LP NHL [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN “LIMFOMA NON HODGKIN”



STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH



Oleh HIZBA RIDHAKA I4B016052



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PENDIDIKAN PROFESI NERS PURWOKERTO



2017 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari sistem limfatik. Limfoma merupakan penyakit keganasan tersering kedua pada sel limfoid setelah leukemia (Longo, 2012). Berdasarkan ada tidaknya sel Reed Sternberg, limfoma diklasifikasikan menjadi dua yaitu: Limfoma Hodgkin dan Limfoma Non Hodgkin. Berdasarkan data di Amerika Serikat, Limfoma Hodgkin memiliki prevalensi 8,2% dari keseluruhan keganasan sel limfoid, sementara Limfoma Non Hodgkin memiliki prevalensi 62,4% (Longo, 2012). Limfoma Non Hodgkin pada tahun 2009, merupakan peringkat keempat tipe kanker penyebab kematian pada laki-laki usia 20-39 tahun di Amerika Serikat dan merupakan peringkat kelima tipe kanker penyebab kematian pada perempuan usia lebih dari sama dengan 80 tahun di Amerika Serikat. Angka kematian Limfoma Non Hodgkin di Amerika Serikat pada tahun 2005-2009 pada laki-laki 8,4 per 100.000 penduduk, sementara pada perempuan 5,2 per 100.000 penduduk. (Siegel et al., 2013). Pada tahun 20002009 Limfoma Non Hodgkin mengalami penurunan angka rata-rata kematian tahunan sebesar 3% yang menduduki peringkat keempat setelah chronic myeloid leukemia (8,4%), kanker gaster (3,1%), dan kanker kolorektal (3%). (Siegel. Dkk., 2013) Di Indonesia didapat data estimasi insidensi limfoma pada anak tahun adalah 0,75 per 100.000 penduduk (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Informasi mengenai deskripsi demografi limfoma di Indonesia masih sangat sedikit. Oleh karena itu, informasi mengenai insidensi limfoma dan deskripsinya berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, asal preparat (predileksi), diagnosis klinis, dan subtipe histopatologis limfoma. Perawat merupakan tenaga kesehatan yang berperan sebagai edukator, konselor dan merawat pasien kanker limfoma non hodgkin pada tahap pre-operasi dan post operasi. Perawat harus mampu untuk mengenali karakteristik kanker limfoma non hodgkin agar dapat



memberikan asuhan keperawatan yang maksimal. Oleh karena itu saya membuat laporan ini untuk menuntukkan karakteristik penyakit kanker limfoma non hodgkin dan asuhan keperawatannya. 2. Tujuan a. Mengetahui definisi pasien kanker limfoma non hodgkin. b. Mengetahui etiologi pasien kanker limfoma non hodgkin. c. Mengetahui manifestasi klinik pasien kanker limfoma non hodgkin. d. Mengetahui patofisiologi pasien kanker limfoma non hodgkin. e. Mengetahui pathway pasien kanker limfoma non hodgkin. f. Mengetahui pemeriksaan penunjang pasien kanker limfoma non hodgkin. g. Mengetahui komplikasi pasien kanker limfoma non hodgkin. h. Mengetahui penatalaksanaan pasien kanker limfoma non hodgkin. i. Mengetahui pengakajian fokus kanker limfoma non hodgkin Mengetahui diagnosa dan intevensi keperawatan pada pasien kanker limfoma non hodgkin.



BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa dari limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan). Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin (Corwin, 2009). 2. Etiologi Penyebab LNH belum jelas diketahui. Para pakar cenderung berpendapat bahwa terjadinya LNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan imunologis persisten yang menimbulkan proliferasi jaringan limfoid tidak terkendali. Diduga ada hubungan dengan virus Epstein Barr LNH kemungkinan ada kaitannya dengan factor keturunan karena ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga menderita LNH maka risiko anggota keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih besar disbanding dengan orang lain yang tidak termasuk keluarga itu. Pada penderita AIDS : semakin lama hidup semakin besar risikonya menderita limfoma. Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH menurut Sudoyo Dkk (2009), antara lain : a. Imunodefisiensi 25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan terjadinya LNH antara lain adalah :severe combined immunodeficiency, hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott Aldrich syndrome dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubugkan pula dengan Epstein Barr Virus (EBV) dan jenisnya beragam. b. Agen Infeksius EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic. Karena tidak pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkit belum diketahui. c. Paparan Lingkungan dan Pekerjaan



Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik. d. Diet dan Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV4,5. 3. Klasifikasi Limfoma Non-Hodgkin. Ada 2 klasifikasi besar penyakit ini menurut Sudoyo. Dkk (2009), yaitu: a. Limfoma Non Hodgkin Agresif Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi. Karena sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin agresif ini tumbuh dengan cepat. Meskipun nama ‘agresif’ kedengarannya sangat menakutkan, limfoma ini sering memberikan respon sangat baik terhadap pengobatan.Meskipun pasien yang penyakitnya tidak berespon baik terhadap standar pengobatan lini pertama,sering berhasil baik dengan kemoterapi dan transplantasi sel induk. Pada kenyataannya, limfoma nonHodgkin agresif lebih mungkin mengalami kesembuhan total daripada limfoma non Hodgkin indolen. b. Limfoma Non Hodgkin Indolen Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak terditeksi untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini, dokter mungkin menemukan pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin. Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, atau suatu sinar-X, dada, mungkin menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi akibat limfoma non Hodgkin. Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang kelihatan sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat



paha. Pada saat diagnosis pasien juga mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Karena limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat dan sering tanpa menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat pertama terdiagnosis. 4. Stadium Penyebaran Limfoma menurut Sudoyo Dkk (2009) dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut, yaitu sebagai berikut: a. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar getah bening. b. Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau perut. c. Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut. d. Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak. 5. Patofisiologi Sel limfosit dari kelenjar limfe berasal dari sel sel induk multipotensial di dalam sumsum tulang. Sel induk akan bertransformasi menjadi sel progenitor limfosit yang kemuadian akan berdiferensiasi melalui dua jalur. Sebagian akan mengalami pematangan di dalam kelenjar timus menjadi limfosit T. Sebagian lagi akan menuju kelenjar limfe ataupun tetap berada di sumsum tulang dan berdiferensiasi menjadi limfosit B. Apabila ada rangsangan antigen yang sesuai maka limfosit T akan aktif berpoliferasi sebagai respon sistem imun seluler. Sedangkan limfosit B akan aktif menjadi imunoblas yang kemuadian menjadi sel plasma dan akan membentuk imunoglobulin. Terjadi perubahan pada sitoplasma sel plasma menjadi lebih banyak dari pada sitoplasma sel B. Sedangkan limfosit T yang aktif akan berukuran lebih besar dari pada sel T yang belum aktif.



Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma (abnormal) merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari kelompok sel limfosit yang belum aktif yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas akibat respon dari adanya antigen. Beberapa perubahan pada sel limfosit inaktif ialah ukurannya semakin lebih besar, kromatin inti menjadi lebih halus, nukleolinya terlihat dan protein permukaan sel mengalami perubahan. (Reksodiputro, 2009) Masalah ancaman perubahan status kesehatan akan mengakibatkan fungsi peran pasien berkurang sehingga pola interaksi juga menurun. Penurunan pola interaksi menyebapkan terjadinya perolehan informasi yang kurang mengenai penyakitnya sehingga biasanya pasien akan cemas. Proses penyakit yaitu pembesaran kelenjar limfoid akan menyebapkan terjadi gangguan pada saraf yaitu adanya tekanan pada saraf oleh kelenjar yang membesar/tumor sehingga akan memunculkan rasa nyeri. Perubahan rangsangan imunologik secara tidak langsung akan mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga ketika rangsangan imunologik berubah menjadi tidak baik, maka akan terjadi gangguan pada metabolisme tubuh. Gangguan metabolisme ini akan menimbulkan perasaan mual, kurang nafsu makan, maupun iritasi lambung karena proses metabolisme yang terganggu. Semua hal tersebut mengakibatkan pemasukan nutrisi untuk tubuh menjadi terganggu yang akan mengakibatkan penurunan berat badan, sehingga memunculkan masalah gangguan nutrisi. 6. Pathway



7. Manifestasi Klinis Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin menurut Suzanne & Smeltzer (2010), yaitu : 1) Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit. 2) Demam. 3) Keringat malam. 4) Rasa lelah yang dirasakan terus menerus. 5) Gangguan pencernaan dan nyeri perut. 6) Hilangnya nafsu makan. 7) Nyeri tulang. 8) Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena. 9) Limphadenopaty.



