LP BEDAH (Ceni Merti) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS PADA KASUS PEMBEDAHAN



DISUSUN OLEH: Ceni Merti PO.62.20.1.17.321



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA JURUSAN KEPERAWAWATAN PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN KELAS REGULER ANGKATAN IV SEMESTER VIII TAHUN AKADEMIK 2020/2021



A.Konsep Dasar 1. Pengertian Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik yang disertai dengan berbagai kelainan metabolik yang diakibatkan oleh gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai macam komplikasi kronik pada organ mata, ginjal, saraf, pembuluh darah disertai lesi padda membran basalis dalam dengan menggunakan pemeriksaan dalam mikroskop (Arief Mansjoer dalam Arlenia, 2019). Ulkus diabetik merupakan permasalahan yang sudah sering muncul sekarang dimana luka pada kaki penderita diabetes melitus yang diakibatkan karena suatu infeksi yang menyerang sampai ke dalam jaringan subkutan. Apabila luka ulkus diabetik ini tidak dilakukan perawatan yang baik maka proses penyembuhan akan lama, dan faktor-faktor resiko infeksi semakin tinggi bahkan apabila infeksi sudah terlalu parah seperti terjadi neuropati perifer maka dapat juga dilakukan amputasi guna mencegah adanya pelebaran infeksi ke jaringan yang lain. adapun tindakan lain seperti debridement, dan nekrotomi. Debridemen merupakan sebuah tindakan pembedahan lokal yang dilakukan pada penderita ulkus diabetik dengan cara pengangkatan jaringan mati dari suatu luka, jaringan mati tersebut dapat dilihat, warna lebih terlihat pucat, cokelat muda bahkan berwarna hitam basah atau kering.



2. Etiologi Penyebab dilakukannya pembedahan misalnya: a. Diagnostik, misalnya dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi. b. Kuratif, misalnya dilakukan pengirisan tumor atau mengangkat apendiks yang mengalami peradangan. c. Reparatif, misalnya memperbaiki luka yang multipek. d. Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah e. Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh ketika selang gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi terhadap kemampuan untuk menelan makanan Kondisi diabetes yang sering menimbulkan penyakit penyerta yang kompleks kemungkinan meningkatkan kebutuhan prosedur pembedahan yang bermacam-macam seperti amputasi, masalah jantung, ginjal dan pembedahan mata. (Brunner dan Suddarth dalam Tia Febrilia, 2020)



3. Patofisiologi (Tahap Perioperatif) a. Fase Pre operatif Fase pre operatif adalah tahap awal dari perawatan perioperatif yang dimulai ketika  pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan. (A. Prabowo, 2018) Kegiatannya mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan pada saat pembedahan. Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien). 1) Persiapan Psikologi Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya dan keeadaan sosial ekonomi dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi dengan memberikan penyuluhan untuk mengurangi kecemasan pasien. Meliputi penjelasan tentang peristiwa operasi, pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan), alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke ruang bedah, ruang pemulihan, kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi, bernafas dalam dan latihan batuk, latihan kaki, mobilitas dan membantu kenyamanan. 2) Persiapan Fisiologi Pada saat hari operasi pasien seharusnya menghentikan obat antidiabetik oral. Sulfonilurea berpotensi menyebakan hipoglikemia. Selain itu sulfonilurea dikatakan mempunyai hubungan dengan kejadian iskemia miokard dan mungkin dapat meningkatkan resiko iskemia mikardial dan infark pada saat operasi. Pasien yang menggunakan metformin seharusnya dihentikan terlebih dahulu karena dapat meningkatkan resiko kejadian asidosis laktat. Untuk pasien yang mendapat pengobatan dengan metformin, dapat digantikan insulin short acting secara subcutaneous, dosis disesuaikan dengan sliding scale atau secara infuse kontinyu. Pada pasien yang memiliki ketergantungan pada insulin dianjurkan untuk mengurangi dosis insulin waktu tidur malam sebelum waktu operasi untuk mencegah terjadinya hipoglikemia. Pemeriksaan glukosa darah preoperasi dilakukan setiap 4 jam pada DM tipe 1 dan setiap 8 jam pada DM tipe 2. Target glukosa darah yang diharapkan untuk pasien kritis adalah 80 – 110mg/ dL, sedangkan untuk pasien dengan operasi lainnya, target kadar glukosa darah adalah 90 – 140 mg/ dL (Edward, 2017).



b. Fase Intra operatif Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi anestesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip - prinsip dasar kesimetrisan tubuh. Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu pengaturan posisi karena posisi yang diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien. (C. Fitriana, 2020) Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah : 1) Letak bagian tubuh yang akan dioperasi. 2) Umur dan ukuran tubuh pasien. 3) Tipe anaesthesia yang digunakan. 4) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).    c. Fase Post operatif Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan intra   operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan (recovery room)/ pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anestesi dan memantau fungsi vital serta mencegah



komplikasi.



