Laporan Praktikum Pembuatan Wine [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Minuman anggur atau Wine pada dasarnya merupakan minuman hasil fermentasi buah-buahan. Tetapi sebagian besar masyarakat konsumen di banyak negara terbiasa mendefinisikan wine sebagai minuman hasil fermentasi sari buah anggur. Hanya varitas anggur tertentu yang dapat menghasilkan minuman anggur bermutu tinggi. Berbagai tipe buah anggur bisa menghasilkan pula berbagai macam jenis wine seperti Red Wine, White Wine, Rose Wine, Sparkling Wine, Fruit Wine, Sweet Wine dan Fortified Wine. Sejarah wine bisa ditarik sampai sekitar tahun 6000 SM. Berasal dari daerah Mesopotamia, wine kemudian menyebar ke berbagai negara dibagian dunia. Prancis adalah negara yang sangat erat hubungannya dengan wine. Selain sebagai negara yang mempopulerkan wine, Prancis pun terkenal sebagai negara yang memproduksi wine terbesar di dunia yaitu sebesar 50 – 60 juta hectoliter atau sekitar 7 – 8 miliar botol wine per tahunnya. Selain Prancis, Spanyol dan Itali juga merupakan negara yang terkenal dengan wine nya dan juga sebagai negara penghasil wine-wine kelas dunia. Prancis menjadi negara yang dapat memproduksi wine terbesar di dunia karena lingkungan negara Prancis tersebut mampu untuk menghasilkan buah anggur yang berkualitas dimana buah anggur ialah bahan utama pembuatan wine. Faktor lain yang menentukan kualitas wine ialah proses membuatnya termasuk sortir hingga filtrasi wine hasil fermentasi. Termasuk juga harus diterapkan teknik aseptik. Semua variabel proses tersebut memiliki standar aturan hingga fungsi yang berbeda – beda untuk membuat anggur yang bisa menghasilkan wine yang berkualitas agar tercapai cita rasa beserta komposisi yang sempurna.



1



1.2 Tujuan Praktikum Secara khusus mahasiswa diharapkan 1. Menerapkan bioproses di bidang argoindustri dengan melibatkan mikroba jenis khamir 2. Membuat minuman beralkohol (wine) dari sari buah-buahan melalui proses fermentasi dengan menggunakan Saccharomyces cereviceae varietas ellipsoideus 3. Menghitung kadar alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi di atas



2



BAB II DASAR TEORI 2.1 Fermentasi Proses fermentasi merupakan proses biokimia dimana terjadi perubahan-perubahan atau reaksi-reaksi kimia dengan pertolongan jasad renik penyebab fermentasi tersebut bersentuhan dengan zat makanan yang sesuai dengan pertumbuhannya. Akibatnya, terjadi fermentasi sebagian atau seluruhnya akan berubah menjadi alkohol setelah beberapa waktu lamanya. Fermentasi oleh yeast (Saccharomyces cerevisiae) dapat menghasilkan etil alkohol (etanol) dan CO2. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi yaitu keasaman, mikroba, suhu, waktu, dan nutrisi. Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yg dominan. Pada suhu 1030°C terbentuk alkohol lebih banyak karena ragi bekerja optimal pada suhu tersebut. Laju perbanyakan bakteri bervariasi menurut spesies dan kondisi pertumbuhannya. Pada kondisi optimal, sekali setiap 20 menit. Semua organisme memerlukan nutrien yang menyediakan energi, biasanya diperoleh dari substansi yang mengandung karbon nitrogen (Endah dkk, 2007). Fermentasi alkohol merupakan kombinasi dari interaksi kompleks yang melibatkan berbagai mikroba dan teknologi pembuatannya. Jelas beberapa faktor sangat mempengaruhi fermentasi alkohol, dan sebagai penentu kualitas anggur. Salah satu faktor yang berpengaruh yaitu suhu fermentasi. Suhu merupakan faktor yang secara langsung berdampak pada pertumbuhan yeast dan rekasi biokimia pada yeast (Torija, 2002). Fermentasi alkohol adalah kegiatan utama fermentasi dari ragi, sedangkan Saccharomyces cerevisiae adalah spesies utama yang digunakan dalam anggur, pada fermentasi ini menggunakan sukrosa, glukosa, fruktosa, maltosa dan maltotriosa sebagai sumber karbon. Saccharomyces cerevisiae (ragi) telah digunakan dalam aplikasi makanan fermentasi klasik seperti produksi bir, roti, ekstrak ragi atau vitamin, anggur, sake, dan roh suling. Tebu digunakan sebagai sumber gula meja, rum, bahan bakar etanol dan