Gejala



Penyebab



Gangguan pernafasan Pembengkakan wajah Hilang nafsu makan Sembelit berat Nyeri perut atau perut kembung Pembengkakan tungkai Penurunan berat badan Diare Malabsorbsi Pengumpulan cairan di sekitar paru-paru (efusi pleura) Daerah kehitaman dan menebal di kulit yang terasa gatal Penurunan berat badan Demam Keringat di malam hari Anemia



Pembesaran kelenjar getah bening di dada



Kemungkin n timbulny gejala 20-30%



Pembesaran kelenjar getah bening di perut



30-40%



Penyumbatan pembuluh getah bening di selangkangan atau perut Penyebaran limfoma ke usus halus



10%



Penyumbatan pembuluh getah bening di dalam dada



20-30%



Penyebaran limfoma ke kulit



10-20%



Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh



50-60%



Perdarahan ke dalam saluran pencernaan



30%, pada



10%>



(berkurangnya jumlah sel darah merah)



Mudah terinfeksi oleh bakteri



Penghancuran sel darah merah oleh limpa yang membesar & terlalu aktif Penghancuran sel darah merah oleh antibodi abnormal (anemia hemolitik) Penghancuran sumsum tulang karena penyebaran limfoma Ketidakmampuan sumsum tulang untuk menghasilkan sejumlah sel darah merah karena obat atau terapi penyinaran Penyebaran ke sumsum tulang dan kelenjar getah bening, menyebabkan berkurangnya pembentukan antibody



8. Pemeriksaaan Penunjang Pemeriksaan penunjang untuk menilai adanya limfoma non hodgkin menurut Sudoyo. Dkk (2009), yaitu: a. USG Banyak digunakan untuk melihat pembesaran kelenjar getah bening. b. Foto thorak Digunakan untuk menentukan keterlibatan kelenjar getah bening mediastina. c. CT- Scan Digunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan limpoma d. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan Hb, Dl, pemeriksaan uji fungsi hati / ginjal secara rutin). e. Laparatomi Laparatomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah bening pada illiaka, para aortal dan mesentrium dengan tujuan menentukan stadiumnya. f. Biopsi Pemeriksaan biopsy kelenjar atau massa tumor untuk mengetahui subtype LNH, bila perlu sitologi jarum halus (FN HB) ditempat lain yang dicurigai. Jenis biopsi yang dilakukan, yaitu: Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang membesar, biopsi aspirasi jarumhalus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap pengobatan, dan biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang



akhirnya b mencapai 100%



20-30%



diambil dari tulang panggul untuk melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang. g. Pemeriksaan THT pemeriksaan untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat dilanjutkan dengan tindakan gastroskopi h. Bone Scan Jika diperlukan pemeriksaan bone scan atau bone survey untuk melihat keterlibatan tulang. 9. Pengkajian Fokus Pengkajian fokus pada pasien menurut Lewis (2008), yaitu: a. Aktivitas / Istirahat Kelelahan, kelemahan, atau malaise umum.vKehilangan produktivitas dan penurunan toleransi latihan. Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak. Penurunan kekuatan, jalan lamban, dan tanda lain yang menunjukkan kelelahan. b. Sirkulasi Palpitasi, angina / nyeri dada. Takikardia, disritmia. Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang). Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obstruksi duktus empedu oleh pembesan nodus limfe (mungkin tanda lanjut). Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam. c. Integritas Ego Faktor stress mis ; sekolah, pekerjaan, keluarga. Takut/ansietas sehubungan dengan kemungkinan takut mati. Anseitas/takut sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas pengobatan (kemoterapi dan terapi radiasi). biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut kehilangan pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu bekerja. Status hubungan: takut dan ansietas sehubungan dengan menjadi orang yang tergantung pada keluarga. Tanda: marah, menarik diri, pasif. d. Eliminasi Gejala : Perubahan karakteristik urine atau feses. Riwayat obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorpsi (infiltrasi dari nudos limfa retroperitonial). Tanda: nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran kanan atas dan pembesaran pada palpasi (hematomegali). Nyeri tekan pada kuadran kiri



e.