Aktivitas



keperawatan



kemudian



berfokus pada



peningkatan



penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan ke rumah. Fase post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah : 1) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery room) Pemindahan ini memerlukan pertimbangan khusus diantaranya adalah letak insisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan. Pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase. Selama perjalanan transportasi dari kamar operasi



ke ruang pemulihan pasien diselimuti, jaga keamanan dan kenyamanan pasien dengan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anastesi dengan koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung jawab. 2) Perawatan post operatif di ruang pemulihan atau unit perawatan pasca pembedahan Ketika pasien siap untuk melanjutkan asupan makanan padat, transisi ke regimen insulin basal / bolus subkutan perlu dilakukan. Beberapa pasien pasca operasi mungkin memerlukan nutrisi enteral atau parenteral. Sangat penting untuk memantau kadar glukosa darah bahkan pada pasien yang sebelumnya normoglikemik karena asupan enteral / parenteral dapat menyebabkan hiperglikemia. Untuk makanan enteral, dianjurkan untuk diberikan regimen insulin basal dan menggunakan sliding scale. Untuk pemberian asupan parenteral, insulin harus ditambahkan ke nutrisi parenteral total dan insulin korektif tambahan yang diberikan sesuai kebutuhan. Jika pemberian makanan tiba-tiba dihentikan pemberian infus yang mengandung dextrose untuk menghindari kemungkinan risiko hipoglikemia perlu dilakukan. (C. Fitriana, 2020) 4. Pemeriksaan Penunjang Berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien preoperasi antara lain : a. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnetic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll. b. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium,dan chlorida), CT/BT, ureum,kreatinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsum tulang jika penyakit terkait dengan kelainan darah. c. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.



d. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD). e. Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (post prandial). (Dhania A. Santosa, 2018) 5. Penatalaksanaan Medis dan Terapi Obat a. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan pasien DM pembedahan : 1) Operasi berat Klien yang akan menjalani operasi besar yang memerlukan anestesi umum dan dipuasakan, dibutuhkan infus insulin dan glukosa serta pemantauan glukosa setiap jam. Klien yang akan menjalani operasi elektif, pemberian insulin umumnya dimulai apabila ditemukan kadar gula darah lebih dari 40mg/ dL. Selain itu, pasien DM diruang intensif yang akan menjalani operasi, insulin dapat mulai diberikan bila kadar glukosa darah lebih dari 110 mg/ dL. Target glukosa darah yang diharapkan untuk pasien kritis adalah 80 – 110mg/ dL, sedangkan untuk pasien dengan operasi lainnya, target kadar glukosa darah adalah 90 – 140mg/ dL 2) Operasi sedang Operasi sedang yang elektif merupakan kasus yang paling sering ditemukan oleh para spesialis penyakit dalam saat persiapan preoperasi seperti operasi laparotomi, bedah tumor, bedah tulang, dan bedah saraf. Perisapannya sama dengan operasi besar, yang pada dasarnya harus dilakukan sebaik mungkin sebelum menjalani operasi. Operasi yang lama dapat berpengaruh pada peningkatan glukosa darah. Bila terjadi peningkatan glukosa selama operasi dapat diberikan insulin. 3) Operasi kecil Penggunaan obat antidiabetik oral dan insulin dapat diteruskan bila kadar glukosa sudah terkendali dengan baik. Pasien – pasien ini tidak memerlukan persiapan khusus seperti puasa dan sesudah tindakan dapat makan seperti biasa.