3



langsung sari tebu segar. kadar gula tinggi tebu membuat sebuah sumber ideal untuk produksi minuman beralkohol. Saccharomyces cerevisiae dapat digunakan secara efektif untuk produksi anggur tebu. Biotin tidak memiliki efek pada karakteristik sensorik dan alkohol produksi. Sementara daun jambu biji dapat digunakan sebagai aditif untuk produksi anggur karena akan meningkatkan produksi alkohol dan meningkatkan sensorik karakteristik (Kulkarmi, 2011). Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan oleh enzim. Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh mikroorganisme atau enzim yang telah ada dalam bahan pangan. Fermentasi merupakan suatu reaksi oksidasi atau reaksi dalam sistem biologi yang menghasilkan energi di mana donor dan aseptor adalah senyawa organik. Senyawa organik yang biasa digunakan adalah zat gula. Senyawa tersebut akan diubah oleh reaksi reduksi dengan katalis enzim menjadi senyawa lain (Kwartiningsih, 2005). Fermentasi adalah proses metabolisme yang menghasilkan energi dari gula dan molekul organik lain serta tidak memerlukan oksigen atau sistem transfer elektron. Fermentasi menggunakan molekul organik sebagai akhir akseptor elektronnya. Beberapa organisme seperti khamir S. cerevisiae melakukan fermentasi alkohol. Organisme ini mengubah glukosa melalui fermentasi menjadi alkohol (etanol). Pada fermentasi alkohol, asam piruvat diubah menjadi etanol atau etil alkohol melalui dua langkah reaksi. Langkah pertama adalah pembebasan CO2 dari asam piruvat yang kemudian diubah menjadi asetaldehida. Langkah kedua adalah reaksi reduksi asetaldehida oleh NADH menjadi etanol. NAD yang terbentuk akan digunakan untuk glikolisis (Abdurahman, 2006). Selama fermentasi alkohol berlangsung, diperlukan sedikit O2 yaitu sekitar 0,05 – 0,10 mmhg tekanan O2 yang diperlukan oleh sel khamir untuk biosintesa lemak-lemak tidak jenuh dan lipid. Jumlah O2 yang lebih tinggi dapat merangsang pertumbuhan sel khamir, sehingga produktivitas etanol menjadi lebih rendah (Daulay dan Rahman, 1992).



4



Fermentasi dapat dikaitkan dengan kadar gula, pH, jumlah nitrogen, pertumbuhan yeast dalam ragi, dan biomassa menghasilkan sel. Hal penting dalam semua kegiatan fermentasi yang optimal adalah gula (glukosa), nitrogen dan vitamin yang sangat berpengaruh terhadap hasil fermentasi. Fermentasi mampu mengurangi konsentrasi gula yang tinggi dalam produk. Defisiensi asimibilitas nitrogen dapat memperlambat pertumbuhan yeast dalam fermentasi yang kemudian akan menghasilkan hidrogen sulfida. Proses pre-fermentasi harus menggunakan konsentrasi nutrisi penting bagi yeast yang rendah (Siler, 1996). 2.2 Wine Dasar produksi anggur melibatkan langkah berikut: menghancurkan buah anggur untuk mengekstrak jus, penyimpanan massal dan pematangan anggur di ruang bawah tanah, klarifikasi dan kemasan. Meskipun proses cukup sederhana, tuntutan kualitas kontrol fermentasi yang dilakukan di bawah kondisi yang terkendali untuk memastikan kualitas tinggi produk. (Yarrow, 1988) Rasa khas dari Wine berasal dari buah anggur sebagai bahan baku dan operasi pengolahan selanjutnya. Anggur berkontribusi dari banyak zat volatil (mainly terpenes) yang memberikan produk akhir, karakter khas buah. Selain itu, mereka berkontribusi non-volatile senyawa (tartaric and malic acids) yang berdampak pada rasa dan tanin yang memberikan kepahitan dan astringenci. Terakhir yang lebih menonjol dalam anggur merah sebagai komponen tannin terletak di kulit anggur. (Vullo et al., 2005) Wine adalah minuman beralkohol yang dibuat dari sari buah anggur (must). Wine dibuat melalui fermentasi gula yang ada di dalam buah anggur yang kemudian akan diubah menjadi alkohol (Pawignya,2010). Selain menggunakan buah anggur, minuman wine juga dapat dibuat dari buah-buahan lain yang banyak mengandung gula, seperti apel, berry, lengkeng, ataupun nanas. Penamaan minuman anggur atau wine yang dibuat dari selain buah anggur biasanya menyertakan nama buah yang digunakan, seperti wine apel, ataupun wine berry dan secara umum disebut