f.



g.



h.



i.



j.



atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali). Penurunan haluaran urine, urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretral/ gagal ginjal). Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut). Makanan & Cairan Gejala : Anoreksia/kehilangan nafsu makan. Disfagia ( tekanan pada esofagus). Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya tanpa upaya diet. Tanda: pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau tangan kanan (sekunder terhadap kompresi vena kava superioroleh pembesaran nodus limfe). Ekstrimitas Edema ekstrimitas bawah sehubungan dengan obstruksi vena kavainferior dari pembesaran nodus limfe intraabdominal (non-Hodgkin). Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa intraab-dominal). Neurosensori Nyeri syaraf ( neuralgia ) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran nodus limfa pada brakial, lumbar, dan, pleksus sakral. Kelamahan otot, parestesia. Tanda : Status mental: letargi, menarik diri terhadap sekitar. Paraplegia ( kompresi batang spinal dari tubuh vetebral, keterlibatan diskus pada kompresi/ degenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batang spinal). Nyeri / Kenyamanan Nyeri tekan / nyeri pada nodus limfa yang terkena mis; pada sekitar mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung ( kompresi vertebral ) ; nyeri tulang umum ( keterlibatan tulamg limfomatus ). Nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol. Tanda: Fokus pada diri sendiri; perilaku berhati – hati. Pernafasan Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada. Tanda: Dispnea; takikardia, Batuk kering non-produktif. Tanda distres pernafasan, contoh peningkatan frekuensi pernapasan dan kedalaman, penggunaan otot bantu, stridor, sianosis. Parau/ paralisis laryngeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal). Keamanan Riwayat sering/adanya infeksi (abnormalitas imunitas seluler pencetus untuk infeksi virus herpes sismetik, TB,



toksoplasmosis, atau infeksi bakterial ). Riwayat mononukleus ( resiko tinggi penyakit hodgkin pada pasien dengan titer tringgi virus Espstien – Barr ). Riwayat ulkus / perforasi perdarahan gaster. Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari berakhir sampai beberapa minggu ( demam pel – Ebstain ) diikuti oleh periode demam; keringat malam tanpa mengigil. Kemerahan/ pruritus umum. Tanda : Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 380 C tanpa gejala infeksi. Nodus limfe simetris, tak nyeri, membenkak / membesar ( nodus servikal paling umum terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan kanan; kemudian nudos aksila dan mediastinal ). Nudus dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat digerakkan. Pembesaran tonsil. Pruritus umum. Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (vitiligo) k. Seksualitas Masalah tentang fertilitas / kehamilan (sementara penyakit tidak mempengaruhi), tetapi penurunan libido. l. Penyuluhan/Pembelajaran Faktor resiko keluarga, pekerjaan terpajan pada herbisida (pekerja katu/kimia). 10. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada pasien dengan limfa non hodgkin menurut Sudoyo. Dkk (2010), yaitu: a. Radioterapi Walaupun beberapa pasien dengan stadium I yang benar-benar terlokalisasi dapat disembuhkan dengan radioterapi, terdapat angka yang relapse dini yang tinggi pada pasien yang dklasifikasikan sebagai stadium II dan III. Radiasi local untuk tempat utama yang besar harus dipertimbangkan pada pasien yang menerima khemoterapi dan ini dapat bermanfaat khusus jika penyakit mengakibatkan sumbatan/ obstruksi anatomis. Pada pasien dengan limfoma keganasan tingkat rendah stadium III dan IV, penyinaran seluruh tubuh dosis rendah dapat membuat hasil yang sebanding dengan khemoterapi. b. Kemoterapi Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinu atau intermiten yang dapat memberikan hasil baik pada pasien dengan limfoma maligna keganasan



tingkat rendah yang membutuhkan terapi karena penyakit tingkat lanjut.Terapi kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide, oncovin, dan prednisolon)) juga dapat digunakan pada pasien dengan tingkat rendah atau sedang berdasakan stadiumnya. Paling baik selalu diberikan kemoterapi kombinasi MOPP: M = Mustard nitrogen 6mg / sqm iv hari ke 1 dan 8. O = Oncovin = vincristine 1,0 – 1,mg / sqm iv hari ke 1 dan 8. P = Procarbazine 100mg / sqm per os tiap hari ke 1-14. P = Prednison 40mg / sqm per os tiap hari ke 1-14. Satu seri adalah 14 hari kemudian istirahat 14 hari. 11. Diagnosa Keperawatan a. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ( mual, muntah) b. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi. c. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. d. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi e. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dankebutuhanoksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur f. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf



