Asuhan Keperawatan Plasenta Akreta [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PLASENTA AKRETA Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas II



Disusun Oleh: Kelompok 7 Gina Sya’adillah Avista Vitria Arie Vani



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT PROGRAM STUDI S1KEPERAWATAN 2018-2019 1



I. PENDAHULUAN Istilah plasenta akreta digunakan untuk menggambarkan setiap jenis dari implantasi yang melekat terlalu erat secara abnormal ke dalam dinding uterus yang diakibatkan karena tidak adanya desidua basalis secara parsial atau total dan gangguan perkembangan lapisan fibrinoid (membran Nitabuch). Pada plasenta akreta, vili korialis menanamkan diri lebih dalam ke dinding rahim. Sedangkan pada plasenta normal menanamkan diri sampai ke batas lapisan otot rahim. inkreta



Dilihat dari beberapa dekade terakhir, insiden plasenta akreta,



dan perkreta telah meningkat. Peningkatan ini terjadi karena



bertambahnya angka pelahiran caesar. S e c a r a k l i n i s , p l a s e n t a akreta menjadi masalah saat persalinan ketika plasenta tidak sepenuhnya terpisah dari rahim dan diikuti oleh perdarahan obstetrik yang masif menyebabkan histerektomi,



repair pada cidera ureter, kandung kemih, usus, atau



struktur neurovaskular, sindrom gangguan pernapasan dewasa, reaksi transfusi akut, ketidakseimbangan elektrolit, dan gagal ginjal. Hilangnya darah ratarata persalinan pada wanita dengan plasenta akreta adalah 3000-5000 ml. Sebanyak 90% pasien dengan plasenta akreta membutuhkan transfusi darah. Berdasarkan data dari American college of obstetricians and gynecologist memperkirakan bahwa plasenta akreta timbul sebagai komplikasi dari 1:2500 kelahiran. Dari ulasan Stafford dan Belfort (2008) melaporkan insiden sekitar 1:2500 yang terjadi pada tahun 1980an, 1:535 terjadi pada tahun 2002, 1:210 terjadi pada tahun 2006. Selama beberapa waktu, kondisi tersebut telah menjadi penyebab utama perdarahan post partum yang tidak terkendali sehingga memerlukan histerektomi peripartum darurat. Berbagai bentuk plasenta akreta merupakan penyebab dari kematian ibu akibat perdarahan tersebut. Plasenta akreta menyebabkan 7%-10% dari kasus kematian ibu di dunia.



II. DEFINISI Plasenta akreta adalah tertahanya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo,2007). Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan 2



miometrium (menembus desidua basalis). Plasenta akreta adalah plasenta yang melekat secara abnormal pada uterus, dimana villi korionik berhubungan langsung dengan miometrium tanpa desidua diantaranya. Desidua endometrium merupakan barier atau sawar untuk mencegah invasi villi plasenta ke miometrium uterus. Pada plasenta akreta, tidak terdapat desidua basalis atau perkembangan tidak sempurna dari lapisan fibrinoid.



III. ETIOLOGI Plasenta akreta berkaitan dengan tingginya kadar alpha-fetoprotein dan ketidaknormalan kondisi di dalam lapisan rahim. Meskipun begitu, penyebab pasti plasenta akreta belum diketahui secara pasti.Sebenarnya risiko seorang wanita terkena plasenta akreta bisa terus meningkat tiap kali dirinya hamil, terlebih lagi jika berusia di atas 35 tahun. Selain itu, kasus plasenta akreta juga banyak ditemukan pada wanita yang sebelumnya melakukan operasi rahim, termasuk operasi caesar. Selain kondisi di atas, risiko untuk terkena plasenta akreta juga tinggi apabila seorang wanita: 1. Memiliki posisi plasenta pada bagian bawah rahim ketika hamil. 2. Menderita plasenta previa (plasenta menutupi sebagian atau seluruh dinding rahim). 3. Menderita fibroid rahim submukosa (rahim tumbuh menonjol ke dalam rongga rahim). 4. Memiliki jaringan parut atau kelainan pada endometrium (dinding rahim bagian dalam).



IV. PATOFISIOLOGI Plasenta akreta diketahui terjadi karena tidak terdapat lapisan spongiosa dari desidua. Benurschke dan Kaufmann menjelaskan bahwa kondisi ini adalah konsekuensi dari kegagalan rekonstruksi endometrium atau desidua basalis setelah proses penyembuhan luka insisi SC. Secara histologis biasanya tampak sebagai gambaran trofoblas yang menginvasi miometrium tanpa keterlibatan desidua. Hal 3



ini menjadi masalah saat proses persalinan dimana plasenta tidak akan terlepas dan akan terjadi perdarahan masif.



V. PATHWAY



VI. PENANGANAN Penatalaksanaan keparawatan yang dapat dilakukan antara lain : 1.



Mengindentifikasi plasenta akreta pada klien .petugas harus waspasa terhadap status risiki klien.



2.



Membantu dengan terapi dan intervensi yang cepat. Untuk itu siapkan D&C (dilatasi dan Kuretasi )atau histerektomi.



3.