5



dengan Fruity wine. Sedangkan jika wine terbuat dari bahan pangan yang mengandung pati, seperti beras dan gandum, maka wine tersebut lebih dikenal dengan istilah minuman Sake (barley wine atau rice wine). Minuman wine yang dibuat dari bahan baku jahe dikenal dengan sebutan Brandy (Allen, 2008). Komponen utama yang merupakan syarat terbentuknya wine adalah gula yang difermentasi khamir menjadi etanol dan CO2. Gula secara alami di dalam bahan pangan biasanya tidak cukup tinggi untuk menghasilkan kadar etanol yang memenuhi syarat mutu wine, sehingga perlu ditambahkan dari luar. Banyaknya gula yang digunakan perlu diketahui sebab konsentrasi gula yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kematian khamir sehingga proses fermentasi tidak akan berlangsung. Pada proses pembuatan wine, gula yang digunakan maksimum 30%. Gula yang umum digunakan dalam pembuatan wine adalah gula pasir (sukrosa). Pada proses fermentasi gula sukrosa akan dipecah oleh enzim invertase menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa) yang akhirnya diubah menjadi etanol dan CO2 (Gunam, 2009). Teknologi pengolahan anggur menjadi wine pertama kali dikembangkan oleh orang Mesir pada tahun 2500 sebelum Masehi. Dari Mesir budidaya dan teknologi pengolahan anggur masuk ke Yunani dan menyebar ke daerah Laut Hitam sampai ke Spanyol, Jerman, Prancis, dan Austria. Sejalan dengan perjalanan Columbus teknologi pengolahan dan budidaya anggur mulai menyebar ke Mexico, Amerika Selatan, Afrika Selatan, Asia termasuk Indonesia, dan Australia. Penyebaran ini juga menjadikan anggur mempunyai beberapa sebutan, seperti grape di Amerika dan Eropa, putao di China, dan Anggur di Indonesia (Wahyu, 2004). Alkohol merupakan bahan alami yang dihasilkan dari proses fermentasi yang banyak ditemui dalam bentuk bir, anggur, spiritus dan sebagainya. Minuman berakohol dapat digolongkan menjadi 2 bagian yaitu, produk hasil fermentasi yang dikonsumsi langsung seperti anggur dan bir dan produk hasil fermentasi yang didistilasi lebih dahulu sebelum dikonsumsi seperti whisky. Dalam pembentukan alkohol melalui proses fermentasi



peran



mikroorganisme



sangat



besar



dan



biasanya



6



mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi mempunyai beberapa syarat sebagai berikut yaitu, mempunyai kemampuan untuk memfermentasi karbohidrat yang cocok secara cepat, bersifat membentuk flokulasi dan sedimentasi (misal sel-sel yeast selalu ada pada bagian bawah tangki fermentasi, mempunyai genetik yang stabil (tidak mudah mengalami mutasi), bersifat osmotoleran artinya mikroorganisme tersebut toleran terhadap tekanan osmos yang tinggi, toleran terhadap kadar alkohol yang tinggi (sampai dengan 14-15 %), dan mempunyai sifat regenerasi yang cepat (Santi, 2008). Dalam proses pembuatan anggur (wine) terjadi proses pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2 akibat dari aktifitas enzim yang dihasilkan oleh sel khamir. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan selama proses fermentasi berlangsung adalah: pemilihan khamir, nutrien, kosentrasi gula, keasaman, pemberian oksigen dan suhu dari perasan buah anggur tersebut. Khamir yang digunakan pada proses fermentasi ini harus tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi dan mampu beradaptasi dengan SO2. Serta diharapkan mampu menghasilkan alkohol yang tinggi dan menghasilkan asam yang rendah. Selain itu, suhu juga berpengaruh terhadap fermentasi wine. Suhu yang cocok untuk proses ini adalah dibawah 30 oC. Semakin rendah suhu fermentasi maka semakin tinggi pula alkohol yang akan dihasilkan. pH yang digunakan untuk pertumbuhan khamir adalah 4-4,5. Untuk menaikkan pH digunakan NaOH, dan untuk menurunkan pH digunakan asam nitrat. Fermentasi anggur (wine) juga dipengaruhi oleh kosentrasi garam logam dalam perasan. Pada kosentrasi yang rendah akan menstimulir aktivitas dan petumbuhan khamir, sedangkan pada kosentrasi yang tinggi akan menghambat pertumbuhan sel khamir. Starter yang ditambahkan pada perasan buah anggur yang akan difermentasi banyaknya 2-5%. Karena hal tersebut dapat memperpendek fase adaptasi. Starter yang digunakan sebaiknya mempunyai kadar alkohol lebih dari 4%. Hal ini berguna untuk menekan