b. Terapi Farmakologis 1) Biguanid Golongan biguanid yang sering digunakan adalah metformin. Konsentrasi metformin dalam usus dan hati meningkat tidak di metabolism tetapi secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Waktu paruh metformin cepat sehingga diberikan dua kali sampai tiga kali sehari. Metformin berpengaruh pada kerja insulin tingkat seluler, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukoda oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga diduga menghambat absorbsi glukosa diusus sesudah asupan makan. 2) Golongan Glinid Meglitinide merupakan bagaian dari kelompok yan gmeningkatkan produksi insulin (selain sulfonilurea). Maka dari itu ia membutuhkan sel beta yang masih berfungsi baik. Repaglinid dan Nateglinid termasuk dalam kelompok  ini,  mempunyai efek kerja cepat, lama kerja sebentar, dan digunakan untuk mengontrol kadar glukosa darah setelah makan. Repaglinid diserap secara cepat segera setelah dimakan, mencapai kadar puncak di dalam darah dalam 1 jam.  3) Glitazone Merupakan agonis peroxisome proliferatore-activated reseptor gamma yang selektif dan poten. Reseptor ini terdapat dijaringan target kerja insulin seperti jaringan adipose, otot skelet dan hati. Glitazon tidak menstimulasi produksi insulin oleh sel β pancreas. 4) Sulfonilurea Golongan ini bekerja dengan merangsang sel beta pancreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan, sehingga hanya bermanfaat pada pasien yang mampu mensekresi insulin.. efek hipoglikeminya dengan merangsang chanel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas.



B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan



1. Pengkajian a. Pengkajian fase Pre Operatif 1) Pengkajian Psikologis : meliputi perasaan takut / cemas dan keadaan emosi pasien 2) Pengkajian Fisik : pengkajian tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu. 3) Sistem integument : apakah pasien pucat, sianosis dan adakah penyakit kulit di area badan. 4) Sistem Kardiovaskuler : apakah ada gangguan pada sisitem cardio, validasi apakah pasien menderita penyakit jantung ?, kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi., Kebiasaan merokok, minum alcohol, Oedema, Irama dan frekuensi jantung. 5) Sistem pernafasan : Apakah pasien bernafas teratur dan batuk secara tiba-tiba di kamar operasi. 6) Sistem gastrointestinal : apakah pasien diare ? 7) Sistem reproduksi : apakah pasien wanita mengalami menstruasi ? 8) Sistem saraf : bagaimana kesadaran ? 9) Validasi persiapan fisik pasien : apakah pasien puasa, lavement, kapter, perhiasan, Make up, Scheren, pakaian pasien / perlengkapan operasi dan validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ? b. Pengkajian fase Intra Operatif Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial. Secara garis besar yang perlu dikaji adalah : 1) Pengkajian mental : Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar atauterjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut. 2) Pengkajian fisik : Tanda-tanda vital (bila terjadi ketidaknormalan maka perawat harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah). 3) Transfusi dan infuse  : Monitor flabot sudah habis apa belum. 4) Pengeluaran urin : Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam. c. Pengkajian fase Post Operatif 1) Status respirasi : Meliputi : kebersihan jalan nafas, kedalaman pernafasaan, kecepatan dan sifat pernafasan dan bunyi nafas. 2) Status sirkulatori : Meliputi : nadi, tekanan darah, suhu dan warna kulit.



3) Status neurologis : Meliputi tingkat kesadaran. 4) Balutan  Meliputi : keadaan drain dan terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem drainage. 5) Kenyamanan Meliputi : terdapat nyeri, mual dan muntah 6) Keselamatan  Meliputi : diperlukan penghalang samping tempat tidur, kabel panggil yang mudah dijangkau dan alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi. 7) Perawatan Meliputi : cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan. Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung, sifat dan jumlah drainage. 8) Nyeri  Meliputi : waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor yang memperberat / memperingan. NO . 1.



2.



SDKI Pre Operatif ansietas b.d krisis situasional Operasi



Pre Operatif Defisit Pengetahuan b.d Kurang terpapar informasi



SIKI Tujuan  : cemas dapat terkontrol. Kriteria hasil : ·   Secara verbal dapat mendemonstrasikan teknik menurunkan cemas. ·   Mencari informasi yang dapat menurunkan cemas ·   Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan cemas ·   Menerima status kesehatan. Tujuan : bertambah-nya pengetahuan pasien tentang penyakitnya. Pengetahuan: Proses Penyakit Kriteria hasil : ·     Pasien mampu men-jelaskan penyebab, komplikasi dan cara pencegahannya ·     Klien dan keluarga kooperatif saat dilakukan tindakan



1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



3.