Memberi dukungan fisik dan emosional



4.



Memberi penyuluhan klien dan keluarga Plasenta akreta idealnya diterapi dengan histerektomi total perabdominal.



Sebagai tambahan, sebagai konsensus universal beranggapan bahwa plasenta sebaiknya dibiarkan pada tempatnya, usaha untuk melepaskan plasenta sering mengakibatkan perdarahan masif. Akan tetapi, dokter harus menyadari bahwa plasenta akreta yang bersifat fokal dapat terjadi dan tidak membutuhkan terapi yang agresif. Operasi plasenta akreta lebih baik dilakukan secara elektif dengan persiapan



yang



baik



dibandingkan



dengan



operasi



darurat.



Terminasi 4



kehamilandirencanakan pada usia kehamilan 36-37 minggu, setalah dilakukan pemeriksaankematangan paru dengan amniosintesis. Jika amniosintesis gagal menunjukkan paru-paru telah matang, jika pasienstabil bisa dilakukan persalinan pada usia kehamilan 38 minggu, atau lebih cepat, jika pasien perdarahan atau sudah dalam proses persalinan.Penelitian yang membandingkan histerektomi peripartum yang emergensidan elektif menemukan bahwa wanita dengan histerektomi emergensi memilikiangka perdarahan intraoperatif



yang



lebih



tinggi,



yang



menyebabkan



terjadinyahipotensi



intraoperatif, dan lebih membutuhkan transfusi dibandingkan wanita yang melakukan histerektomi obstetrik elektif. Pencegahan komplikasi idealnya membutuhkan pendekatan multi disipliner. Pasien sebaiknya dikonsul sebelum operasi dan disediakan darah untuk persiapan transfusi. Walaupun persalinan yang direncanakan merupakan pilihan terbaik,namun harus dibuat perencanaan akan kemungkinana adanya persalinan emergensi jika dibutuhkan. Hal yang penting bahwa persalinan dilakukan oleh dokter kandungan yang berpengalaman dengan spesialis bedah lainnya seperti urolog, dan spesialis onkologi ginekologi jika tersedia. Penting untuk meminimalkan jumlah perdarahan dan yakin bahwa perdarahan yang terjadi diganti secara benar dan adekuat karena perdarahan yang terjadi



sering



dalam



jumlah



yang



banyak,



penggantian



dengan



packed red blood cells, beresiko menimbulkan disseminated intravascular coagulopathy. Oleh karenanya faktor koagulasi harus diberikan secara adekuat dan cepat. Transfusi darah segar dan penggunaan sel darah yang disimpan sebelumnya dapat mengurangi kebutuhan transfusi dengan menggunakan donor lainnya. Beberapa senter melakukan hemodilusi normovolemik akut untuk mengurangi kebutuhan darah. Anastesi regional menunjukkan lebih aman didalammanajemen plasenta akreta. Oklusi balon kateter dan embolisasi oklusi balon kateter atau embolisasi pembuluh darah pelvik menurunkan aliran darah ke rahim dan berpotensi mengurangi perdarahan dan memungkinkan melakukan operasi lebih mudah, lebih terkontrol, dan mengurangi perdarahan masif. Dua cara yang berbeda telah dideskripsikan. 5



Cara pertama, preoperatif dilakukan pemasangan balon kateter untuk menyumbat arteri iliaka interna.Kateter ini diinflasi setelah bayi lahir, dan dikontrol selama opersi berlangsung dan dideflasikan setelah operasi selesai. Cara lainnya kateter dengan atau tanpa balon diletakkan preoperasi pada arteri iliaka interna, dan embolisasi pembuluh darah dilakukan setelah bayi lahir dan sebelum dilakukannya histerektomi. 1. Penanganan tanpa Histerektomi Histerektomi menyebabkan hilangnya fertilitas seseorang, dan dihubungkan dengan morbiditas dan kemungkinan mortalitas, termasuk cedera



operasi,



menyebabkan



distorsi



jaringan



dan



terkadang



membutuhkan transfusi darah. Untuk meminimalkan komplikasi ini dan menjaga fertilitas seseorang, saat ini beberapa orang lebih senang untuk mempertahankan unterus dan mencegah histerektomi. Umumnya pada kasus ini, plasenta dibiarkan in situ dan tidak diambil pada saat dilepas. Prosedur tambahan meliputi embolisasi pembuluh darah iliaka interna. Terapi dengan methotreksat, reseksi segmen uterus yang terlibat, penggunaan jahitan kompresi uterus, dan penjahitan



plasental bed .