pertumbuhan



mikroorganisme



yang



merusak



atau



mengkontaminasi. Starter yang baik adalah starter dari biakan murni yang



7



dapat diisolasi dari buah. Media starter dibuat dari must yang sudah disterilisasikan antara 2-5% volume dan yang telah diinokulasikan dengan khamir (Budiyanto dan Krisno, 1996:75-77). 2.3 Jenis Mikroba Asam organik adalah komponen esensial untuk rasa di dalam minuman beralkohol seperti wine dan sake. Ketika khamir S. cerevisiae melakukan fermentasi, antara lain asam malat, suksinat, dan piruvat, Saccharomyces cerevisiae dapat memanfaatkan asam monokarboksilat rantai-pendek sebagai sumber karbon dan energi. Tahap pertama untuk katabolisme karbon tersebut adalah transpor melalui membran. Piruvat adalah senyawa kunci dalam glikolisis dan fermentasi alkohol pada S. cerevisiae. Transpor piruvat secara efisien pada S.cerevisiae hanya dapat dilakukan oleh monokarboksilat permease. Fermentasi alkohol adalah suatu proses feedback inhibition. Sel-sel khamir dibatasi oleh toleransi terhadap etanol, suhu dan tekanan osmotik dalam medium, maka pertumbuhan sel khamir akan terhambat, sehingga akhirnya sel mati. Meningkatnya konsentrasi etanol di dalam medium juga menyebabkan struktur membrane sel berubah (Gandjar, 2006). Penggunaan beberapa mikroorganisme tersebut disesuaikan dengan substrat atau bahan yang akan difermentasi dan kondisi proses yang akan berlangsung. Sebagai contoh untuk proses yang menggunakan suhu tinggi maka mikroorganisme yang digunakan sedapat mungkin yang bersifat thermofilik, misalnya, Clostridiumthermohydro sulfuricum dan sebagainya. Sedangkan mikroorganisme lain ada pula yang bersifat tahan terhadap kadar etanol yang tinggi (etanol tolerance), tahan terhadap toleransi gula yang tinggi (osmofilik) dan sebagainya. Sekarang ini mikroorganisme yang banyak digunakan dalam proses fermentasi alkohol adalah Sacharomyces cerevisiae yang dapat berproduksi tinggi, tahan atau toleran terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap melakukan aktivitasnya pada suhu 4 – 320C (Santi, 2008).



8



Jumlah sel Saccharomyces cerevisiae terus meningkat diikuti dengan penurunan konsentrasi gula reduksi. Peningkatan jumlah sel Sacchromyces cerevisiae dan penurunan konsentrasi gula reduksi ini diikuti dengan peningkatan konsentrasi etanol. Hal ini menunjukkan bahwa gula reduksi merupakan faktor penting bagi sel Saccharomyces cerevisiae sebagai sumber energi untuk melakukan metabolisme yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap konsentrasi etanol yang dihasilkan. Makin banyak gula reduksi yang dapat dimanfaatkan oleh sel Saccharomyces cerevisiae makin tinggi pula konsentrasi etanol yang dihasilkan oleh sel Saccharomyces cerevisiae. Besarnya konsentrasi etanol yang akan didapatkan dari proses fermentasi tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan konsentrasi gula reduksi awal karena proses fermentasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi adalah kultur inokulum yang digunakan, lama fermentasi, suhu, pH medium, jumlah makro dan mikro nutrien yang ada dalam media fermentasi, konsentrasi media fermentasi, gula reduksi dan sebagainya (Wignyanto, 2001). Sel yang termasuk jenis Sacharomyces cerevisiae berbentuk bulat, oval, atau memanjang. Dalam industri alkohol atau pembuatan anggur digunakan khamir permukaan yang disebut top yeast, yaitu khamir yang bersifat fermentatif kuat dan tumbuh dengan cepat pada suhu 200°C. Khamir permukaan tumbuh secara menggerombol dan melepaskan karbon dioksida dengan cepat mengakibatkan sel terapung pada permukaan. Contohnya adalah Sacharomyces cerevisiae var.ellipsoideus



merupakan



galur yang dapat memproduksi alkohol dalam jumlah tinggi, sehingga digunakan dalam industri pembuatan alkohol atau anggur (Fardiaz, 1989).