12. Perencanaan 1. 2. Diagnosa N Keperawatan No 6. 7. Nutrisi kurang 1 dari kebutuhan tubuh . berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ( mual, muntah)



23.24.



Resiko



3. Tujuan / Kriteria 4. Hasil 8. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x24 jam Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan 9. Kriteria Hasil : 10. Nutritional Status  BB meningakat  Nafsu makan pasien meningkat  Gangguan penelanan berkurang  Rasa sakit pada waktu menelan berkurang 25.



Setelah



1. 2.



3.



4.



5. 6.



Intervensi 11. Nutrition Management Lakukan pendekatan pada pasien dan keluarganya. Jelaskan pada pasien dan keluarga penyebabnya dari rasa sakit dan cara mengurangi rasa sakit. Jelaskan pada pasien tentang penyakitnya dan akibatnya jika ia tidak makan. Anjurkan pada kelurga untuk memberikan makanan tambahan yang ringan untuk dicerna Obervasi TTV Kolaborasi dengan tim kesehatan dan ahli gizi 12.



5.



1. 2.



3.



4.



5.



6. 27. Infection Protection



Rasional 13. Nutrition Management Pasien dan keluarga lebih kooperatif. 14. Pasien mendapat informasi yang tepat. 15. 16. 17. Pasien mendapat informasi yang tepat. 18. 19. Untuk memudahkan pasien menelan. 20. 21. Untuk mengetahui perkembangan pasien 22. Untuk menetukan diet yang diperoleh oleh px 29. nfection Protection



.



2 terjadinya infeksi dilakukan tindakan berhubungan dengan keperawatan selama proses inflamasi. 2x24Tidak terjadi infeksi, dengan Kriteria Hasil : 26. Infection Control  Suhu tubuh dalam batas normal  Tidak ada tanda inflamasi  Keringat berkurang 31.32. Cemas 34. Setelah 3 berhubungan dengan dilakukan tindakan kurangnya keperawatan selama pengetahuan tentang 2x24 jam tidak terjadi penyakitnya. nutrisi kurang dari 33. kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil : 35. Anxiety Control  Nafsu makan meningkat,  porsi habis,  BB tidak turun



1. Beri penjelasan tentang terjadinya infeksi 2. Beritahu pasien tentang tandatanda inflamasi 3. Beri kompres basah 4. Anjurkan pasien untuk memakai baju yang menyerap keringat. 5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat 28.



1. Pasien mengetahui proses terjadinya infeksi 2. Pasien mengetahui tanda-tanda inflamasi dan pencegahannya 3. Menurunkan suhu tubuh pasien 4. Agar keringat mudah diserap dan suhu tubuh tidak meningkat 5. Diharapkan dapat mempercepat proses kesembuahn pasien 30.



36. Anxiety Reduction Observasi nafsu makan klien 37. 38. Beri makan klien sedikit tapi sering Beritahu klien pentingnya nutrisi 39. Pemberian diet TKTP



40. Anxiety Reduction Porsi makan yang tidak habis menunjukkan nafsu makan belum membaik Meningkatkan masukan secara perlahan Klien dapat memahami dan mau meningkatkan masukan nutrisi Peningkatan energi dan protein pada tubuh sebagai pembangun



1.



2. 3. 4.



1.



2. 3. 4.



41.42. Hipertermi 4 berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi 43.



53.54. Intoleransi 5 aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dankebutuhanoksigen kelemahan umum



drastis 44. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan suhu tubuh klien menurun dengan Kriteria Hasil : 45. Thermoregulati on  TTV dalam batas normal 46.



1. 2.



3.



4.



5.



47. Fever Treatment Observasi suhu tubuh pasien Anjurkan dan berikan banyak minum (sesuai kebutuhan cairan anak menurut umur) Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha. Anjurkan untuk memakaikan pasien pakaian tipis, longgar dan mudah menyerap keringat. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik. 48. 49. 50. 51.



