat konversi sputum BTA dari positif menjadi negatif lebih cepat dibanding daripada yang tidak diberikan dengan pemberian OAT 4 regimen, sehingga akan mempercepat pemutusan rantai penularan. 66 Penelitian lain yang berhubungan dengan gizi dan tuberkulosis yaitu Tjiptoherijanto mengatakan bahwa faktor sosial ekonomi yang rendah akan mempertinggi tingkat kesakitan dan kematian TB, karena tingkat pendapatan secara langsung mempengaruhi kekurangan gizi dan kalori.



Referensi: Gusti, arlina. Aspek Imunologis Infeksi Dengan Mycobakterium Tuberkulosa FK.USU. 2003



28



5. Organ apa yang berperan dalam reaksi imunologi pada scenario?



Jaringan atau organ limfoid secara kolektif adalah jaringan yang memproduksi, menyimpan, atau memproses limfosit. Jaringan-jaringan ini mencakup sumsum tulang, kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil, adenoid, apendiks, dan agregat jaringan limfoid di lapisan dalam saluran cerna yang dinamai bercak Peyer atau gut-associated lymphoid tissue (GALT, jaringan limfoid terkait usus). Jaringan limfoid berada di tempat-tempat strategis untuk menghambat masuknya mikroorganisme sebelum mikroorganisme tersebut memiliki kesempatan untuk berespons terhadap mikroba yang terhirup, sementara mikroorganisme yang masuk melalui saluran cerna segera dihadapi oleh limfosit di apendiks dan GALT.



Organ Limfoid



Primer 29



1.Sumsum tulang Fungsi Sumsum tulang: -Asal semua sel darah -Tempat proses pematangan untuk limfosit B 2.Timus Fungsi timus: -Tempat proses pematangan untuk limfosit T -Mengeluarkan hormon timosin -Menyaring limfe -Membentuk antibodi -Membentuk limfosit -Membatasi penyebaran sel tumor 3.Bursa of fabricus Sekunder 1.Limfonodus Fungsi limfonodus: -Menyaring limfe -Membentuk antibodi -Membentuk limfosit -Membatasi penyebaran sel tumor



2.Lien / Limpa / Spleen Fungsi lien: -Menyaring darah -Membentuk antibodi -Menghancurkan eritrosit tua -Membentuk limfosit dan monosit 30



-Menampung kelebihan darah -Membentuk pigmen bilirubin yang berasal dari eritrosit



3.Tonsila palatina 4. Malt (Mucosa Associated Lymphoid Tissue). -Tersebar pada beberapa tempat antara lain: -Saluran gastroenterohepatika -Saluran respiratorius -Saluran urogenitalia



Berdasarkan kasus, organ yang terkait adalah: -Malt -Tersebar pada beberapa tempat seperti pada saluran respirasi. Berdasarkan skenario, keluhan yang ada yaitu batuk. -Kelenjar getah bening/ kelenjar limfe -Gejala yang ditemukan adalah pembengkakan pada leher sebelah kiri -Adanya TNF -Menimbulkan gejala demam yang disekresikan oleh kelenjar hypothalamus



Setiati, Siti. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing.



31



6. Bagaimana pemeriksaan dan penatalaksanaan yang dilakukan pada skenario? Jawab : Untuk mendiagnosa limfadenitis TB dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap. Selain itu ditunjang oleh pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan mikrobiologi, tes tuberculin, pemeriksaan sitologi, dan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut penting untuk membantu dalam membuat diagnosis awal yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam memberikan pengobatan sebelum diagnosis akhir dapat dibuat berdasarkan biopsi dan kultur. Selain itu, juga penting untuk membedakan jenis penyebab infeksi apakah karena mikobakterium tuberkulosis atau non-tuberkulosis. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa limfadenitis TB :