2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi wine Fermentasi alkohol/wine (anggur) dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: a. Spesies sel khamir Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium, sebagai contoh untuk 9



memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Sacharomyces cerevisiae sedangkan untuk laktosa dari “whey” menggunakan Candida pseudotropicalis.



Seleksi



tersebut



bertujuan



agar



didapatkan



mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan toleransi terhadap konsentrasi yang tinggi, mampu mengahasilkan alkohol dalam jumlah banyak dan tahan terhadap alkohol tersebut (Soeharto, 1986). b. Jumlah sel khamir Inokulum yaitu kultur mikroba yang diinokulasikan kedalam medium



fermentasi.



Tipe



dan



kosentrasi



mikroorganisme



yang



diinokulasikan merupakan “critical factor” yang mempengaruhi (wood, 1998). Jumlah “starter” optimum pada fermentasi alkohol adalah 2-5% serta jumlah khamir yang harus tersedia dalam jumlah yang cukup dengan jumlah sel berkisar 2-5 . 106 sel per ml (Soeharto 1986). c. Derajat keasaman(pH) Derajat keasaman optimum untuk pertumbuhan khamir yang digunakan pada fermentasi etanol adalah 4,5 – 5,5 (Prescott and Dunn, 2002). Pada umumnya sel khamir dapat tumbuh dan memproduksi etanol secara efisien pada pH 3,5 – 6,0 (Daulay dan Rahman 1992). d. Suhu Khamir mempunyai kisaran toleransi tertentu terhadap suhu untuk pembentukan selnya, optimum untuk khamir adalah 25 – 30oC serta khamir dapat tumbuh secara efesien pada suhu 28 – 35oC. Peningkatan suhu sampai 40oC dapat mempertinggi kecepatan awal produksi etanol, tetapi produktivitas fermentasi secara keseluruhan menurun karena meningkatnya pengaruh penghambatan oleh etanol terhadap pertumbuhan sel khamir (Daulay dan Rahman, 1992). e. Oksigen Selama fermentasi alkohol berlangsung, diperlukan sedikit oksigen yaitu sekitar 0,05-0,10 mmHg tekanan oksigen, yang diperlukan sel khamir untuk biosintesa lemak tak jenuh dan lipid. Jumlah oksigen yang lebih tinggi 10



dapat merangsang pertumbuhan sel khamir, sehingga produktivitasnya alkohol menjadi lebih rendah. Persediaan oksigen yang besar penting untuk kecepatan perkembangbiakan sel khamir dan permulaan fermentasi, namun produksi alkohol terbaik pada kondisi an aerob (Daulay dan Rahman, 1992). a. Pasteurisasi Pasteurisasi adalah perlakuan panas yang lebih ringan dari sterilisasi, biasanya suhu yang digunakan dibawah 100. Tujuan dari pasteurisasi adalah 1). Membunuh semua bakteri patogen (penyebab penyakit) yang umumnya dijumpai pada bahan pangan yaitu bakteribakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan masyarakat; 2). Memperpanjang daya tahan simpan bahan panagn dengan jalan mematikan bakteri pembusuk dan menonaktifkan enzim pada bahan pangan yang asam (pH 3,5) dan SO2 tidak memadai, maka bakteri BAL dapat tumbuh dan merusak wine atau penyebab kebusukan (Murli, 2007).