Post Operatif Gangguan pertukaran gas b.d efek samping dari anaesthesi.



Tujuan : kerusakan per-tukaran gas tidak terjadi Status Pernapasan: ventilasi Kriteria hasil : ·  Status neurologis DBN ·  Dispnea tidak ada ·  PaO2, PaCO2, pH arteri dan SaO2 dalam batas normal ·  Tidak ada gelisah, sianosis,



1. 2. 3. 4. 5.



Identifikasi saat tingkat ansietas berubah Monitor tanda-tanda ansietas Monitor TTV Fasilitasi pemeriksaan penunjang Jelaskan tentang prosedur, waktu dan lamanya operasi Jelaskan waktu puasa dan obat premedikasi Identifikasi kesiapa dan kemampuan menerima informasi Identifikasi kecemasan klien dan keluarga Sediakan materi pendidikan kesehatan Sediakan waktu mendiskusikan masalah Informasikan hal yang akan didengar, dicium,diliat atau dirasakan selama proses operasi Jelaskan rutinitas preoperasi sepertin anastesi dan lainnya Anjurkan puasa minimal jam sebelum pembedahan Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas Monitor kecepatan aliran oksigen Monitor efektivitas terapi oksigen Monitor tanda hipoventilasi Bersihkan sekret mulut, hidung, dan trakea jika perlu



dan keletihan 4.



Post Operatif Kerusakan integritas kulit b.d luka post operasi



Tujuan : kerusakan integritas kulit tidak terjadi. Penyembuhan Luka: Tahap Pertama Kriteria hasil : ·  Kerusakan kulit tidak ada ·  Eritema kulit tidak ada ·  Luka tidak ada pus ·  Suhu kulit DBN



Perawatan luka 1. Ganti balutan plester dan debris 2. Cukur rambut sekeliling daerah yang terluka, jika perlu 3. Catat karakteristik luka bekas operasi 4.  Catat katakteristik dari beberapa drainase 5. Bersihkan luka bekas operasi dengan sabun antibakteri yang cocok 6.  Rendam dalam larutan saline yang sesuai 7. Sediakan pemeliharaan luka bekas operasi sesuai kebutuhan 8.   Berikan pemeliharaan kulit luka bernanah sesuai kebutuhan 9. Gunakan unit TENS (Transcutaneous Elektrikal Nerve Stimulation) untuk peningkatan penyembuhan luka bekas operasi yang sesuai 10. Gunakan salep yang cocok pada kulit/ lesi, yang sesuai 11. Balut dengan perban yang cocok 12. Pertahankan teknik pensterilan perban ketika merawat luka bekas operasi 13. Periksa luka setiap mengganti perban 14. Bandingkan dan mencatat  secara teratur perubahan-perubahan pada luka



5.



Post Operatif Nyeri akut b.d proses pembedahan



Tujuan : Nyeri dapat teratasi. Kontrol Resiko Kriteria hasil : ·      Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3 ·      Ekspresi wajah tenang ·      klien dapat istirahat dan tidur



Manajemen Nyeri : 1. Kaji nyeri secara komprehensif ( lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi ). 2.  Observasi  reaksi NV dr ketidak nyamanan. 3.  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien 4.  Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan. 5. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis). 6.  Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.) 7. Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri. 8.  Evaluasi tindakan pengurang nyeri 9.  Monitor TTV



2. Implementasi



Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan rencana yang telah disusun dengan cermat dan rinci. Implementasi ini biasanya selesai setelah dianggap permanen. 3. Evaluasi Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Perawat mempunyai tiga kriteria dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai: a. Berhasil :perilaku pasien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan. b. Tercapai sebagian :pasien menunujukan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan. c. Belum tercapai : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.



DAFTAR PUSTAKA



Brunner and Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Volume 1. Jakarta: EGC. Edward M, Maged S, Mikhail, Michael J. 2017. Clinical Anestesiology 803-807. aLange medical book.



https://garuda.ristekbrin.go.id/documents/detail/841979 (Dhania A. Santosa, 2018) http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3638/3/BAB%20II.pdf (D. Arlenia, 2019) http://repository.unimus.ac.id/4210/5/BAB%20II.pdf (C.Fitriana) http://repository.unimus.ac.id/1904/4/BAB%20II.pdf (A. Prabowo)