Pemeriksaan Mikrobiologi



Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis dan kultur. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan ZiehlNeelsen. Spesimen untuk pewarnaan dapat diperoleh dari sinus atau biopsiaspirasi. Dengan pemeriksaan ini kita dapat memastikan adanya basilmikobakterium pada spesimen, diperlukan minimal 10.000 basil TB agar perwarnaan dapat positif. 5 Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis limfadenitis TB. Adanya 10-100 basil/mm3 cukup untuk membuat hasil kultur positif. Hasil kultur positif hanya pada 10-69% kasus. Berbagai media 32



dapat digunakan seperti Petregnani, Trudeau, Middle-brook, danBactec TB. Diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan hasilkultur. Pada adenitis tuberkulosa, M.tuberculosis adalah penyebab tersering,diikuti oleh M.bovis. 5



Tes Tuberkulin



Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB (telah ada kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas selular terhadap TB), maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah suntikan Prinsip dasar uji tuberkulin adalah sebagai berikut: • Infeksi M.tuberculosis sel limfosit T berproliferasi, tersensitisasimasuk ke aliran darah, bersirkulasi berbulan-bulan/ bertahun-tahun. • Proses sensitisasi terjadi dalam kelenjar getah bening regional (2-12 jam setelah infeksi). • Injeksi tuberkulin pada kulitmenstimulasi sel limfositrespons hipersensitivitas tipe lambat (delayed-type hypersensitivity/ DTH) yang memerlukan waktu berjam-jam. • Reaktivitas kulit: vasodilatasi, edema, infiltrasi sel-sel limfosit, basofil, monosit dan netrofil ke lokasi suntikan.



33



• Antigen-spesific limfosit T akan berproliferasi dan melepaskan limfokin, yg akan mengundang akumulasi sel-sel lain ke lokasi suntikan



terjadi indurasi



yg mencerminkan aktivitas DTH.



Gambar 2.12 Respon imun pada tes tuberkulin4



Uji tuberkulin memiliki sensitivitas dan spesifisitas > 90%. Tuberkulin yang tersedia di Indonesia saat ini adalah PPD RT-23 2TU (tuberculin unit) buatan Statens Serum Institute Denmark, dan PPD (purified protein derivative) dari Biofarma. Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT 23 2TU atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan hiperemi atau eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, transversal indurasi diukur dengan alat pengukur transparan, dan hasilnya dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali, hasilnya 34



dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negatif. Selain ukuran indurasi, perlu dinilai tebal tipisnya indurasi dan perlu dicatat jika ditemukan vesikel hingga bula. Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi ≥ 10 mm dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif ini sebagian besar disebabkan oleh infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh imunisasi Bacille Calmette-Guerin (BCG) atau infeksi M. atipik. BCG merupakan infeksi TB buatan dengan kuman M. bovis yang dilemahkan, sehingga kemampuannya dalam menyebabkan reaksi tuberkulin menjadi positif, tidak sekuat infeksi alamiah.



Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada keadaan sebagai berikut: 1. Infeksi TB alamiah -



Infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)



-



Infeksi TB dan sakit TB



-



TB yang telah sembuh



2. Imunisasi BCG (infeksi TB buatan) 3. Infeksi mikobakterium atipik



Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada keadaan sebagai berikut: 1. Tidak ada infeksi TB 2. Dalam masa inkubasi infeksi TB 3. Anergi



Anergi adalah keadaan penekanan sistem imun, sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberkulin walaupun sebenarnya sudah terinfeksi TB. Beberapa keadaan dapat menimbulkan anergi, misalnya gizi 35



buruk, keganasan, penggunaan steroid jangka panjang, sitostatika, penyakit morbili, pertusis, varisela, influenza, TB yang berat, serta pemberian vaksinasi dengan vaksin virus hidup.