BAB III METODE PERCOBAAN 3.1 Alat dan Bahan : Alat



:



1. Peralatan Bioreaktor 2. Tabung reaksi, otoklaf, sumbat, kapas, jarum oase dan pembakaran spiritus



12



3. Pisau Blender, kain saring, timbangan, biakan murni, erlenmeyer dan sumbat kapas 4. Botol, sumbat botol, selang plastik, pembakar spiritus, starter, corong dan kain saring 5. Seperangkat kromatografi gas dan botol sampel Bahan : 1. Perasan Nenas (kadar gula 10-20o Brix) 2. Saccharomyces cereviceae varietas ellipsoideus 3. Gula 4. NaHSO3



3.2 Cara Kerja : 1. Pembuatan starter berbahan nenas Daging nenas dihancurkan, ditambah dengan air, dipanaskan pada suhu 85-90oC selama 10 menit. Kemduian diperas dan disaring. Filtratnya diencerkan sampai mencapai kadar gula 10oC Brix dan ditambahkan NaHSO3 sebanyak 100 ppm. Pasteurisasi dilakukan selama 10 menit pada suhu 70oC. Tabung biakan S. Cereviciae ditambahkan dengan 10 mL air destilat steril dan dikocok, kemudian dimasukkan ke dalam 250 mL sari nenas yang telah dipasteurisasi dan diinkubasi pada suhu 28oC Pembuatan wine nenas Sehari setelah pembuatan starter, sari nenas yang akan dibuat wine sudah disiapkan. Sari nenas tersebut diolah sama seperti pada pembuatan starter. Filtratnya ditambah dengan gula hingga mencapai 15o Brix dan NaHSO3 150 ppm. Kemudian dipasteurisasi pada suhu 70-80oC selama 10 menit. Sari nenas yang telah dipasteurisasi dimasukkan ke dalam bioreaktor/leher angsa. Setelah dingin ditambah starter yang telah disipakan sehari sebelumya. Fermentasi dilakukan pada suhu kamar sampai proses tersebut selesai. Wine sebagai hasil fermentasi kemudian dipasteurisasi pada suhu 70oC selama satu jam pada botol tertutup rapat untuk mencegah penguapan alkohol. Kemudian dilanjutkan dengan pematangan (aging) sedikitnya satu bulan



13



14



BAB IV PENGOLAHAN DATA & PEMBAHASAN



4.1. Pengolahan Data Konsentrasi sari nanas awal



: 8.5 % brix



Konsentrasi sari nanas akhir



: 5.0 % brix



Indeks bias sari nanas akhir



: 1.3389



pH fermentasi sari nanas



: 2,7



Tabel Kurva Kalibrasi Konsentrasi Gula



Indeks bias



5,9%



1.3344



6,9%



1.3348



8%



1.3351



8.80% 10.18%



1.3353 1.3354



KURVA KALIBRASI ANTARA KONSENTRASI GULA DAN INDEKS BIAS



15



Kurva Kalibrasi 13,356 13,354 13,352 y=0,0003x +1.3343 13,350



13,348 13,346 13,344 13,342 0



1



2



3



4



5



6



Perhitungan Konsentrasi Y=0,0003x +1.3343 Indeks bias setelah fermentasi = 1.3389 Perhitungan =>



1.3389 = 0,0003x +1.3343 1,3389 – 1,3343 = 0,0003X X



= 15,33 %



Konsentrasi alcohol yang didapat dari hasil fermentasi sari buah nanas adalah sebesar 15,33 %