1.



2.



3.



4.



5.



52. Fever Treatment Dengan memantau suhu diharapkan diketahui keadaan sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat. Dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh Kompres dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien secara konduksi Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat mencegah evaporasi sehingga cairan tubuh menjadiseimbang. Antipiretik akan menghambat pelepasan panas oleh hipotalamus.



55. Setelah 57. Energy Management 58. Energy Management dilakukan tindakan 1. Mengevaluasi respon pasien 1. Memberikan kemampuan atau terhadap aktivitas, mencatat dan keperawatan selama kebutuhan pasien dan memfasilitasi melaporkan adanya dispnea, 2x24 jamAktivitas dalam pemilihan intervensi peningkatan kelelahan, serta dapat terpenuhi selama 2. Mengurangi stress dan stimulasi yang perubahan dalam tanda vital perawatan dengan berlebihan, serta meningkatkan selama dan setelah aktivitas. kriteria hasil :



serta kelelahan karena 56. Energy 2. Memberikan lingkungan yang istirahat. gangguan pola tidur Conservation nyaman dan membatasi 3. Bedrest akan memelihara tubuh pengunjung selama fese akut  Laporan secara selama fase akut untuk menurunkan atas indikasi. Menganjurkan verbal, kekuatan kebutuhan metabolisme dan untuk menggunakan memejen otot meningkat memelihara energy untuk stress dan aktivitas yang dan tidak ada penyembuhan beragam. perasaan 3. Menjelaskan pentingnya 4. Pasien mungkin merasa nyaman kelelahan. dengan kepala dalam keadaan beristirahat pada rencana  Tidak ada sesak elevasi, tidur di kursi atau istirahat tindakan dan perlunya  Denyut nadi dalam pada meja dengan bantuan bantal keseimbangan antara aktivitas batas normal dengan istirahat.  Tidak muncul 5. Meminimalkan kelelahan dan 4. Membantu pasien untuk berada sianosis menolong menyeimbangkan suplai pada posisi yang nyaman untuk oksigen dan kebutuhan. beristirahat dan atau tidur. 59. 5. Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan self-care. Memberikan aktivitas yang meningkat selama fase penyembuhan. 60.61. Nyeri 62. Setelah 65. Pain Management 66. Pain Management 1. Tentukan karakteristik dan 6 berhubungan dengan dilakukan tindakan lokasi nyeri, perhatikan isyarat 1. Menentukan tindak lanjut intervensi. interupsi sel saraf keperawatan selama 67. verbal dan non verbal setiap 6 2x24 jam diharapkan 2. Nyeri dapat menyebabkan gelisah jam intensitas nyeri



berkurang dengan kriteria hasil : 63. Pain Level  Klien merasa nyaman  Skala nyeri menurun  GCS E4V5M6  Tanda-tanda vital normal(nadi : 60100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit) 64. 68. 69.



2. Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6 jam 3. Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang) 4. Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan sarankan untuk mengulangi bila merasa nyeri 5. Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman 6. Kolaborasi dalam pemberian analgetika.



3. 4.



5. 6.



serta tekanan darah meningkat, nadi, pernafasan meningkat Mengalihkan perhatian dari rasa nyeri Relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot sehingga mengurangi penekanan dan nyeri. Mengurangi keteganagan area nyeri. Analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan menimbulkan penghilangan nyeri.



70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80.



81.



DAFTAR PUSTAKA



Corwin, E. (2009). Buku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta: EGC. Kementerian Kesehatan. (2013). Riskesdas 2013. Jakarta: Kemenkes RI Longo. (2012). Management for Positive Outcome. 7th edition. St. Louis : Elsevier Saunders. Lewis, Sharon L. 2008. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical Problems Volume 2. Seventh Edition. St.Louis : Mosby. Reksodiputro. (2009). Diagnosis & Terapi Kedokteran Penyakit Dalam Buku 2. Jakarta : Salemba Medika. Siegel, Dkk. (2013). Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC Sudoyo, A., Dkk. (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC Suzanne, C., & Smeltzer, B. (2010). Buku ajar keperawatan medikal bedah Jakarta: EGC