Uji Interferon



Pemeriksaan IGRA (interferon gamma release assay) didasarkan pada adanya pelepasan sitokin inflamasi yang dihasilkan oleh sel T limfosit yang sebelumnya telah tersensitisasi oleh antigen M. tuberculosis. Pada uji IFN-γ, limfosit darah tepi distimulasi secara in-vitro dan kadar IFN-γ yang dihasilkan oleh sel limfosit T yang telah tersensitisasi oleh antigen protein spesifik M. tuberculosis yaitu early secretory antigenic target-6 (ESAT-6) dan culture filtrate protein-10 (CFP-10). Hasil pemeriksaan ini belum dapat membedakan infeksi saja atau ada penyakit TB.4 Pemeriksaan IGRA ini memiliki spesifitas lebih tinggi daripada uji tuberkulin karena tidak ada reaksi silang dengan vaksinasi BCG dan infeksi mikobakterium atipik. Ada 2 macam pemeriksaan IGRA, yaitu quantiferon TB gold dan T-spot-TB. Quantiferon TB-gold mengukur jumlah IFN-γ dengan ELISA yang dinyatakan dalam pg/ml atau IU/ml. T-spot-TB menghitung jumlah IFN-γ secreting T-cell berupa titik-titik (spot foaming cells). Pemeriksaan IGRA belum dibuktikan hasilnya pada anak-anak.4



Uji Serologi



Berbagai penelitian dan pengembangan pemeriksaan imunologi antigen-antibodi spesifik untuk M. tuberculosis ELISA dengan menggunakan PPD, A60, 38kDa, lipoarabinomanan (LAM) dengan bahan pemeriksaan dari 36



darah, sputum, cairan bronkus (bronkus dan bronchoalveolar lavage; BAL), cairan pleura, dan CSS terus dilakukan. Beberapa pemeriksaan serologis yang ada: PAP TB, mycodot, immunochromatographic test (ICT), dan lainlain masih belum bisa membedakan antara infeksi TB dan sakit TB. Tes serologis ini memiliki sensitivitas 19-68% dan spesifitas 40-98%.4,5 21



Patologi Anatomi



Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Granuloma tersebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area nekrosis kaseosa di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya adalah ditemukannya multinucleated giant cell (sel datia Langhans). Diagnosis histopatologi dapat ditegakkan dengan menemukan perkijuan (kaseosa), sel epiteloid, limfosit, dan sel datia Langhans. Kadang dapat ditemukan juga BTA.4,6 Kendala pemeriksaan PA adalah sulitnya didapatkan spesimen yang representatif. Spesimen yang paling mudah dan paling sering diperiksa adalah limfadenopati kolli. Idealnya kelenjar diambil secara utuh agar gambaran histopatologi yang khas dapat terlihat. Pemeriksaan PA kelenjar limfe ini mempunyai perancu, yaitu infeksi M. atipik dan limfadenitis BCG yang secara histopatologi sulit dibedakan dengan TB.



Penatalaksanaan



37



Penatalaksanaan limfadenitis TB secara umum dibagi menjadi dua bagian, farmakologis dan non farmakologis. Terapi non farmakologis adalah dengan pembedahan, sedangkan terapi farmakologis memiliki prinsip dan regimen obatnya yang sama dengan tuberkulosis paru. Pembedahan tidaklah merupakan suatu pilihan terapi yang utama, karena pembedahan tidak memberikan keuntungan tambahan dibandingkan terapi farmakologis biasa.15,18,19 Namun pembedahan dapat dipertimbangkan seperti prosedur dibawah ini: Biopsy eksisional: Limfadenitis yang disebabkan oleh atypical mycobacteria bisa mengubah nilai kosmetik dengan bedah eksisi. Aspirasi Insisi dan drainase Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengklasifikasikan limfadenitis TB ke dalam TB di luar paru dengan paduan obat 2RHZE/10RH. British Thoracic Society Research Committee and Compbell (BTSRCC) merekomendasikan pengobatan selama 9 bulan dalam regimen 2RHE/7RH.16



Ada 2 (dua) kategori Obat Anti Tuberkulosa (OAT):17 1. OAT Utama (first-line Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi dua (dua) jenis berdasarkan sifatnya yaitu: Bakterisidal, termasuk dalam golongan ini adalah INH, rifampisin, pirazinamid dan streptomisin. Bakteriostatik, yaitu etambutol. Kelima obat tersebut di atas termasuk OAT utama



38



2.



OAT sekunder (second Antituberculosis Drugs), terdiri dari Para-



aminosalicylicAcid



(PAS),



ethionamid,



sikloserin,



kanamisin



dan



kapreomisin. OAT sekunderini selain kurang efektif juga lebih toksik, sehingga kurang dipakai lagi. Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka prinsip-prinsip yang dipakai adalah: 17 Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT. Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.