Reaksi Fermentasi C12H22O11 + H2O → 2 C6H12O6 → 4 C2H5OH + 4 CO2 + ATP



KONDISI Sebelum Fermentasi



RASA Manis dan Asam



PARAMETER PENGAMATAN AROMA VISKOSITAS Buah nanas segar Encer



WARNA Kuning terang



16



Sesudah Fermentasi



Asam mendominasi



Sedikit harum dan berbau alkohol



Sedikit lebih viskos



Kuning kecoklatan dengan sedikit endapan



Hasil tes organoleptik



Pembahasan a. Sonia Santa Claudia ( 161411091 ) Wine merupakan minuman beralkohol yang dibuat dari hasil fermentasi sari buah-buahan manis dengan bantuan mikroba berupa ragi. Yeast tersebut akan mengkonsumsi kandungan gula yang ada pada buah dan mengubahnya menjadi alkohol. Perbedaan varietas buah dan strain khamir yang digunakan, tergantung pada tipe dari wine yang akan diproduksi (Yasa, 2011). Pada pembuatan wine ini buah yang digunakan adalah nanas. Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari bioproses di bidang agroindustri dengan melibatkan mikroba yang diaplikasikan pada pembuatan wine. Khamir yang digunakan adalah Saccharomyces sp. Khamir ini akan mengubah gula menjadi alkohol dan CO2. Dalam perombakan ini diperlukan pula nutrien yang mendukung pertumbuhan khamir, jika tidak tersedia pada bahan baku. Keseimbangan sifat alami yang terkandung pada nanas, menyebabkan nanas ini dapat difermentasi tanpa penambahan gula, asam, enzim, ataupun nutrisi lain. Buah nanas yang digunakan diuji kadar glukosanya terlebih dahulu, dimana syarat awalnya adalah memiliki kadar gula berkisar dari 515% brix. Didapat nilai brix nanas yang digunakan adalah 8.5 sehingga penambahan gula ataupun pengenceran tidak perlu dilakukan. Nilai 5 – 15% brix merupakan kondisi optimum proses untuk mendapatkan kadar alcohol yang tinggi dan pertumbuhan khamir yang cepat.



17



Pasteurisasi harus dilakukan pada inokulum sebelum proses fermentasi, suhu operasinya adalah 75-850C selama 10 sampai 15 menit. Hal ini bertujuan untuk membunuh bakteri pathogen yang berpotensi mengganggu proses fermentasi. Inoculum dimasukkan ke dalam media fermentasi secara aseptis dan proses dilakukan pada leher angsa yang diisi H2SO4 tujuannya adalah untuk membuat kondisi fermentasi secara anaerob dimana kondisi ini memungkinkan ragi mengubah jalur metabolit sehingga menghasilkan alcohol. Setelah proses fermentasi dilakukan analisa produk secara kuantitatif seperti pH, kadar gula dan kadar alcohol yang terbentuk. pH yang didapat adalah 2.7, kadar gula yang didapat adalah 5% brix dan indeks bias 1,389. Berdasarkan persamaan kurva kalibrasi didapat kadar alkohol 15.33 % sedangkan kadar gula yang dihasilkan berkurang. Hal ini sesuai dengan teori dimana setelah fermentasi kadar glukosa akan berkurang karena mikroba akan menggunakannya untuk metabolisme dan menghasilkan produk yaitu alkohol. Analisa produk juga dilakukan secara kualitatif dengan tes organoletik yaitu mengamati rasa, aroma, kekentalan dan warna dari produk yang dihasilkan. b. Syam Sugama Putra (161411092) Wine ialah minuman beralkohol yang biasanya terbuat dari jus anggur menggunakan ragi / khamir / yeast dimana terjadi reaksi biokimia oleh yeast. Yeast tersebut mengkonsumsi kandungan gula anggur dan mengubah menjadi alkohol. Tujuan dari praktikum ini adalah penerapan dari ilmu bioproses pada bidang argoindustri. Aplikasi yang diterapkan adalah pembuatan wine dengan bantuan dari mikroba Saccharomyces sp. Prinsip kerja dari mikroba tersebut adalah dengan mengubah nutrien yang berupa gula menjadi alkohol dan CO2. Dalam prosesnya, mikroba tersebut merombak bahan baku yang berasal dari saripati buah nenas pada praktikum ini. Selain merombak, kondisi pertumbuhan dari mikroba tersebut perlu diperhatikan juga seperti keadaan suhu dan kelembapan, konsentrasi nutrien, dll. Derajat Brix sebagai syarat awal pembuatan wine harus memiliki kadar gula 5-15& Brix. Pada praktikum ini digunakan buah nanas yang memiliki kadar



18



gula sebesar 8.5. Nilai dari 5 – 15% brix adalah kondisi optimum proses yang harus direkayasa untuk mendapatkan kadar alcohol yang tinggi. Selanjutnya dilakukan pasteurisasi pada inokulum sebelum memulai fermentasi, suhu pada saat pasteurisasinya sebesar 75-850C dengan kisaran waktu 10-15 menit. Hal ini dilakukan untuk membunuh bakteri pathogen yang akan mengganggu proses fermentasi sehingga proses pasteurisasinya gagal. Kemudian inoculum dimasukkan ke dalam media fermentasi dengan aseptis dan proses nya dilakukan pada leher angsa yang sebelumnya telah diisi H2SO4. Ini bertujuan untuk membuat kondisi fermentasi secara anaerob sehingga memungkinkan ragi mengubah jalur metabolit sehingga menghasilkan alkohol. Data yang diperoleh dari hasil winenya untuk pH didapat nilai sebesar 2.7, kadar gula nya 5% brix dan untuk indeks bias 1,389. Dari persamaan kurva kalibrasi diperoleh kadar alkohol sebesar 15.33 % sedangkan kadar gula yang dihasilkannya berkurang. Sesuai teori dinyatakan bahwa setelah fermentasi kadar glukosa akan berkurang karena mikroba menggunakannya untuk proses metabolisme dan menghasilkan produk alkohol. Analisa lain juga dilakukan yaitu tes organoletik yaitu pada rasa, aroma, kekentalan dan warna dari produk yang dihasilkan.