Wanita yang akan memilih penanganan konservatif harus diberi penjelasan secara intensif bahwa hasil akhirnya tidak dapat diprediksi dan memiliki resiko komplikasi yang cukup tinggi termasuk kematian. Hal ini memungkinkan dimasa mendatang penanganan konservatif memegang peranan



penting



tetapi, pada saat ini



didalam



penanganan



pilihan ini



plasenta



akreta.



tidak direkomendasikan



Akan sebagai



terapi utama. 2. Terapi Methotreksat Methotreksat, antagonis folat, telah direkomendasikan untuk penanganan plasenta akreta. Methotreksat bekerja terutama dalam memcegah secara cepat dalam pembelahan sel dan efektif mencegah proliferasi trofoblas. Akan tetapi pada saat ini beberapa berpendapat bahwa setelah bayi lahir, plasenta tidak lagi membelah dan pemberian methotreksat tidak berguna. 6



3. Invasi ke Kandung kemih Kandung kemih merupakan organ ekstrauterin yang paling sering terinvasipada plasenta perkreta. Invasi pada kandung kemih berhubungan denganpeningkatan morbiditas. Washecka dan Behling melakukan metaanalisis pada 54 kasus plasenta perkreta dengan invasi ke kandung kemih. Mereka menemukan gejala hematuria sebelum persalinan hanya terjadi pada 17 kasus (31%). Walaupun sistoskopi telah dilakukan pada 12 pasien, tetapi tidak membantu didalam menegakkan diagnosis. Dalam



33%



kasus,



diagnosis



telah



ditegakkan



prenatal



denga



ultrasonografi atau MRI. Morbiditas maternal sangat tinggi, dengan 39 komplikasi urologik. Meliputi laserasi kandung kemih (26%), fistula traktus urinarius (13%), gross hematuria (9%), ureteral transaction (6%),dan mengecilnya kapasitas kandung kemih (4%). Parsial sistektomi dilakukanpada 24 kasus (44%). Dimana terjadi tiga kematian ibu (5,6%) dan 14 kematian bayi (25,9%). Penanganan pasien dengan invasi ke kandung kemih membutuhkan perencanaan perioperative dan sebaiknya melibatkan



ahli



uroginekologik,



urolog,dan



onkolog



ginekologik.



Sistoskopi preoperative dan penempatan stent ureter dapat dijadikan alat untuk mengidentifikasi ureter, sehingga mengurangi resiko kerusakan atau cedera ureter. Invasi pada kandung kemih kadang membutuhkan reseksi kandung kemih dan terkadang uretere. Sistostomi intensif dapat membantu untuk mengidentifikasi seberapa jauh invasi ke kandung kemih dan lokasi dari ureter.



VII.



ASUHAN KEPERAWATAN



1. Pengkajian a. Identitas Nama



:



Umur



:



Jenis kelamin



:



Agama



: 7



Suku bangsa



:



Pekerjaan



:



Status



:



Pendidikan



:



Alamat



:-



Diagnosa medis



: Plasenta Akreta



b. Keluhan Utama c. Riwayat Penyakit dahulu d.



Riwayat penyakit keluarga



e.



Riwayat Kehamilan



f. Keadaan Kesehatan Lingkungan g. Alat Bantu yang Digunakan 2. Pemeriksaan Fisik a.



Keadaan Umum



b. Tanda-tanda Vital TD



:



Suhu :



c.



Nadi



:



RR



:



Pernafasan Bentuk dada



:



Napas



:



Pernapasan



:



Irama napas



:



d. Cardiovaskuler



e.



TD



:



palpitasi



:



clubbing fingger



:



Persyarafan Kesadaran Kepala dan wajah



: 8



f.



g.



Mata



:



Conjungtiva



:



Pupil



:



Leher



:.



Persepsi Sensori Pendengaran



:



Penciuman



:



Pengecapan



:



Penglihatan



:



Perabaan



:



Pencernaan-Eliminasi Mulut dan tenggorokan : Abdomen



:



Rektum tak ada kelainan, Perkemihan Produksi urine



:



Warna



:



Bau



:



h. Tulang-Otot-Integumen Kemampuan pergerakan Extrimitas atas dan bawah Tulang belakang



i.



Kulit



:



Akral



:



Turgor kulit



:



Sistem Endokrin Tidak ada kelainan



j.



Sosial/Interaksi Hubungan dengan klien



:



Dukungan keluarga



:



Dukungan kelompok/teman/masyarakat : 9



Reaksi saat interaksi



:



k. Spiritual Konsep tentang penguasa kehidupan



:



Sumber kekuatan/harapan di saat sakit



:



Ritual agama yang bermakna/berarti/diharapkan saat ini



:



Keyakinan/kepercayaan



bahwa



Tuhan



akan



menolong



dalam



menghadapi situasi sakit saat ini



:



Keyakinan/kepercayaa bahwa penyakit dapat disembuhkan



:



3. Analisa Data NO 1



DATA



PENYEBAB



DO



Perdarahan



pada



TTV :



pembuluh



darah



- TD 130/90 mmHg



MASALAH Nyeri akut



plasenta



- N 90x/menit - RR 20x/menit



Hematoma



- S:370C



desidua basalis



pada



- Pasien tampak merintih dan kondisi



tampak Desidua terkelupas



menurun - Pasien nampak lemah



dan



tersisa



pada



miometrium



- Skala nyeri 6 (sedang) DS



Plasenta tertekan



Pasien mengeluh nyeri pada perut



Uterus berkontraksi



Nyeri 2



DO



Perdarahan



Kekurangan volume



- TD 130/90 mmHg,



pada vagina



cairan



- nadi 90x/menit , - RR 20x/menit s:370C - Hb