Tahap Intensif Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.



Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama



39



Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan Regimen pengobatan yang digunakan adalah: 17 Kategori 1 (2HRZE/4H3R3) Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan. Obat ini diberikan untuk: Penderita baru TB Paru BTA Positif. Penderita baru TB Paru BTA negatif Röntgen Positif yang “sakit berat” Penderita TB Ekstra Paru berat kategori 3 (2HRZ/4H3R3).Obat ini diberikan untuk: Penderita baru BTA negatif dan röntgen positif sakit ringan, Penderita TB ekstra paru ringan. Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu. Kategori 1 Tahap



Lamanya



Dosis per hari/kali



Pengobatan



Pengobatan



Tablet



Kaplet



Tablet



Tablet



Isoniazid



Rifampicin



Pirazinamid



Etambutol



@



@ 450 mg



@ 500 mg



@ 250 mg



300



mg Tahap intensif



2 bulan



1



1



3



3



4 bulan



2



1



-----



-----



(dosis harian) Tahap



40



lanjutan (dosis



3x



seminggu) Kategori 3 Tahap



Lama



Tablet



Tablet



Tablet



Pengobatan



Pengobatan



Isoniazid @



Rifampicin



Pirezinamid



300 mg



@450 mg



@ 500 mg



2 bulan



1



1



3



4 bulan



2



1



-------



Tahap intensif (dosis harian) Tahap lanjutan (dosis 3x seminggu)



Referensi



1. Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenitis and malignancy. Am Fam Physician. 2012;66:2103-10. 2. Spelman D. Tuberculous lymphadenitis. 2013 Sep [cited 2014 June 27]. Available from: www.uptodate.com. 3. Robbins KT, Clayman G, Levine PA, Medina J, Sessions R. Neck dissetion clasification update. Revision proposed by the American Head and Neck Society and the American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2012;128:751-8. 4. DPI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011. 41



42



INFORMASI TAMBAHAN



43



KASUS MODUL II



SKENARIO 1 Seorang wanita umur 35 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan bercak kemerahan di pergelangan tangan dan jari-jari kanan dan kiri, muncul sejak 1 minggu yang lalu. Bercak tersebut agak hangat pada perabaan, terasa gatal dan makin lama makin gatal, tetapi tidak nyeri. Pasien sudah memberi obat dengan salep anti gatal tetapi tidak sembuh. Kelainan ini sering kambuh terutama setelah mencuci, kadang-kadang juga timbul disela-sela jari kaki.



SKENARIO 2 Seorang laki-laki berusia 25 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan adanya papul merah disertai gatal disela jari tangan dan kaki, sejak 2 minggu yang lalu. Gatal dirasakan terutama malam hari. Sejak 3 bulan sebelumnya pasien menderita berak-berak encer dan penurunan berat badan lebih 10 kg. Kadangkadang demam. Penderita juga mengeluh batuk berlendir, disertai darah dan sesak napas. Pada pemeriksaan fisis ditemukan luka pada alat kelamin yang nyeri tapi tidak gatal dan sudah berulang. Mulai timbul berupa bentul berair, kemudian pecah dan membentuk luka. Ditemukan juga bercak putih pada lidah penderita. Tato pada beberapa bagian tubuh penderita, dan pembesaran kelenjar di ketiak dan lipat paha. Pada batang dan glands penis ditemukan beberapa ulkus yang dangkal dan nyeri pada penekanan. Tanda vital dalam batas normal. 44



SKENARIO 3 Seorang wanita umur 35 tahun datang ke polikinik dengan keluhan utama bercak kemerahan diseluruh tubuh yang timbul sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat sebelumnya timbul warna bercak ungu kehitaman tetapi tidak gatal dan nyeri, makin lama makin banyak dan menyebar ke seluruh tubuh. Pasien sudah berobat ke dokter dan sembuh tapi muncul lagi. Pasien juga mengeluh kulit warna merah bila terkena matahari, rambut rontok dan demam, lemas, nyeri otot dan sendi. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga dan riwayat alergi disangkal.



LEMBAR KERJA



45



LEMBAR KERJA



46



INFORMASI TAMBAHAN



47