19



BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Wine merupakan salah satu produk bioproses di bidang agroindustry dengan melibatkan mikroba jenis khamir Saccharomyces sp. 2. Penggunaan sari buah disebabkan oleh kadar glukosa yang terkandung di dalam buah tersebut karena proses yang terjadi adalah perubahan glukosa menjadi alkohol oleh mikroba 3. Karakteristik dan mutu wine ditentukan oleh komposisi bahan baku, proses fermentasi, dan perubahan-perubahan yang terjadi baik alami atau disengaja dalam periode setelah fermentasi selesai. 4. Faktor yang mempengaruhi dalam pembuatan wine apel adalah bahan baku, lama fermentasi, konsentrasi ragi dan tingkat sanitasinya.



20



DAFTAR PUSTAKA  



Abdurahman, Deden. 2006. Biologi Kelompok Pertanian dan Kesehatan. Grafindo Media Pratama. Jakarta. Endah, R. D., Sperisa D., Adrian Nur., Paryanto. 2007. Pengaruh Kondisi Fermentasi terhadap Yield Etanol pada Pembuatan Bioetanol dari Pati Garut. Gema Teknik, No. 02, Th. 10. Jurusan Teknik Kimia, Univeristas Sebelas Maret. Surakarta.







Gandjar, Indrawati. 2006. Mikologi : Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.







Gunam, Ida Bagus Wayan dkk. 2009. Pengaruh Jenis dan Jumlah Penambahan



Gula



Pada



Karakteristik



Wine



Salak.



Universitas



Udayana.Vol.15, No.1 Bali. 



Kulkarni, Mayuri. Kininge, Pallavi. 2001. Effect Of Additives On Alcohol Production And Kinetic Studies Of S.Cerevisiae Sugar Cane Wine Production. Vo.2.No.1. India.







Kwartiningsih, Endang. 2005. Fermentasi Sari Buah Nanas menjadi Vinegar. Jurnal Ekuilibrium, Vol. 04, No. 01. Surakarta.



 



Muchtadi,dkk.2010.Teknologi Proses pengolahan Pangan. Bandung:Alfabeta Pawignya Harsa., Tunjung Wahyu Widayati., Datu Putra., Putra Akbar. 2010. Tinjauan Kinetika Pembuatan Rose Wine. Pengembangan Teknologi Kimia Untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. ISNN 1693 – 4393.







Santi, Sintha Soraya. 2008. Pembuatan Alkohol dengan Proses Fermentasi Buah Jambu Mete oleh Khamir Sacharomices cerevesiae. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik, Vol. 08, No. 02. Jawa Timur.







Siler, C E. 1996. High Alcohol Fermentation of Grape Juice Concentrate. Food Science Department. American Society for Enology and Viticulture. America.







Tjahjadi, C dan Herlina Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Bandung: Universitas Padjajaran



21







Torija, Ma Jesus. 2002. Effects of Fermentation Temperature on The Srain Population of Saccharomyces cerevisiae. Internatonal Journal of Food Microbiology 80, 47-53. Spain.







Wignyanto. 2001. Pengaruh Konsentrasi Gula Reduksi Sari Hati Nanas dan Inokulum Saccharomyces cerevisiae pada Fermentasi Etanol. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 02, No. 01, Hal. 68-77.







USDA Food Composition Databases







Software developed by the National Agricultural Library v.3.5.5.2 2016-1129







NAL Home | USDA.gov | Agricultural Research Service | Plain Language | FOIA | Accessibility Statement | Information Quality | Privacy Policy | NonDiscrimination



Statement



|



USA.gov



|



White



House



https://ndb.nal.usda.gov/ndb/nutrients/index  



https://lordbroken.wordpress.com/2010/06/14/pembuatan-wine/ (diakses : 28/November/2016). Guleria, A.(2014). Production of Grape Wine by The use of yeast, saccharomycese cerevisiae. Global Journal for Research Analysis, 3(6), 1



22